Suasana haru terasa di jeda pertandingan malam itu (13/10), Madura United melawan Borneo FC. Beberapa suporter Madura United turun ke pinggir lapangan. Bukan untuk rusuh, melainkan membentangkan bendera raksasa dengan satu pesan jelas: pesan persaudaraan. “Madura Bersatu” dicetak dengan niat jernih menjaga Madura tetap sejuk.
Narasi sepak bola Indonesia dalam satu bulan ke belakang diwarnai hal-hal negatif. Mulai dari aturan yang ditabrak sendiri oleh operator liga, laga brutal antara PSBK Blitar melawan Persewangi Banyuwangi sebagai buntut “play–off khusus” yang menggelikan itu, hingga kerusuhan antara suporter tentara dengan suporter Persita Tangerang yang memakan korban satu nyawa.
Bahkan jika ditarik waktu ke belakang, terutama musim ini, kontroversi sudah seperti karib. Dari kerusuhan antar-suporter, hingga mencuatnya wacana tanpa degradasi. Hal-hal yang membuat sepak bola Indonesia seperti kehilangan kegembiraan di dalamnya, kehilangan rasa aman untuk bisa terus dirayakan setiap minggunya.
Perubahan menjadi lebih baik, sebaiknya memang dilakukan dari diri sendiri terlebih dahulu. Meski terbaca begitu mudah, sikap tegas untuk menegur diri sendiri bisa menjadi pekerjaan yang berat. Merasa diri paling kuat, paling sempurna, akan membuat seseorang menjadi bebal. Menumpulkan, mematikan empati dan rasa tenggang rasa yang paling paripurna.
Warga Madura tak mau tenggelam dalam kubangan negatif sepak bola Indonesia. Konsolidasi direncanakan, dilakukan, dan kelak akan selalu dijaga dengan kesadaran persaudaraan. Aksi nyata sudah dilakukan. Sebuah aksi, yang sebenarnya sederhana saja, namun bisa menjadi katarsis untuk suasana gila sepak bola Indonesia.
Menyatukan empat kabupaten
Pulau Madura terbagi menjadi empat kabupaten; Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Sesuai sejarah panjang sepak bola Madura, setiap kabupaten mempunyai klub masing-masing. Mereka adalah Perseba Bangkalan, Persesa Sampang, Persepam Pamekasan, dan Perssu Sumenep. Masing-masing punya sejarah dan dinamika yang berbeda.
Sebuah dinamika yang terkadang dipandang berbeda oleh “orang luar”. Oleh sebab itu, para suporter Madura United mencoba menyatukan semangat menjadi satu pemahaman untuk mendukung tim kesayangan.
“Itu adalah semangat bersama yang coba dirajut dan dipertahankan. Salah satunya menghindari salah paham sesama elemen suporter yang lain ada di Madura. Itu semangat yang digelorakan AQ (Achsanul Qosasi), Presiden Klub Madura United,” tegas Mamad Taufik, Divisi Humas Mabes K-Conk.
Menyatukan elemen suporter, bukan berarti menyeragamkan perbedaan dalam satu payung organisasi. Yang ingin ditekankan adalah misi persatuan di antara semua elemen suporter yang ada di Pulau Garam ini. “Alhamdulillah sampe sekarang misi tersebut tercapai,” tegas Mamad Taufik.
Cara membangun dan membina rasa persaudaraan pun sederhana saja, yaitu silaturahmi. Tak ada acara khusus untuk menjalin silaturahmi. Misalnya dengan memanfaatkan momen ulang tahun salah satu elemen suporter. Momen berkumpul dijadikan ajang saling menyapa dan memperkuat hubungan.
Pun terkadang, manajemen Madura United menginisiasi sebuah pertemuan besar dengan mengundang semua elemen suporter Madura. Salah satu topik yang terus dibahas adalah usaha menjaga hubungan baik, supaya “salah paham” yang sering mengganggu tidak terjadi. Memang, banyak kisruh yang terjadi di tengah suporter tim-tim Indonesia dimulai dari salah paham semata. Hal sepele seperti itulah yang bisa memicu kerusakan besar.
