Dunia Lainnya

Golden Boy Award: Sebuah Beban atau Pelecut Kesuksesan?

Pada tanggal 23 Oktober lalu, Kylian Mbappe, penyerang belia milik klub kaya Prancis, Paris Saint Germain (PSG), baru saja dinobatkan menjadi Golden Boy tahun 2017. Penyerang asal Prancis berusia 18 tahun tersebut mengalahkan segelintir pemain muda berbakat lainnya seperti penyerang muda asal Brasil milik Manchester City, Gabriel Jesus, pemain sayap senegara Mbappe yang baru saja dibeli dengan mahal oleh Barcelona, Ousmane Dembele, atau permata baru milik Inggris dan Manchester United, Marcus Rashford.

Penampilan fenomenal Mbappe, yang memegang peran besar dalam keberhasilan AS Monaco menjuarai Ligue 1 musim lalu, dan kini langsung nyetel bersama Edinson Cavani dan Neymar di PSG, memang pantas diganjar trofi Golden Boy tersebut. Lantas, sebenarnya apakah trofi Golden Boy yang dimaksud?

Golden Boy adalah penghargaan yang diberikan terhadap pesepak bola muda yang bermain dalam satu tahun. Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh nominator Golden Boy adalah berusia di bawah 21 tahun dan bermain di liga-liga top Eropa. Pemenang dari Golden Boy ini dipilih oleh jurnalis dari beberapa media olahraga ternama di Eropa seperti Marca (Spanyol), L’Equipe (Prancis), dan Bild (Jerman).

Baca juga: Nominasi Golden Boy 2017: Rivalitas Dua Apparel Ternama

Penghargaan ini awalnya diinisiasi oleh media olahraga Italia yang bernama Tuttosport di tahun 2003, dengan playmaker asal Belanda, Rafael van der Vaart menjadi pemenang pertama penghargaan ini. Meski begitu, ada satu pertanyaan yang terlintas di kepala menyoal penghargaan ini. Apakah Golden Boy menjadi tanda awal kesuksesan bagi sang pemain muda yang mendapatkannya, atau malah menjadi beban ekspektasi yang merusak karier si pemain ke depannya?

Ekspektasi yang berlebihan seringkali merusak karier seorang pesepak bola muda. Tak mampu menahan predikat wonderkid yang dibebankan, seringkali ketika seharusnya memasuki usia matang, pesepak bola muda tersebut malah layu tak berkembang. Bukti nyata dari pengharapan tersebut salah satunya adalah penghargaan Golden Boy ini.

Secara tidak langsung, pesepak bola yang memenangkan Golden Boy ini mendapatkan ekspektasi, mendapatkan beban harapan bahwa mereka harus menjadi penantang Ballon d’Or di masa depannya. Di sini polemik mengenai penghargaan ini tercipta, karena di satu sisi, penghargaan ini juga penting demi memberikan apresiasi bagi pesepak bola muda yang benar-benar memiliki bakat dan bekerja dengan luar biasa.

Ibarat gelar pemain terbaik dunia versi FIFA atau pun penghargaan dari media seperti Ballon d’Or, pemain muda juga ikut terpacu untuk mendapatkan gelar pemain terbaik bagi mereka yaitu Golden Boy. Selain itu, penghargaan semacam ini bisa jadi pelecut semangat bagi pemain muda yang mendapatkannya bahwa dunia mengharapkannya untuk menjadi salah satu yang terbaik di kemudian hari.

Meskipun begitu, ditilik dari pemenang-pemenang Golden Boy sejak penghargaan ini diadakan 14 tahun silam dan bagaimana pemenang tersebut berkembang ke depannya, sepertinya penghargaan pesepak bola muda terbaik dunia ini lebih condong menjadi pelecut karier.

