Dunia Lainnya

16 Desember 2012: Ketika Corinthians Jadi Klub Nomor Satu Dunia

Pada tahun 2012 yang lalu, Jepang kembali menjadi tuan rumah pagelaran Piala Dunia Antarklub garapan induk organisasi sepak bola dunia (FIFA). Ada dua stadion yang disiapkan pihak penyelenggara buat turnamen ini yaitu Stadion Toyota dan Stadion Internasional Yokohama.

Lebih lanjut, ajang kali ini pun menjadi sejarah karena untuk kali pertama, FIFA menerapkan teknologi garis gawang di turnamen garapannya. Ada dua sistem berbeda yang digunakan saat itu yakni Goal-Ref di Stadion Toyota dan Hawk-Eye di Stadion Internasional Yokohama.

Seperti perhelatan Piala Dunia Antarklub sebelumnya, ada tujuh klub yang menjadi kontestan di kejuaraan ini. Mereka adalah Al Ahly (juara Liga Champions Afrika), Auckland City (kampiun Liga Champions Oseania), Chelsea (jawara Liga Champions Eropa), Corinthians (pemenang Copa Libertadores), Hiroshima Sanfrecce (perwakilan negara tuan rumah), Monterrey (juara Liga Champions CONCACAF), dan Ulsan Hyundai (kampiun Liga Champions Asia).

Tak berbeda jauh dengan edisi sebelumnya, juara Liga Champions Eropa dan Copa Libertadores kembali difavoritkan untuk menjadi pemenang di kejuaraan ini sekaligus menahbiskan diri sebagai klub nomor satu dunia.

Ditempatkan secara otomatis pada babak semifinal, baik Chelsea dan Corinthians memang sama-sama berhasil membekuk lawannya buat melaju ke partai puncak. Chelsea menenggelamkan Monterrey dengan skor 3-1 sedangkan Corinthians unggul tipis 1-0 atas Al Ahly.

Bertempat di Stadion Internasional Yokohama dan disaksikan oleh 68 ribu pasang mata, pertarungan yang sudah ditunggu-tunggu oleh pencinta sepak bola itu pun diselenggarakan.

Pelatih dari masing-masing kubu yakni Rafael Benitez (Chelsea) dan Tite (Corinthians) juga menurunkan skuat terbaik yang mereka punyai di starting eleven demi membawa pulang trofi Piala Dunia Antarklub. Di kubu The Blues ada nama-nama semisal Ashley Cole, Eden Hazard, Frank Lampard, dan Fernando Torres. Sementara Tite menampilkan Alessandro Mori, Cassio, Paolo Guerrero, dan Paulinho.

Semenjak wasit asal Turki, Cuneyt Cakir, meniup peluit tanda dimulainya pertandingan, Chelsea lebih memegang kendali permainan. Kreativitas Hazard, Lampard dan Juan Mata di sektor tengah The Blues cukup sulit diredam oleh gelandang-gelandang Corinthians.

Akan tetapi, sejumlah kans yang didapatkan Chelsea pada babak pertama tak satu pun yang membuahkan hasil sebab Cassio tampil ciamik di bawah mistar. Beruntung, Corinthians yang mengandalkan serangan balik juga tak sanggup mengoyak jala Petr Cech sehingga 45 menit pertama disudahi dengan skor tanpa gol.

Pendekatan yang dilakukan The Blues di babak kedua nyaris tak berbeda jauh dengan babak pertama. Mereka tetap mendominasi penguasaan bola dan lebih sering menciptakan peluang. Sayangnya, Corinthians selalu berhasil membendung upaya dari Lampard dan kolega.

Keasikan menyerang, Chelsea malah kebobolan oleh serangan tim lawan yang diinisiasi dari sayap kanan pada menit ke-69. Tusukan Paulinho menghadirkan kemelut di kotak penalti The Blues. Danilo lantas menendang bola ke arah gawang Cech tapi masih bisa diblok Gary Cahill.

Bola muntah itulah yang kemudian dicocor dengan mudah oleh Guerrero yang tak terkawal via sundulan tanpa bisa diantisipasi oleh tiga pemain Chelsea yang berdiri di garis gawang.

Setelah kebobolan, Chelsea berusaha mati-matian untuk bangkit dan mengejar gol penyama kedudukan. Akan tetapi, perjuangan klub yang bermarkas di Stadion Stamford Bridge itu nirhasil karena rapatnya barisan belakang Corinthians.

Makin sial, di menit-menit akhir laga The Blues malah harus bertarung dengan sepuluh orang lantaran Cahill dihadiahi kartu merah oleh pengadil lapangan.

Skor 1-0 sendiri tak jua berubah sampai Cakir meniup peluit panjang tanda laga usai. Kegembiraan dari pemain, pelatih maupun suporter Corinthians pun pecah di Stadion Internasional Yokohama malam itu.

Timao, julukan dari Corinthians, untuk kali kedua sepanjang sejarah klub berhasil mengukuhkan diri sebagai klub terbaik dunia setelah memenangi ajang serupa di tahun 2000 yang lalu.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional