Kolom Eropa

Marc Overmars: Si Pelari Kencang

Datang sebagai figur anyar yang dibebani target untuk mengembalikan kejayaan sebuah tim merupakan tantangan paling besar yang dirasakan oleh para pelatih sepak bola, khususnya kesebelasan-kesebelasan papan atas. Hal itu pula yang dialami oleh laki-laki asal Prancis bernama Arsene Wenger ketika 1 Oktober 1996 silam, ditunjuk sebagai pelatih baru Arsenal.

Sialnya, nada-nada sumbang mengiringi kedatangannya. Baik dari para penggawa Arsenal, suporter setianya maupun media-media sepak bola Inggris yang reputasi sinismenya sudah sangat populer di seluruh dunia.

Meski dihujani banyak sekali pertanyaan dan juga kritik, manajemen Arsenal tak menganulir keputusan mereka, Bagi mereka, keputusan mengangkat Wenger adalah hal terbaik yang bisa dibuat kala itu.

Wenger sendiri tampak begitu yakin bisa mengemban tugas mahaberat yang diletakkan di pundaknya. Menanamkan filosofi bermain yang dianutnya jadi hal pertama yang Wenger lakukan. Hal tersebut lantas berlanjut dengan membenahi skuat agar sesuai dengan ide-ide yang diusungnya.

Di musim perdananya (1996/1997), Wenger sanggup mengantar The Gunners duduk di peringkat ketiga klasemen akhir. Tony Adams dan kawan-kawan saat itu bahkan pernah mencicipi rasanya nangkring di puncak klasemen. Sayangnya, di tiga ajang lain yang Arsenal ikuti yakni Piala FA, Piala Liga dan Piala UEFA (kini Liga Europa), mereka kudu angkat koper lebih cepat akibat rontok di fase-fase awal.

Kondisi tersebut membuat Wenger berpikir cukup keras agar performa klub bisa lebih baik di musim 1997/1998. Berbagai upaya ditempuhnya demi memperbaiki penampilan tim secara keseluruhan, termasuk aktif di bursa transfer. Ada sekian nama yang diboyong sang pelatih ketika itu, mulai dari Matthew Upson sampai Christopher Wreh. Namun pembelian termahalnya ketika itu adalah winger asal Belanda, Marc Overmars.

Ditebus dengan mahar sebesar 7 juta paun, keberhasilan Wenger mendapatkan jasa Overmars juga tak lepas dari kritik tajam. Poin utama dari kritikan tersebut adalah keraguan terhadap kondisi kebugaran Overmars. Pasalnya, sang winger sempat terkena cedera ligamen yang membuatnya harus menepi cukup lama dari lapangan hijau kala masih berseragam Ajax Amsterdam. Kondisi itu pula yang memaksa pelatih tim nasional Belanda, Guus Hiddink, tak memanggilnya saat De Oranje bertempur di Piala Eropa 1996.

Namun selayaknya manajemen Arsenal yang bersikukuh mengangkat Wenger sebagai pelatih anyar semusim sebelumnya, sang monsieur pun tak bergeming atas banjir kritik yang diterimanya perihal Overmars. Bersama gelandang asal Prancis, Emmanuel Petit, Overmars diperkenalkan secara resmi di hadapan publik London Utara tepat pada tanggal 1 Juli 1997.

Dalam formasi 4-4-2 yang sering dimainkan Wenger pada saat itu, Overmars sering mengisi pos gelandang sayap kiri meskipun tidak berkaki kidal. Berbekal kecepatan dan kemampuan olah bola yang baik, sang winger lincah kerap bikin pemain belakang lawan yang menjaganya kelabakan saat melakoni duel.

Kehadiran pemain berjuluk Roadrunner (mengacu pada tokoh kartun milik Warner Bros yang punya kecepatan tinggi) ini menyediakan opsi ancaman dalam fase menyerang Arsenal. Dirinya bisa menjadi pemberi umpan matang dari sektor sayap maupun mengeksekusinya secara langsung usai menerima umpan-umpan terobosan.

Salah satu momen penting yang lantas membuat nama Overmars harum dalam perbincangan suporter The Gunners adalah gol kemenangan yang dibuatnya di Stadion Old Trafford saat Arsenal mempecundangi Manchester United dengan skor tipis 1-0.

Kemenangan anak asuh Wenger di laga tersebut membuat mereka sukses merapatkan jarak dengan The Red Devils yang saat itu duduk di puncak klasemen. Raihan tiga angka di Manchester itu sendiri masuk ke dalam rangkaian sepuluh kemenangan beruntun yang dibukukan Arsenal di penghujung musim 1997/1998. Arsenal pun sanggup mengkudeta The Red Devils di puncak klasemen hanya beberapa pekan jelang liga usai sampai akhirnya keluar sebagai jawara Liga Primer Inggris.

Gelar kedua berupa Piala FA yang didapat Arsenal di musim 1997/1998 juga tak lepas dari sumbangsih Overmars. Bertemu Newcastle United di babak final, sosok asal Belanda itu lagi-lagi menciptakan gol dengan salah satu skema yang biasa diterapkan Arsenal ketika itu. Pertandingan itu sendiri berkesudahan dengan skor 2-0.

Disaksikan oleh sekitar 80.000 pasang mata yang memadati Stadion (Old) Wembley itu, Wenger melayangkan pujian buat Overmars.

“Publik telah menganggap Overmars sudah habis akibat cedera ligamen parah yang menderanya. Akan tetapi, di partai-partai genting yang Arsenal jalani musim ini, dirinya selalu mencetak angka. Overmars memiliki mentalitas yang sangat kuat karena dirinya adalah pemain kelas dunia.”

Performa gemilang Overmars tersebut membuat Hiddink yang ketika itu masih menjabat sebagai pelatih De Oranje menyertakannya ke skuat yang akan berlaga di Piala Dunia 1998. Tampil dengan cukup baik, nahasnya Belanda mesti puas keluar tim peringkat empat di akhir turnamen itu.

Overmars sendiri menghabiskan kariernya di London Utara sampai dua musim berikutnya sebelum menerima tawaran Barcelona di akhir musim 1999/2000. Peresmian kepindahannya ke kubu Los Cules terjadi seusai Overmars membela timnas Belanda di Piala Eropa 2000.

Ironisnya, pasca-hijrah ke Stadion Camp Nou, Overmars malah gagal mengantar Barcelona meraih satu titel pun. Pasalnya kubu El Barca kala itu kerap menggonta-ganti pelatih, mulai dari Lorenzo Serra Ferrer, Carles Rexach, Louis Van Gaal, Radomir Antic sampai Frank Rijkaard sehingga mengganggu kestabilan tim di setiap musim.

Di sisi lain, Overmars seringkali ditimpa cedera sehingga mengganggu performanya di atas lapangan, khususnya pada lutut sempat terkena cedera ligamen. Sang winger pun kesulitan menyemen satu posisi di sektor depan Los Cules. Cedera kambuhan ini rupa-rupanya bikin Overmars frustasi sehingga memutuskan pensiun dari sepak bola di penghujung musim 2003/2004.

Meski begitu, dirinya tetap dibawa ke Piala Eropa 2004 oleh bondscoach timnas Belanda ketika itu, Dick Advocaat. Keberadaan penggawa yang lebih segar di sektor sayap seperti Arjen Robben, Andy Dan Der Meyde dan Boudewijn Zenden, membuat Overmars hanya mendapat kesempatan berlaga sebanyak tiga kali (sekali sebagai starter namun tak main penuh dan dua kali masuk dari bangku cadangan). Piala Eropa 2004 sendiri jadi turnamen akbar terakhir Overmars berseragam oranye.

Usai pensiun sebagai pemain, dirinya menjadi salah satu pemegang saham di klub profesional pertamanya, Go Ahead Eagles. Dirinya bahkan sempat pula melakoni comeback selama semusim bersama klub berjuluk The Pride of IJssel Kowet itu, tepatnya di musim 2008/2009.

Saat ini, Overmars menjabat sebagai Direktur Olahraga Ajax (didapuk per Juni 2012) yang banyak mengurusi gerak-gerik klub di bursa transfer pemain. Bagai mengulang kisahnya sendiri saat masih bermain dahulu, Overmars pun dikenal “gesit” dalam urusan jual beli pemain.

Dan tepat hari ini (29/3), sosok yang ditempatkan para pendukung setia Arsenal di posisi kedua belas dalam kumpulan Gunners Greatest Players tersebut tengah merayakan ulang tahunnya yang ke-44.

Gefeliciteerd, Roadrunner.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional