Piala Dunia, sebuah turnamen akbar empat tahunan yang didambakan oleh semua pesepak bola. Apalagi jika berhasil keluar sebagai juara, sebuah prestasi membanggakan yang tidak semua orang bisa menikmatinya, bahkan pemain terbaik dunia sekalipun. Namun, menjuarai Piala Dunia tidak selamanya berarti jalan karier seorang pemain akan mulus.
Vincenzo Iaquinta mungkin tidak pernah berpikir dapat menyimpan medali emas Piala Dunia di lemari trofinya. Sebab, tidak banyak yang menjagokan Italia juara di turnamen ini, bahkan lolos ke final pun tidak banyak yang memprediksi.
Berbekal skuat yang semua pemainnya berkarier di dalam negeri padahal kompetisi domestik sangat kelam karena tersangkut kasus Calciopoli, wajar jika Italia menyandang status underdog di Jerman 2006. Tak terkecuali Iaquinta (baca: ya’kwinta), yang baru naik daun beberapa tahun terakhir sebelum turnamen.
Sebelum Piala Dunia berlangsung, Iaquinta belum mencetak satupun gol bagi Gli Azzurri. Tak heran banyak pihak yang meragukan keputusan Marcello Lippi untuk memanggil Iaquinta. Namun di laga perdana fase grup, kritik itu langsung dibungkam sendiri oleh sang pemain.
Satu gol dicetaknya saat Italia menang 2-0 melawan Ghana, dan hingga partai puncak, penyerang setinggi 189 sentimeter ini bermain lima kali dari tujuh pertandingan yang dijalani Italia. Satu, dari enam gol Iaquinta sepanjang kariernya di timnas, yang kemudian mengubah jalan hidupnya.
Ketertarikan Si Nyonya Tua dan keterlibatan dengan organisasi mafia
Setelah menjuarai Piala Dunia dan bermain cukup baik di Jerman bulan itu, Iaquinta tidak langsung hengkang dari Udinese. Ia masih melanjutkan duet mautnya dengan Antonio Di Natale setahun, sebelum dipinang Juventus pada awal musim 2007/2008, yang baru promosi dari Serie B.
Dana 11,3 juta euro yang digelontorkan Si Nyonya Tua saat itu termasuk besar, bahkan berujung pada efek domino yang meibatkan empat klub sekaligus.
Uang hasil penjualan Iaquinta digunakan Udinese untuk memboyong Fabio Quagliarella dari Sampdoria, kemudian Il Samp membeli Andrea Caracciolo dari Palermo, dan Palermo menutup kepergian pemainnya itu dengan mendaratkan Fabrizio Miccoli dari Juventus.
Musim pertama Iaquinta di Juventus tidak dijalani dengan lancar. Ia hanya menjadi bayang-bayang David Trezeguet dan Alessandro Del Piero, tapi masih bisa mencetak 9 gol dari 29 pertandingan. Di musim berikutnya, masa depan Iaquinta sempat dispekulasikan karena kedatangan Amauri, tapi ia justru memperpanjang kontrak 4 tahun di Juventus.
Barulah pada masa kepelatihan Claudio Ranieri, Iaquinta mulai mendapat kepercayaan penuh, yang berawal dari cedera panjang Trezeguet. Di musim keduanya itu, Iaquinta mencetak 16 gol dari 38 penampilan di semua ajang. Namun segalanya berubah sejak Oktober 2009, karena cedera yang mengharuskannya absen hingga Maret 2010.
Di musim berikutnya, hidup Iaquinta semakin berat karena Antonio Conte melakukan peremajaan skuat di Juventus. Trezeguet dijual, digantikan oleh Fabio Quagliarella. Tiga penyerang senior Juventus sama sekali tidak mendapat kepercayaan bermain saat itu, yakni Iaquinta, Luca Toni, dan Amauri. Mereka kemudian hengkang pada bursa transfer paruh musim 2011/2012.
Iaquinta lalu bergabung dengan Cesena dengan status pinjaman hingga akhir musim, dan kembali ke Juventus yang baru saja menjuarai liga. Keputusan yang salah, karena kariernya semakin terbenam di sana, dan namanya kian terlupakan. Ia bahkan tidak termasuk dalam foto tim Juventus di musim 2012/2013, dan hanya berlatih bersama tim Primavera.
Di saat kariernya menurun drastis, pada akhir musim 2012/2013 Iaquinta memutuskan gantung sepatu, menyudahi 17 tahun kariernya yang hanya dihabiskan di Italia. Setelahnya, tidak ada kabar besar dari sang pemain, hingga pada akhir tahun 2015 lalu ia tersangkut kasus kepemilikan senjata api.
Darti temuan tersebut, Iaquinta terindikasi sebagai anggota ‘Ndrangheta, salah satu organisasi mafia terbesar di Italia, yang menyalurkan narkotika dari Amerika Selatan ke seluruh penjuru Eropa.
Vincenzo Iaquinta, nama yang sempat didengungkan publik Italia sebagai pahlawan Piala Dunia, kini justru terlupakan dan namanya ternoda dengan dugaan kasus peredaran narkotika. Sebuah kado yang menyedihkan, di ulang tahunnya yang ke-38 hari ini.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.