Bisa jadi saya tidak bersama dengan Anda atau sebagian besar penggemar Bali United yang merayakan kedatangan Stefano Lilipaly ke klub mereka. Juga tidak bersama dengan Anda yang senang pemain blasteran asal Belanda ini akan kembali berkiprah di kancah sepak bola Indonesia, setelah terakhir kali memperkuat Persija Jakarta pada tahun 2015 lalu.
Ini pertanyaan serupa yang ingin saya ajukan ketika Bambang Pamungkas dan Elie Aiboy memilih untuk pulang kembali ke Indonesia setelah dua musim yang hebat bersama Selangor FA di Malaysia. Mengapa mereka tidak bertahan di Malaysia untuk memperkuat kesebelasan yang lainnya?
Pertanyaan ini juga ingin saya ajukan kepada para pesepak bola Indonesia yang berkarier di luar negeri. Tidak bertahan lama, lalu memilih untuk pulang ke Tanah Air. Terutama kepada Evan Dimas yang punya kesempatan berkali-kali untuk berkarier di luar Indonesia.
Saya pribadi sering mengalami diskusi menarik dengan banyak orang soal pesepak bola Indonesia yang berkarier di luar negeri. Ada beberapa yang menganggap bahwa berkarier di luar negeri itu sekadar “gaya-gayaan”. Ada beberapa juga yang menganggap ketimbang bermain di divisi rendah di luar negeri, lebih baik bermain di kompetisi level tertinggi di negeri sendiri. Well, semua alasan tersebut masuk akal.
Soal pulang kembali ke rumah sendiri pun merupakan sesuatu yang sulit ditolak. Ketimbang bersulit-sulit di negeri orang, yentu rasanya lebih baik nyaman di rumah sendiri. Kalau soal peningkatan kompetisi, saya masih belum mendapatkan rasionalisasinya. Memang dalam beberapa aspek, kompetisi Indonesia sedikit lebih baik dengan beberapa negara di Asia Tenggara. Tapi, negara kita juga ketinggalan jauh dari beberapa negara lain terutama soal profesionalitas kompetisi.
Tetapi saya masih percaya apabila bermain di luar negeri akan meningkatkan kualitas sepak bola negeri ini. Intinya soal belajar sepak bola dari sudut pandang yang berbeda. Karena dengan melihat sudut pandang yang berbeda, kita akan mendapatkan pengetahuan baru yang kemudian akan meningkatkan kemampuan diri.
Anda tentu bisa melihat bagaimana perubahan permainan Andik Vermansyah setelah lama bermain di Malaysia dan Irfan Bachdim setelah bermain di Jepang. Andik tidak lagi asal berlari meggunakan kecepatannya, sementara Irfan secara aspek teknis jauh lebih matang. Bahkan Dedi Gusmawan, buat saya pribadi, tampil lebih baik semenjak ia bermain di Liga Myanmar. Dedi tidak lagi grasak-grusuk ketika mengawal pertahanan.
Kejadian-kejadian yang lalu membuat saya sangat berharap Ezra Walian bisa lulus dari masa seleksinya bersama West Ham United. Ataupun jika tidak berhasil, ia mesti mencoba kembali. Terus dan terus mencoba sampai batas terakhir. Anda pun bisa melihat sendiri dalam rekaman-rekaman pertandingan bagaimana kemampuan dari seorang Ezra Walian. Saya percaya dengan kemampuannya, ia bisa tampil di Eropa.
Jangan sampai ia jadi seperti Stefano Lilipaly, yang pernah dalam suatu masa disebut-sebut sebagai Andres Iniesta yang baru. Kini, ia hanya bermain di kompetisi yang negaranya berada di peringkat 175 versi FIFA. Atau lebih tragis seperti Ruben Wuarbanaran yang bahkan kini kabarnya tidak diketahui lagi.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia