Berita cukup santer terdengar AC Milan, di mana mereka sedang melakukan negosiasi dengan sebuah konsultan keuangan berbasis di London, Inggris bernama BGB Weston. Kedua pihak sedang melakukan kerja sama intensif selama delapan minggu ke depan untuk menjajaki proses pembiayaan ulang (refinancing) sehubungan dengan pembayaran hutang mereka kepada Elliott Management Corporation, perusahaan pembiayaan yang membantu proses pengambilalihan Milan pada April 2017.
Bagaimana pengaruh kerja sama ini terhadap perjalanan Milan?
Seperti diketahui, Elliott meminjamkan dana sebesar 300 juta euro kepada Rossoneri Investment Lux, konsorsium pembeli saham Milan dari Cina yang diwakili oleh Yonghong Li. Dana tersebut memang amat diperlukan oleh konsorsium saat itu demi memenuhi tenggat waktu setoran modal yang diberikan oleh Fininvest, perusahaan milik Silvio Berlusconi yang menjadi pemilik lama Milan. Terhambatnya aliran dana pada saat itu disebabkan mundurnya investor-investor dari Cina sebagai konsekuensi dari pelarangan aliran modal dari Cina ke luar negeri oleh pemerintah negara tersebut.
Kerja sama yang memberatkan
Namun kerja sama dengan Elliott membawa konsekuensi berat bagi manajemen baru Milan. Selain tingkat bunga yang tinggi, durasi pembayarannya pun singkat. Dengan tingkat bunga 11,5 persen untuk jumlah 180 juta euro dan 7,5 persen untuk 120 juta sisanya, ini berarti Milan harus membayarkan biaya bunga (di luar pokok pinjaman) senilai kurang lebih 60 juta euro dengan tenggat waktu Oktober 2018.
Inilah yang kemudian membuat manajemen Milan mematok target yang teramat tinggi sehubungan dengan performa di lapangan. Posisi empat besar yang berarti zona Liga Champions menjadi target minimal, karena dengan lolos ke ajang tersebut, Milan dapat menebalkan pundi-pundi uang mereka melalui pembagian hak siar, uang tanding (match fee), penjualan tiket dan merchandise, serta reputasi yang meningkat sehingga meningkatkan nilai klub di mata publik dan pendukung.
Akan tetapi, perkembangan yang terjadi di lapangan menunjukkan hal yang sebaliknya. Performa angin-anginan Milan di lapangan merupakan puncak gunung es dari apa yang terjadi di ruang sejuk tempat para petinggi berkantor. Keputusan-keputusan yang diambil, misalnya terkait kebijakan transfer pemain dan pembebanan teramat tinggi pada pelatih dan skuat justru menjadi bumerang.
Pemain-pemain baru, yang kebanyakan datang dari luar Serie A Italia membutuhkan waktu untuk menyatu dengan kultur sepak bola Italia dan skema permainan pelatih Vincenzo Montella. Dan juga, ada pemain baru yang karena kedatangannya membuat Montella mengubah pola dan formasi permainan. Akibatnya, pakem yang sudah cukup tokcer pada musim lalu dan pada pra-musim harus dirombak ulang, yang tentunya membutuhkan waktu.
CEO Marco Fassone sendiri mengakui bahwa poin yang dikumpulkan Milan di kompetisi Serie A musim 2018/2018 saat ini meleset dari perkiraan awal mereka. Faktanya, Rossoneri selalu kalah dari tim-tim yang peringkatnya berada di atas mereka. Lini belakang mereka juga masih belum solid dan mereka juga terlalu mengandalkan kemampuan individu Suso Fernandez dalam membongkar pertahanan lawan dan mencetak gol. Sang pemain sayap asal Spanyol kini menjadi pemain terproduktif Milan dengan lima gol.
Kompetisi Serie A Italia memang masih jauh dari kata usai, dan Milan secara matematis masih bisa mengejar posisi empat besar. Namun, manajemen sudah menghitung risiko kegagalan dengan cara mengambil opsi refinancing. Upaya ini dilakukan untuk mencari tingkat bunga pinjaman yang lebih rendah dan jangka waktu pembayaran yang lebih panjang. Sebuah hal yang memang jamak dilakukan di dunia usaha demi pengelolaan keuangan yang lebih baik.
Dengan skema ini, BGB Weston dapat mencarikan kreditur baru untuk menggantikan Elliott, misalnya berupa bank konvensional atau malah perusahaan pembiayaan lain, misalnya Goldman Sachs atau Merril Lynch, dua nama “raksasa” yang cukup sering disebut belakangan ini.
Manajemen yang bekerja tanpa ragu
Perjanjian dengan syarat-syarat yang lebih meringankan ini akan memberi lebih banyak waktu bagi manajemen untuk mengelola klub dan menempatkan fokus untuk mengeksekusi rencana-rencana pemasaran di Asia, seperti yang selalu digaungkan pada awal kepemilikan baru. Dengan fokus yang terbagi rata antara di lapangan dan di luar lapangan ini, seharusnya manajemen tidak perlu membebankan target terlalu tinggi secara terburu-buru. Sebuah pertanda baik?
Jika melihat dari sisi pengelolaan, mungkin iya. Bagaimanapun ambisiusnya sebuah proyek, tetap saja membutuhkan proses untuk dapat menuai hasil yang diinginkan. Lihatlah bagaimana perjalanan Juventus untuk merajai Serie A setelah melalui proses yang teramat panjang. Lihat juga bagaimana kiprah Napoli yang merangkak tertatih sejak era presiden Aurelio de Laurentiis, lalu baru menunjukkan hasilnya belakangan ini.
Setidaknya, manajemen baru Milan telah menunjukkan bahwa mereka memiliki perencanaan yang serius dalam upaya membangkitkan sang raksasa yang tengah tertidur panjang. Kemampuan dalam membaca situasi dan melakukan tindakan perbaikan yang perlu, merupakan indikasi dari manajemen yang serius dan tidak berbelit-belit dalam mengambil keputusan.
Author: Aditya Nugroho (@aditchenko)