Sebut saja nama-nama seperti Wayne Rooney, Cesc Fabregas, Sergio Aguero, Paul Pogba, Isco Alarcon, dan tentunya, Lionel Messi. Kelima nama tersebut pernah menjadi pemenang Golden Boy, dan lihat bagaimana gemilangnya karier mereka saat ini. Selain kelima nama tersebut, masih ada lagi nama-nama seperti Mario Götze, Raheem Sterling, dan Anthony Martial, yang sejauh ini memliki karier yang terhitung lumayan baik.

Banyaknya pemenang Golden Boy yang memiliki karier gemilang ketika beranjak tua membuktikan bahwa, selain karena pemain-pemain tersebut memang pada dasarnya berbakat, penghargaan ini mampu menjadi pemicu satu pesepak bola muda untuk benar-benar menampilkan apa yang diharapkan kepadanya.

Namun, tak semua pemenang Golden Boy memenuhi ekspektasinya dan memiliki karier sepak bola yang cemerlang. Van der Vaart tentu menjadi salah satu contohnya. Pemenang pertama penghargaan ini memang sempat bermain di Real Madrid, namun ia tak pernah benar-benar menjadi pemain utama di Los Blancos.

Meskipun begitu, kisah van der Vaart dapat dikatakan lebih baik ketimbang Anderson dan Alexandre Pato. Dua pemain Brasil yang menjadi pemenang Golden Boy masing-masing di tahun 2008 dan 2009 ini, sayangnya, harus mendapati kariernya menukik drastis setelah digadang-gadang menjadi salah satu yang terbaik di dunia akibat cedera yang menimpa mereka.

Anderson sempat menjadi salah satu sensasi di Inggris setelah diboyong dengan harga mahal mencapai 30 juta euro oleh Manchester United dari Porto di tahun 2007. Pemain yang mengenakan nomor punggung 8 selama memperkuat United tersebut memang sempat menjadi andalan Sir Alex Ferguson. Sayang, cedera menghambat kariernya, dan ia pun kehilangan tempatnya di United serta legasinya sebagai pemain muda berbakat.

Kini, Anderson pulang kampung ke Brasil dan memperkuat klub lokal bernama Coritiba. Senasib dengan Anderson, Pato juga harus terdampar di Liga Cina bersama klub Tianjin Quanjian. Sempat menjadi penyerang muda haus gol di AC Milan, cedera merusak karier Si Bebek, dan ia harus merelakan posisinya di klub besar Eropa saat ini.

Satu lagi pemenang Golden Boy yang kariernya tak sesuai harapan adalah Mario Balotelli. Super Mario saat ini ‘hanya’ memperkuat klub sekelas OGC Nice, yang hingga tulisan ini selesai, tercecer di peringkat 14 Ligue 1. Balotelli memang memiliki kemampuan yang tidak diragukan, namun sayang, kemampuan tersebut tak didukung oleh perangai yang profesional.

Pemenang Golden Boy tahun lalu, Renato Sanches, memiliki peluang untuk mengikuti jejak Balotelli dan kawan-kawan sebagai alumnus Golden Boy yang tak sesuai harapan. Pemuda asal Portugal tersebut harus tersisih dari klub sekelas Bayern München, dan malah berjuang untuk lolos dari degradasi bersama tim semenjana Liga Primer Inggris, Swansea City. Namun, karier Renato masih panjang untuk dapat kembali ke jalan yang benar.

Sulit rasanya menilai apakah Golden Boy benar-benar memiliki dampak besar bagi karier pemenangnya, karena banyak faktor yang dapat mengubah perjalanan satu pesepak bola. Andaikan Pato dan Anderson tak cedera, mungkinkah mereka kini bersaing dengan Messi dan Cristiano Ronaldo untuk Ballon d’Or?

Tak ada yang tak mungkin, tentunya, namun, jika hanya berdasarkan hasil yang didapatkan oleh pemenang-pemenangnya, wajar rasanya jika Golden Boy dapat disebut sebagai pelecut kesuksesan sang pemain muda, serta penanda bahwa sang pemenang benar-benar berbakat. Layak ditunggu apakah Mbappe akan mengikuti jejak Messi atau Balotelli di kemudian hari.

Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket