Nasional Bola

Regulasi Marquee Player di Liga 1: Sebaiknya Dilanjutkan atau Dihentikan?

“Ini gara-gara kamu tidak bisa melindungi pemain dengan baik. Situasi emosional atas pelanggaran kepada kami seperti sengaja dengan tidak mengeluarkan pemain ini (Indra Kahfi)”. Kalimat tersebut terlontar dari mulut Peter Odemwingie yang ditujukan pada wasit setelah ia diberi kartu merah dalam laga kontra Bhayangkara FC, seperti yang diungkap Fachruddin Aryanto di situsweb resmi Madura United.

Tak berhenti sampai di situ, perasaan kecewa yang sangat mendalam dari Odemwingie juga ia limpahkan ke media sosial. Di akun Instagram pribadinya, ia mengunggah foto-foto bukti pelanggaran keras yang didapatnya saat melawan Bhayangkara FC.

https://www.instagram.com/p/BbSIWqtFCAb/

Di foto tersebut, tampak sangat jelas punggung kaki dan tulang kering Odemwingie mengalami bengkak yang cukup serius. Ditambah dengan situasi tak kondusif yang dirasakannya di ruang ganti pemain pada pertandingan itu, seakan-akan semakin meyakinkan dirinya untuk tidak melanjutkan karier di Liga Indonesia.

Seperti yang telah ramai diberitakan sebelumnya, Odemwingie sudah membulatkan tekadnya untuk tidak melanjutkan karier di Indonesia, walaupun Oktober lalu telah meneken perpanjangan kontrak di Madura United hingga musim depan.

Haruna Soemitro selaku manajer tim Madura United mengungkapkan bahwa klub belum bisa melayani marquee player selevel Odemwingie. Lebih lanjut, Achsanul Qosasi yang merupakan presiden Madura United mengatakan sang pemain telah mengembalikan uang muka dari kontraknya, dan tidak bersedia lagi bermain di Indonesia.

Sangat disayangkan, karena Odemwingie sendiri mengaku sangat nyaman tinggal di Madura, dan sudah berteman akrab dengan beberapa penggawa Laskar Sapeh Kerrab seperti Greg Nwokolo yang senegara dengannya, dan Dane Milovanović.

Mengontrak marquee player tidak sekadar membayar gaji

“Yang paling mendasar adalah supporting dari klub ini belum bisa melayani marquee player setingkat Odemwingie, maka itu akan terbukti menjadi masalah. Karena ada dari sembilan pertandingan Odemwingie tidak main, yang mungkin the real cedera hanya dua-tiga minggu. Selebihnya mungkin karena dia kecewa dengan apa yang diberikan oleh klub ini dan hal ini tidak boleh sampai diteruskan.”

“Apapun, jujur saja apa yang diharapkan dengan apa yang dinyatakan dengan Peter berbeda. Meskipun Peter sudah menandatangani perpanjangan kontrak pada 5 Oktober yang lalu untuk musim depan, tapi menurut evaluasi, kami pastikan bahwa Peter akan kami terminasi dengan mekanisme win-win solution.”

Pernyataan tersebut dilontarkan oleh manajer tim Madura United, Haruna Soemitro, terkait pemutusan kontrak Odemwingie. Dari penggalan wawancara yang dikutip dari Goal tersebut, bisa disimpulkan bahwa memenuhi keperluan marquee player tidaklah mudah.

Mengontrak marquee player tidak hanya sebatas membayar gaji dan memberikan bonus, tapi juga bagaimana memberikan rasa aman dan nyaman kepada mereka.

Gabriel Budi Liminto, salah satu agen pemain di Indonesia dengan jumlah klien marquee player yang cukup banyak, juga pernah membeberkan betapa rumitnya mengurusi kebutuhan marquee player.

Marquee player lebih sulit pendekatannya, karena mereka punya rekam jejak yang bagus, standar mainnya juga tinggi. Kita harus jelaskan dulu, sepak bola Indonesia bagaimana, Asia juga. Intinya harus sabar, karena karakter pemain beda-beda, sebab ada yang arogan juga.” ujarnya ketika kami berbincang-bincang beberapa waktu yang lalu.

Kemudian, Ruddy Widodo, selaku manajer umum Arema FC, mengatakan bahwa regulasi marquee player tidak membawa keuntungan signifikan bagi klub peserta kompetisi.

“Di Kongres Tahunan PSSI nanti, Arema akan usul penghapusan marquee player untuk liga musim depan. Sejauh mana sih keuntungan marquee ini? Lebih baik regulasi pemain asing yang ada di aturan AFC langsung diadopsi, misal 3+1 atau 4+1, tentunya dengan verifikasi ketat,” ungkap Ruddy seperti dikutip dari Wearemania.net.

Masih dari sumber yang sama, Ruddy juga mengatakan bahwa dengan dihapusnya regulasi marquee player, tim lain yang tidak mampu tetap bisa membeli pemain asing sesuai dengan budget pemain asing biasa, dengan catatan syarat dan ketentuannya tetap harus diperketat, Tujuannya agar kualitas pemain asing di Liga Indonesia tetap terjaga.

Peter Odemwingie

Jadi sebaiknya bagaimana?

Berkaca dari situasi terkini di Liga 1, saya juga setuju dengan yang diutarakan kubu Arema FC. Dengan iklim kompetisi yang carut-marut, kompetisi di negeri ini bisa dikatakan belum siap untuk mewadahi pemain-pemain dengan karier mentereng yang pernah bermain di liga-liga top Eropa.

Kita bisa ambil contoh dari Peter Odemwingie. Sebagai pemain yang namanya cukup tenar di sepak bola internasional, pengalaman yang ia ungkapkan terkait masa-masa bermain di Indonesia dapat semakin memperburuk citra sepak bola nasional di mata dunia.

Atau Mohamed Sissoko misalnya, yang namanya tercatut di kasus Mitra Kukar dengan Bhayangkara FC, padahal ia tidak salah apa-apa. Situasi semacam ini bisa membuat sang pemain tidak nyaman, dan meninggalkan kesan di benaknya bahwa Liga Indonesia adalah kompetisi yang kelam.

Baca juga: Penjelasan tentang Kasus Mitra Kukar dan Bhayangkara FC

Menurut saya, regulasi designated player di Major League Soccer (MLS) adalah contoh terbaik bagaimana memperlakukan mantan pemain internasional. Dari David Beckham hingga Andrea Pirlo, hampir semuanya bahagia di Amerika Serikat dan membawa dampak positif bagi kompetisi di Negeri Paman Sam tersebut.

Klub pun diuntungkan dengan performa bagus pemainnya yang berujung pada good marketing, sedangkan sang pemain juga puas dengan pencapaiannya selama berkarier di sana. Hasilnya adalah, MLS memiliki citra positif sebagai liga yang layak disinggahi oleh pemain-pemain top dunia di senja kariernya.

Oleh sebab itu, saya rasa regulasi marquee player di Liga 1 masih terlalu dini untuk diterapkan. Lebih baik kompetisi ini dibangun dulu berdasarkan aturan yang pasti, yang benar-benar kokoh dan tidak diubah-ubah lagi, baru memikirkan bagaimana caranya mempercantik kompetisi dengan pemain-pemain bertaraf internasional.

Meningkatkan kualitas kompetisi tidak melulu harus dilakukan dengan memperbanyak pemain dengan nama besar. Toh, di musim ini, marquee player yang terhitung sukses tidak sebanyak jumlah jari di satu tangan.

Kita bisa menarik mundur ingatan kita ke belakang. Tanpa pemain berlabel marquee player, Liga Indonesia tetap dapat berlangsung secara meriah dengan aksi-aksi berkelas dari Dejan Gluščević, Gustavo Hernan Ortiz, Cristian Gonzales, hingga Keith ‘Kayamba’ Gumbs. Bahkan, top skor Liga 1 musim ini tidak berpredikat marquee player, kalau Anda sadar.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.