Keberhasilan Ajax Amsterdam menggamit banyak titel di era 1990-an yang lalu, baik gelar Eredivisie, Piala KNVB, Johan Cruyff Schaal, Liga Champions, Piala UEFA (kini Liga Europa), Piala Super Eropa, dan Piala Interkontinental, membuat para penggawanya dilabeli sebagai golden generation. Salah satu di antaranya tentu sang penjaga gawang, Edwin van der Sar.
Layaknya para pesepak bola yang lain, van der Sar juga telah menampakkan ketertarikannya terhadap sepak bola sedari belia. Foreholte dan VV Noordwijk menjadi tempatnya menimba ilmu.
Sampai akhirnya, van der Sar yang memiliki kemampuan cakap dalam mengawal gawang dan mengomandoi sektor belakang, memikat atensi dari Ruud Bröring, pelatih tim muda Ajax. Dirinya lantas merekomendasikan nama van der Sar kepada Louis van Gaal yang saat itu menjabat sebagai asisten pelatih.
Kualitas van der Sar muda yang mumpuni pada akhirnya membuat van Gaal dan atasannya, Leo Beenhakker, sepakat untuk mencomotnya dari VV Noordwijk. Bersamaan dengan cederanya kiper utama, Stanley Menzo, jalan van der Sar untuk mencicipi debut bersama Ajax pun langsung terbuka di musim pertama.
Konsistensi dan performa apiknya di bawah mistar, bikin lelaki yang hari ini genap berusia 47 tahun tersebut jadi pilihan utama De Godenzonen per musim 1992/1993. Situasi ini juga yang memaksa Menzo untuk minggat dari Ajax dan bergabung dengan PSV Eindhoven di musim panas 1994.
Selama sembilan musim membela panji De Godenzonen, karier van der Sar memang berjalan sangat ciamik. Secara keseluruhan, dirinya sukses menggamit 14 titel juara dari beberapa kompetisi yang saya sebutkan di paragraf pertama.
Dalam kurun waktu yang sama pula, van der Sar mencatat 312 penampilan di seluruh kompetisi yang diikuti Ajax dan sanggup menyumbang satu biji gol lewat titik putih. Gol itu dibukukan sang kiper pada laga melawan De Graafschaap di pekan terakhir ajang Eredivisie musim 1997/1998.
Berkat pencapaian-pencapaian fantastis itu, van der Sar menarik minat sejumlah klub Eropa. Klub raksasa dari Italia, Juventus, jadi pihak yang beruntung bisa mengamankan jasa van der Sar usai meminangnya dengan harga 9,3 juta euro pada bursa transfer musim panas 1999 dan menjadikannya sebagai kiper asing pertama yang mengawal gawang klub asal Turin tersebut.
Namun sial bagi van der Sar, meski dirinya selalu jadi pilihan utama di bawah mistar La Vecchia Signora, performanya kurang begitu maksimal. Van der Sar pun dihujani kritik, salah satunya terkait kemampuannya dalam menghalau sepakan-sepakan mendatar.
Dua musim membela Juventus, van der Sar tak sanggup menyumbang gelar bergengsi selain Piala Intertoto 1999. Didorong keputusan manajemen La Vecchia Signora yang mendatangkan Gianluigi Buffon pada jendela transfer tahun 2001, van der Sar pun mengutarakan niatnya untuk hijrah karena tak ingin menjadi pilihan nomor dua.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, hasrat van der Sar untuk pindah disambut oleh tim promosi di Liga Primer Inggris, Fulham. Bermodal kocek sebesar 7 juta paun, klub yang berkandang di Stadion Craven Cottage itu pun sukses memboyong van der Sar ke Inggris.
Kontinuitas bermain yang diidam-idamkan van der Sar memang diperolehnya secara maksimal di Fulham. Bersama klub yang berbasis di kota London ini, van der Sar kembali mencicipi ‘gelar’ Piala Intertoto pada tahun 2002.
Penampilan cemerlang van der Sar bareng Fulham lantas memikat atensi dari pelatih Manchester United di era 2000-an, Sir Alex Ferguson. Terlebih, kemampuan Tim Howard dan Roy Carroll yang menjadi andalan The Red Devils selepas hengkangnya Fabien Barthez, dinilai kurang mumpuni.
Baca juga: Beberapa Pelajaran dari Kisah Sukses Sir Alex Ferguson di Manchester United
Berbekal dan sebesar 2 juta paun, United pun sukses membawa van der Sar berlabuh di Stadion Old Trafford jelang bergulirnya musim 2005/2006. Semenjak saat itu, kisah petualangan van der Sar di kota Manchester begitu penuh dengan warna.
Dianggap Sir Alex sebagai penjaga gawang terbaik yang bisa dimiliki United setelah Peter Schmeichel, van der Sar tampil sebagai tembok kokoh di bawah mistar. Bersama nama-nama seperti Rio Ferdinand, Ryan Giggs, Gary Neville, dan Paul Scholes, Van der Sar berhasil mengunci empat gelar Liga Primer Inggris, dua Piala Liga, tiga titel Community Shield, dan masing-masing satu trofi Liga Champions dan Piala Dunia Antarklub.
Hanya dalam rentang enam musim membela panji The Red Devils, van der Sar sukses mencatat 266 penampilan di semua kompetisi. Dari ratusan partai tersebut, Van der Sar sanggup membukukan clean sheets di 135 kesempatan.
Selain jadi pilihan utama di beberapa klub yang pernah diperkuatnya, van der Sar juga kiper nomor satu di tim nasional Belanda. 130 caps yang didapatnya selama 13 tahun berseragama De Oranje merupakan bukti sahih yang sulit dibantah. Torehan itu sendiri membuatnya duduk sebagai kiper dengan caps terbanyak sepanjang sejarah timnas Belanda.
Lelaki yang merupakan suami dari Annemarie van Kesteren ini mengakhiri karier sepak bolanya pada Mei 2011 kemarin. Laga terakhirnya sebagai pesepak bola profesional dilaluinya saat mentas bareng Manchester United di final Liga Champions 2010/2011 melawan Barcelona.
Sedikit trivia, van der Sar masih tercatat sebagai penjaga gawang dengan prestasi paling banyak kedua di dunia setelah Vitor Baia. Dirinya juga berstatus sebagai pemain tertua yang sukses mengangkat trofi Liga Primer Inggris di usia 40 tahun 205 hari.
Usai pensiun, warna-warni karier sepak bola van der Sar berlanjut di level manajerial. Dimulai dengan jabatan direktur pemasaran, pria dengan postur 197 sentimeter itu kini berstatus sebagai Chief Executive Officer (CEO) Ajax.
Fijne verjaardag, Edwin.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional