Bagi publik Inggris, Piala Eropa 1996 menyisakan kenangan yang pahit. Tim nasional (timnas) The Three Lions yang sebelum turnamen begitu yakin akan merebut gelar juara, ternyata harus mengakui keunggulan Jerman melalui drama adu penalti pada babak semifinal, yang membuat publik tertunduk lesu. Akan tetapi, dari turnamen inilah publik Inggris kemudian mengenal dekat pemain-pemain berkelas dunia yang menjadi bintang pada turnamen ini. Salah satunya adalah Patrik Berger.
Ya, Berger dan timnas Republik Ceko merupakan fenomena pada kejuaraan empat tahunan ini. Bagaimana tidak, mereka mampu menembus babak final dengan menyingkirkan negara-negara yang secara tradisi lebih kuat. Italia mereka singkirkan pada penyisihan grup, lalu Portugal dan Prancis mereka sisihkan pada babak perempat-final dan semifinal.
Mengawali kedatangan bintang-bintang dunia ke Inggris
Kiprah mengesankan sebuah negara dalam kejuaraan semegah Piala Eropa tentu meroketkan popularitas para pemainnya. Timnas Republik Ceko pun demikian. Dari turnamen inilah Pavel Nedved, Karel Poborsky, Vladimir Smicer, Radek Bejbl dan termasuk Berger, memperkenalkan diri kepada publik sepak bola Inggris dan dunia. Pasalnya setelah turnamen ini, para pemain tersebut langsung mendapat banyak klub peminat. Nedved diboyong Lazio, Smicer ke RC Lens, Bejbl ke Atletico Madrid, dan Poborsky bersama Berger ke Inggris meski berbeda klub tujuan.
Baca juga: Jatuh Hati pada Pavel Nedved, Sang “Czech Fury”
Poborsky memilih bergabung dengan Manchester United, sementara Berger menuju sang rival, Liverpool. Dua pemain ini memang membuat publik Inggris terkesima. Poborsky, pemain yang dijuluki Si Kereta Cepat, tampil begitu memukau yang puncaknya dapat disaksikan ketika mencetak gol indah tendangan lob ke gawang Portugal pada babak perempat-final.
Sementara Berger, menggabungkan permainan elegan dan tendangan-tendangan jarak jauh kaki kiri yang keras, dianggap sebagai salah satu pemain terbaik di turnamen ini. Liverpool jelas beruntung mendapatkan tanda tangan pemain yang saat itu baru berusia 23 tahun itu dari juara Bundesliga pada tahun tersebut, Borussia Dortmund.
Kepindahan Berger ke Liverpool bukan hanya dilatarbelakangi ketidakcocokan sang pemain dengan klub lamanya. Memang, oleh pelatih Dortmund saat itu, Ottmar Hitzfeld, Berger ditempatkan sebagai gelandang bertahan, yang mana posisi ini tidak disukainya. Namun selain itu, Berger juga menganggap kepindahannya ke klub ini sebagai impian yang menjadi kenyataan.
Saat Berger datang, Liverpool dihuni kebanyakan pemain Inggris ataupun Irlandia dan Wales. Tercatat hanya Stig Inge Bjornebye dan kiper ketiga Joergen Nielsen, yang merupakan pemain luar Britania, itupun berasal dari wilayah Skandinavia yang memang tidak asing lagi bagi publik Inggris karena gaya permainan mereka cukup mirip. Namun, Berger jelas berbeda.
Kedatangan Berger yang akan memberi warna kontinental dalam permainan Liverpool diantisipasi dengan penuh gairah dan rasa penasaran. Akan tetapi, Berger mengawali kariernya dengan kurang mulus. Cedera yang didapatnya jelang musim bergulir menghalanginya untuk memainkan debutnya bersama klub yang begitu berambisi memenangkan Liga Primer Inggris.
Namun demikian, musim perdana dijalani Berger dengan cukup mengesankan. Dua golnya dalam laga melawan Leicester City dan Chelsea membuktikan bahwa Liverpool memang tidak salah membelinya. Ciri khas gol-golnya pun mirip, yaitu tendangan keras jarak jauh dengan kaki kiri yang melesat ke pojok atas gawang lawan. Berkat kualitas yang dimilikinya, gol dengan tingkat kesulitan tinggi semacam itu seperti mudah saja dibuatnya.
Kedatangan Berger pada era sebelum media sosial dan kanal pembagi video muncul tidak hanya mengejutkan publik Liverpool, tetapi juga publik Inggris. Bagi Liverpool, Berger dapat menjadi jawaban mereka atas kegemilangan Eric Cantona di kubu Manchester United, Jürgen Klinsmann di kubu Tottenham Hotspur, atau Gianfranco Zola di kubu Chelsea, tiga pemain asing lainnya yang begitu menonjol di Liga Primer Inggris pada era itu, era yang mengawali eksodus besar bintang-bintang sepak bola dunia ke Inggris.
Pasang-surut dan kenangan yang tak memudar
Namun memang masa-masa indah pada awal kedatangan tidak dapat terus dirasakan sang pemilik rambut gondrong ini. Ia sempat merasa tidak cocok dengan pelatih saat itu, Roy Evans, hal yang kemudian mereduksi menit bermainnya.
Beruntung bagi Berger, pergantian pelatih dari Evans kepada Gerard Houllier memperpanjang masa edarnya di Stadion Anfield. Bersama pelatih asal Prancis ini, Berger kembali mendapatkan peran penting di lini tengah. Musim 1999/2000, ia mampu mencetak sembilan gol di Liga Primer Inggris.
Cedera lutut kemudian menjadi masalah serius selanjutnya bagi pemilik tinggi badan 185 sentimeter ini. Musim kompetisi 2000/2001 di mana Liverpool meraih gelar di ajang Piala Charity Shield, Piala FA, dan Piala UEFA, justru banyak dihabiskan Berger di bangku cadangan. Meski demikian, ia turut berkontribusi besar dalam kemenangan di Piala FA dan Piala UEFA.
Selepas momen tersebut, cedera lutut kambuhan memang menjadi penghalang Berger untuk terus bertahan di Anfield. Meski demikian, tujuh musim yang dihabiskannya di Liverpool dikenangnya dengan sangat baik meski kemudian ia pindah ke sesama klub Inggris yaitu Portsmouth, Aston Villa, dan Stoke City.
Liverpool tetap menjadi klub kebanggaan Berger, bahkan hingga ia pensiun dari dunia sepak bola profesional. Dalam akun Instagram miliknya @paddypb23, Berger kerap membagikan foto-foto lamanya saat ia masih berseragam Liverpool maupun foto-foto terkini saat ia memainkan pertandingan eksebisi bersama eks rekan satu timnya.
Satu hal yang membuktikan rasa kebanggaan yang tidak pernah pudar, bahwa dalam karier sepak bola profesionalnya yang membentang dari tahun 1991 hingga 2010, ada nama Liverpool yang membuatnya begitu terkesan. Dan sudah semestinya para pendukung Liverpool membalas kecintaan dan kebanggaan Berger yang begitu besar itu, meski Berger gagal mempersembahkan gelar juara liga yang begitu didambakan.
Hari ini (10 November) adalah hari ulang tahun Berger yang ke-44. Selamat ulang tahun, Patrik!
Author: Aditya Nugroho (@aditchenko)