Eropa Italia

Sedikit Obat Penawar Rindu dari Vanja Milinkovic-Savic

Memasuki menit 90+3, “parte Milinkovic-Savic e.. concovazione traversaa”, begitu kurang lebih ucap sang komentantor berbahasa Italia, pada sebuah momen tendangan bebas yang terkena mistar gawang. Mendengar nama Milinkovic-Savic, mungkin pikiran Anda langsung terperanjat akan seorang gelandang Lazio asal Serbia. Bukan, bukan Sergej yang harusnya dimaksud. Si eksekutor bola mati itu adalah seorang kiper milik Torino, Vanja Milinkovic-Savic.

Antara kedua pesepak bola itu memang punya hubungan darah. Keduanya merupakan kakak-beradik, di mana Sergej berumur 22 tahun sedangkan Vanja lebih muda dua tahun dari sang kakak. Momen tendangan Vanja terjadi pada laga putaran keempat Coppa Italia, antara Torino melawan Carpi. Meski tidak menjadi gol dan sebatas menghantam keras mistar gawang Carpi, setidaknya aksi brilian Vanja mengingatkan kita tentang kiper-kiper yang tajam mencetak gol.

Baca juga: Memandang Sergej Milinković-Savić dengan Sepantasnya

Jose Luis Chilavert adalah kiper legendaris asal Paraguay yang menjulang medio 1990-an. Meski tugas utamanya adalah menjaga gawang tim agar bersih dari ancaman bola, Chilavert ternyata jago mengeksekusi bola mati seperti penalti dan tendangan bebas langsung. Total 67 gol ia buat baik itu di level klub dan timnas Paraguay. Meski bukan kiper paling produktif mencetak gol, tetapi dia memegang rekor sebagai satu-satunya kiper pembuat hattrick dalam sebuah laga resmi, kala klubnya Velez Sarsfield berjumpa Ferro pada 28 November 1999. Dia membukukan trigol itu via eksekusi penalti.

Lebih keren dari Chilavert tentu saja kiper asal Brasil, Rogério Ceni. Menurut International Federation of Football History & Statistics (IFFHS), catatan gol mantan pemain Sao Paulo itu barada pada angka 131, tentu jumlah yang tidak main-main untuk seorang penjaga gawang.

Keseluruhan gol Ceni hadir untuk klubnya saja. Selain karena bukan andalan tim Samba, pada zamannya di timnas ada Roberto Carlos, Ronaldinho, atau Rivaldo yang juga mumpuni mengukir gol tendangan bebas. Namun itu tak mengapa, lagipula label melegenda sangat pantas disematkan untuknya. Selain kiper tertajam sepanjang masa, dia adalah one man club yang menghabiskan seluruh kariernya bersama Sao Paulo.

Selain Chilavert dan Ceni, Amerika Latin memang dikenal tempat lahirnya kiper dengan hasrat membobol gawang lawan yang tinggi. Sepak bola mengenal Jorge Campos. Dia aslinya memang seorang kiper, tetapi di klub asal Meksiko, Pumas UNAM, dia pernah dimainkan sebagai penyerang. Total dia mencetak 46 gol sepanjang karier di berbagai klub,  yang hampir keseluruhannya dicetak bersama Pumas. Ukuran tubuh mini (170 sentimeter) tak membuat Campos, yang juga dikenal karena seragam warna-warni itu, menjadi seorang kiper medioker ketika menjaga gawang. Buktinya, dia menjadi andalan timnas Meksiko di Piala Dunia 1994 dan 1998.

Rene Higuita lebih mengerikan lagi. Legenda Kolombia yang dikenal dengan tendangan penyelamatan kalajengkingnya itu, bahkan tak sungkan menggiring sendiri bola ketika situasi open play, demi merangsek ke pertahanan lawan dan menggetarkan jala mereka. Total, pemain dengan rambut keriting panjang nan terurai itu telah mencetak 41 gol di level timnas dan klub.

Di Eropa sendiri ada beberapa nama kiper yang identik dengan gol. Seperti Dimitar Ivankov dari Bulgaria, dengan gelar 42 gol penalti sepanjang karier atau Hans-Jörg Butt, mantan kiper Jerman dan Bayer Leverkusen yang punya 32 gol atas nama dirinya.

Memang, apa yang dilakukan Vanja Milinkovic-Savic belum seperti kiper-kiper legendaris itu. Lagipula, dia mengambil tendangan bebas ketika timnya sudah unggul jelang akhir laga di kandang sendiri dan melawan tim yang lebih lemah. Milinkovic-Savic tidak sebanding dengan kenekatan Higuita di Piala Dunia 1990, keteguhan hati Rogerio Ceni mengambil tendangan bebas pada derbi antara Sao Paulo kontra Corinthians, atau mental kuat Hans-Jörg Butt ketika mengeksekusi penalti.

Tetapi, kini semakin langka, seorang penjaga gawang dengan tingkah nyleneh-nyleneh seperti di atas. Pada sepak bola modern yang segalanya dituntut lebih rapi, normatif, sistematis dan menghindari risiko, maka tontonan menggelikan dana menggila seperti Higuita atau seperti Rogerio Ceni akan susah ditemukan.

Risiko kiper meninggalkan gawangnya memang sangat tinggi. Andai keberanian seorang kiper itu berujung pada kegagalan, hal itu sangat membahayakan karena justru lawan yang berpeluang mencetak gol. Belum tentu nama Higuita, Ceni atau Chilavert akan melegenda, apabila mereka bukan seorang yang benar-benar pengambil risiko sejati. Maka dari itu, aksi Vanja Milinkovic-Savic sedikit menawarkan obat akan kerinduan. Yakni, rindu akan sepak bola yang mengesampingkan, bahkan mungkin memberi label masa bodoh bagi sebuah risiko.

Author: Haris Chaebar (@chaebar_haris)