Hubungan yang terbina dengan baik itu turut membantu menjaga kesejukan kehidupan sosial Madura secara keseluruhan. Misalnya tahun lalu, terjadi keributan antar-pemain ketika Persepam melawan Perssu. Elemen suporter masing-masing tidak terbawa ke dalam konflik. Bersama-sama, kedua elemen suporter mengecam tindak kekerasan antar-pemain tersebut.
Terkadang, yang dimulai dari keributan antar-pemain, merembet menjadi tawuran suporter, sebelum akhirnya pecah menjadi kerusuhan masyarakat. Sepak bola Indonesia menyediakan galeri panjang nan berdarah untuk kisah-kisah seperti ini. Konsolidasi di dalam tubuh internal, dilambari niat untuk terus menjaga rasa persaudaraan, membuat suporter di Madura punya hubungan yang erat, seperti “saudara sendiri”.
Niat tersebut sudah terwujud ke dalam salah satu ungkapan yang begitu melekat, yaitu “salam settong dhere”, yang berarti “salam satu darah”. Jika frasa settong dhere diteriakkan, maka jawabannya adalah teretan dhibik yang artinya ‘saudara sendiri’.
Ungkapan saling bersahutan ini sebenarnya justru sering digunakan oleh orang Madura yang tengah merantau dan saling bersilaturahmi. Ketika jauh dari rumah, para orang Madura ini tetap terikat oleh rasa settong dhere dan teretan dhibik. Rasa persaudaraan yang kuat inilah yang coba terus dipertahankan di tengah sepak bola oleh suporter Madura United dengan jargon “Madura Bersatu”.
Persaudaraan yang kokoh tersebut terlihat dari aksi setiap elemen suporter ketika Madura United ditahan imbang Borneo FC di Stadion Gelora Ratu Pamelingan. Jika Anda duduk di tribun VIP, di sebelah kiri nampak K-Conk Mania dengan basis terbesar di Bangkalan bernyanyi. Pas di posisi tengah, ‘Taretan Dhibi’, dengan basis di Pamekasan menjadi tuan rumah yang baik. Di sisi kanan, terlihat spanduk besar Laskar Trunojoyo yang berbasis di Sampang. Hadir juga Peccot Mania yang berbasis di Sumenep.
Keempatnya mendukung dengan caranya sendiri, dengan nyanyian yang beragam. Namun yang pasti, keempatnya punya kesepahaman yang sama, yaitu menjaga salam satu darah tetap diingat dan diresapi.
Selain keempat basis suporter tersebut, jika bermain di Bangkalan, masih ada satu elemen suporter yang unik. Mereka adalah K-Conk Laskar Santri yang tak lelah berselawat ketika pertandingan tengah berjalan.
“Kawan-kawan santri sendiri yang memberi nama itu. Mereka adalah santri dari pondok pesantren asuhan K.H. Hasani Zubair yang ada di Bangkalan. Beliau juga suka bola. (Dan) Ketua GP Ansor Bangkalan,” terang Mamad Taufik. K-Conk Mania sendiri menikmati kehadiran Laskar Santri tersebut. Ketika selawat berkumandang, kedua elemen suporter tersebut melakukannya bersama-sama.
Di Madura, sepak bola dan agama sendiri berjalan beriringan, tidak saling mengalahkan. Bahkan, announcer Stadion Gelora Ratu Pamelingan mengingatkan para suporter ketika waktu salat Maghrib tiba. Dan dengan bergegas, anak-anak muda suporter Madura United menuju sudut-sudut stadion untuk salat Maghrib berjamaah. Sebuah pemandangan yang sejuk.
Madura United dan semua elemen suporternya sudah selesai merajut benang persaudaraan. Kini, mereka tengah merawat benang tersebut sekuat tenaga. Sebuah usaha sederhana yang bernilai tinggi. Sebuah contoh untuk semua elemen suporter di Indonesia. Damai di dalam diri, adalah langkah awal untuk berteriak soal damai di muka umum.
Sebuah contoh manis dari Pulau Garam.
Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen