Nasional Bola

Naturalisasi sebagai Jalan Mempertahankan Eksistensi

Tepat pada hari Selasa (24/10/2017), pemerintah Indonesia resmi mengabulkan permohonan naturalisasi penyerang Bhayangkara FC kelahiran Montenegro, Ilija Spasojevic. Kebijakan naturalisasi memang sudah jamak dilakukan oleh berbagai negara di dunia khususnya dalam dunia olahraga.

Publik mengingat nama Marcos Senna yang berhasil meraih gelar juara Eropa 2008 bersama Spanyol, meski dirinya lahir di Brasil. Meski memang, masih ada negara yang menyangsikan kehadiran para pemain asing di dalam tim nasional mereka seperti apa yang masih terjadi di Italia. Dalam lingkup Asia Tenggara, kebijakan naturalisasi warga negara asing dipercaya bisa menjadi katalisator dalam upaya meraih prestasi.

Singapura sempat dikenal sebagai negara yang begitu bergantung dengan kehadiran para pemain naturalisasi. Mundur beberapa tahun ke belakang, Singapura begitu perkasa dengan raihan tiga gelar Piala AFF (yang dulu namanya Piala Tiger) saat para pemain naturalisasi macam Agu Casmir, Daniel Bennet, Itimi Dickson, hingga Precious Emuejeraye, masih menjadi andalan The Lions.

Tim nasional Filipina menjadi contoh selanjutnya dari keberhasilan kebijakan pemain naturalisasi. Hadirnya para pemain naturalisasi di tim The Azkals membuat Filipina berhasil menjadi negara yang diperhitungkan di kancah sepak bola Asia Tenggara. Dampak instannya dapat dirasakan dengan mulai berprestasinya tim nasional sepak bola Filipina pada ajang Piala AFF.

Meski belum pernah berhasil mencicipi gelar juara, keberhasilan mencapai babak semifinal pada tahun 2010, 2012, 2014 adalah sebuah pencapaian yang baik mengingat Filipina dulu hanya dianggap sebagai tim “pelengkap” saja.

Tren naturalisasi pada akhirnya sampai ke Tanah Air, yang didorong akan kerinduan prestasi tim nasional. Kerinduan ini membuat PSSI dan pemerintah memulai kebijakan naturalisasi warga negara asing meski dikecam beberapa pihak. PSSI pun mulai bergerak mencari dan menyeleksi pemain-pemain yang dapat memenuhi persyaratan menjadi warga negara Indonesia.

Akhirnya Piala AFF 2010 menjadi panggung perdana pemain naturalisasi, Cristian Gonzales, dan pemain blasteran Indonesia-Belanda, Irfan Bachdim, dalam balutan seragam tim Garuda. Meski harus kembali gagal di partai puncak, penampilan kedua pemain tersebut membuat PSSI tak jera untuk kembali menggunakan para pemain naturalisasi dan blasteran.

Sejak saat itu semakin banyak pemain asing maupun keturunan Indonesia mendapatkan paspor Indonesia, sebut saja Greg Nwokolo, Diego Michiels, Johnny van Beukering, Tonnie Cusell, Raphael Maitimo, Sergio van Dijk, Victor Igbonefo, Bio Paulin, Stefano Lilipaly, hingga yang terbaru, Ezra Walian. Daftar itu masih bertambah dengan kencangnya rumor Sandy Walsh, yang kabarnya sudah direkomendasikan PSSI untuk dinaturalisasi.

Alasan yang mulai bergeser

Salah satu alasan mengapa banyak pemain asing rela berpindah kewarganegaraan adalah kesempatan untuk bermain di tim nasional yang mungkin tidak mereka dapatkan di negara asal mereka. Jika untuk berlaga di Piala Eropa bersama Belanda terasa delusional, bermain bersama tim nasional Indonesia bisa menjadi solusi yang diambil para pemain keturunan Indonesia.

Kondisi yang tidak jauh berbeda bagi para pemain yang datang dari negara-negara Amerika Latin dan Afrika. Itu pula yang ditangkap oleh federasi sepak bola negeri ini. Sadar para pemain asing memiliki kemampuan yang lebih baik dari para pemain lokal, PSSI mencoba memanfaatkan kualitas para pemain impor untuk meraih prestasi yang sudah lama dirindukan.

Kondisinya mungkin sedikit berbeda untuk hari-hari ini. Kesempatan bermain di tim nasional Indonesia tidak lagi begitu seksi untuk para pemain asing yang telah bertahun-tahun beradu nasib di negeri ini. Regulasi yang sering berganti-ganti perihal pemain asing, menjadi alasan yang kuat untuk segera berganti kewarganegaraan menjadi WNI (Warga Negara Indonesia).

Baca juga: Ezra Walian dan Urgensi Naturalisasi bagi Timnas Indonesia

Ketidakpastian di setiap musimnya perihal jumlah pemain asing yang diperbolehkan dimiliki satu klub, tentu meresahkan bagi semua pemain asing yang mulai tidak berada pada kondisi terbaiknya. Maka dari itu, beralih status menjadi pemain lokal adalah salah satu cara untuk menjaga eksistensi mereka di Liga Indonesia.

Hal ini bisa dilihat dari minimnya kontribusi segelintir pemain naturalisasi terhadap perkembangan tim nasional Indonesia. Beberapa dari mereka hanya menumpang lewat, barang satu-dua pertandingan di tim Garuda, sebab selebihnya mereka menikmati berbagai privilege setelah memiliki paspor berlambang Garuda. Sebut saja sosok seperti Tonnie Cussel dan Jhony van Beukering, yang kini sudah ‘pensiun’ dari timnas Garuda.

Itu pula yang (mungkin) membuat nama-nama seperti Otavio Dutra, Esteban Vizcara, dan Shohei Matsunaga, begitu berhasrat untuk segera berganti kewarganegaraan menjadi WNI menyusul Herman Dzumafo dan Guy Junior yang sudah menjadi warga negara Indonesia terlebih dahulu.

Dengan menjadi warga negara Indonesia, para pemain asing tersebut memiliki kesempatan yang lebih besar untuk tetap bermain di Liga Indonesia. Mereka tidak lagi perlu untuk memperebutkan jatah pemain asing yang mungkin hanya sedikit sekali dari total skuat suatu tim.

Hak istimewa ini pun bisa dimanfaatkan oleh tim-tim di Liga 1 maupun Liga 2. Di Liga 2 contohnya, PSPS Riau dapat menggunakan jasa penyerang bongsor kelahiran Kamerun, Herman Dzumafo, yang sudah menjadi WNI sejak awal tahun 2017. Menanggalkan status pemain asing menjadi jalan terakhir untuk para pemain asing yang mulai tidak percaya diri untuk bersaing dengan para pemain asing lainnya yang mungkin jauh lebih muda dan lebih berkualitas.

Namun, terlepas apapun alasan para pemain impor berganti kewarganegaraan, harapannya, kebijakan ini kelak benar-benar membawa kebaikan untuk sepak bola Indonesia.

Author: Daniel Fernandez (@L1_Segitiga)