Kolom

Secangkir Kopi bersama Gabriel Budi

Mino Raiola boleh saja berbangga dengan pemain-pemain kelas dunianya, Jorge Mendes juga sah-sah saja menyombongkan diri dengan prestasi individu para pemainnya, tapi tahukah kamu kalau Indonesia juga memiliki agen pemain ternama dan bahkan masih sangat muda?

Kamis (14/9) lalu, Football Tribe Indonesia berkesempatan untuk bertemu dengan Gabriel Budi Liminto, salah satu agen pemain ternama di Indonesia yang kualitas para pemainnya tak perlu diragukan lagi. Sambil menikmati segelas kopi hangat, Gabriel Budi menjawab pertanyaan kami dengan semangat.

Dari layar kaca hingga ke belakang layar

Sebagai awalan, pria yang mulai meniti karier sebagai agen pemain di tahun 2010 ini menceritakan pengalaman pertamanya. “Saya mulai scouting akhir 2010, tapi first deal saya di tahun 2011, di kompetisi Indonesia Premier League (IPL). Waktu itu pemain saya Michael Cvetkovski di Persebaya Surabaya, sama Andrija Jukic di Bogor Raya.”

Gabriel Budi dan Cvetkovski. Kredit: Dokumentasi Gabriel Budi

“Mulai tahun 1998 saya ngikutin sepak bola, terutama lokal. Lalu saya mikir, pekerjaan apa yang profesional di sport business. Kalau jadi pemain atau pelatih, saya nggak bisa, karena waktu itu fokus di sekolah. Terus saya ambil pekerjaan yang di belakang layar, dari situ saya jadi agen”, lanjut pria yang juga menggemari olahraga basket ini.

Usai bercerita tentang awal kariernya sebagai agen, Gabriel Budi juga menunjukkan langkah-langkah yang harus ditempuh jika seseorang ingin meniti profesi yang sama dengannya. Pertama, pelamar harus mengambil lisensi dulu di Workshop License FIFA under PSSI. Setelah itu, pelamar mendapat izin kerja dan sudah verified by PSSI, kemudian resmi menjadi agen.

“Saya dulu juga sempat bantu Pak Eko Subekti, agen senior di Indo Bola Mandiri. Puji Tuhan dari sana jalan saya terbuka”, sambung pria yang pangsa pasarnya berkisar di Indonesia, Hong Kong, Thailand, dan Malaysia ini.

Bagaimana cara mendatangkan pemain?

Gabriel Budi saat perkenalan Srđan Lopičić di Arema FC. Kredit: Dokumentasi Gabriel Budi

Satu hal yang sangat ditekankan Gabriel Budi adalah, agen harus paham kualitas pemainnya. Oleh karena itu, pemantauan harus dilakukan secara detail. Bagaimana karakter sang pemain juga harus dipertimbangkan apakah dia akan cocok bermain di klub barunya, dan apakah harganya sepadan dengan kemampuannya.

“Saya juga beberapa kali datang langsung ke latihan atau pertandingan, seperti di A-League (Liga Australia), K-League (Liga Korea), atau bisa juga dapat data dari baca referensi. Dari sana kita bisa tahu kualitasnya, dan kalau sudah oke, kita bisa rekomendasikan ke klub peminat lalu menjalin agreement kemudian mengurus International Transfer Certificate (ITC)-nya.”

“Untuk approach ke pemain yang belum punya agen, kita harus tahu karakternya dulu. Kalau karakternya baik, punya komitmen, nanti kita bicarakan lebih lanjut kontraknya. Tapi nggak semua pendekatan saya berhasil, kadang juga ada yang gagal.”

Kegagalan yang dimaksud Gabriel Budi adalah ketika ia coba mendatangkan Helder Postiga ke Indonesia. “Saya bicara langsung sama dia, tapi dia tidak mau main di sini (Indonesia). Dia kan pernah main di India, tapi kapok, karena kontraknya nggak bagus.”

Meski gagal mendaratkan eks penyerang timnas Portugal itu, namun Gabriel Budi tak langsung putus asa. Terbukti, nama-nama pemain besar yang menghiasi Go-Jek Traveloka Liga 1 musim ini beberapa di antaranya adalah hasil dari kerja keras pria 29 tahun ini.

Siapa tidak kenal Sylvano Comvalius? Top skor sementara Liga 1 ini adalah salah satu pemain yang memilih Gabriel Budi sebagai agennya. Daftar pemain yang diageninya juga semakin mentereng. Tercatat ada deretan nama seperti Oh In-kyun, Matias Cordoba, Patrick da Silva, Addison Alves, Goran Gančev, Ilija Spasojević, Srđan Lopičić, Didier Zokora, Shane Smeltz, Jose Coelho, Wanderley Junior (juru taktik Persipura Jayapura), hingga Ferdinand Sinaga.

Jika dilihat lebih lanjut, sebagian besar dari nama-nama di atas adalah marquee player. Berkaitan dengan ini, Gabriel Budi turut menceritakan pengalamannya saat mendatangkan pemain-pemain kelas dunia ke Tanah Air.

Didier Zokora saat teken kontrak di Semen Padang. Kredit: Dokumentasi Gabriel Budi

Marquee player lebih sulit pendekatannya, karena mereka punya rekam jejak yang bagus, standar mainnya juga tinggi. Kita harus jelaskan dulu, sepak bola Indonesia bagaimana, Asia juga. Intinya harus sabar, karena karakter pemain beda-beda, sebab ada yang arogan juga. Untuk pemain yang free agent, kita bisa langsung dekati dia, tapi kalo dia sudah punya agen, kita tanyakan dulu ke agennya, mau melepas (pemainnya) atau tidak.”

Apa saja tanggung jawab agen pemain?

Gabriel Budi dan Patrick da Silva. Kredit: Dokumentasi Gabriel Budi

Mendatangkan pemain tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Apapun predikatnya, apakah ia marquee player, legiun asing, maupun pemain lokal, agen adalah representasi dari pemainnya sendiri. Dengan kata lain, seorang agen juga menjadi Public Relation (PR), mengurusi sponsorship, dan juga harus memerhatikan kehidupan pemainnya, seperti menyarankan pengaturan keuangan dan saran untuk prospek karier mereka ke depannya.

“Untuk pemain lokal situasinya agak berbeda. Semisal dia belum dapat job, akan kita bantu karena saya juga jadi player adviser, tapi saya tidak akan mendompleng kesuksesannya. Beberapa orang kadang suka menunjukkan diri kalau dia agennya, tapi saya nggak suka seperti itu. Ada juga pemain yang bisa jalan sendiri, ya nggak apa-apa silakan jalan sendiri. ”

Oleh karena itu, agen harus independen. Tidak boleh terlibat dalam klub maupun PSSI, atau jabatan lain yang berkaitan dengan sepak bola, untuk menghindari conflict of interest. “Itu tertera di FIFA Player Transfer Regulation”, imbuhnya.

Lalu bagaimana jika pemain tampil jeblok?

“Itu susahnya. Setelah deal dengan klub, kita harus memastikan kalau pemain bisa mengeluarkan kemampuan terbaik mereka. Kalau mainnya jelek, tekanan akan datang dari klub karena mereka kan sudah keluar biaya. Suporter juga akan banyak menuntut. Itu jadi tanggung jawab agen, nanti kita bicarakan sama pemain.”

“Oleh karenanya, saya tidak menganggap pemain sebagai rekan bisnis semata. Jauh lebih dari itu, saya selalu memberi kebebasan pada pemain, tidak mengganggu privasinya, tapi tetap kita ingatkan kewajibannya, seperti jangan telat datang latihan dan main maksimal di lapangan,”

Contoh terbaik dari kasus ini adalah top skor sementara Go-Jek Traveloka Liga 1, Sylvano Comvalius, dan Steven Imbiri, pemain sayap yang kini berseragam Bali United.

Gabriel Budi dan Sylvano Comvalius. Kredit: Dokumentasi Gabriel Budi

“Setelah pertandingan pertama, kita sempat dikomplain banyak pihak. Tapi akhirnya dia (Comvalius) kan bisa membuktikan. Itulah yang harus diubah. Pola pikir klub dan suporter itu harus jangka panjang, jangan jangka pendek. Saya memantau Comvalius mulai dia jadi top skor di Liga Malta. South China juga sempat minati dia, tapi dia lebih memilih ke Liga Ukraina karena ditawari kontrak tiga tahun. Itu sebelum dia gabung ke Bali United.”

“Kalau Steven Imbiri, dia sempat homesick. Itu waktu main di Malaysia. Dia sempet minta pulang (ke Indonesia), dan akhirnya deal sama Bali United.”

Menutup pembicaraan, Gabriel Budi kemudian mengatakan bahwa ia sangat menyukai pekerjaannya ini, karena jika performa pemainnya bagus, artinya klub juga akan terbantu. Ia juga berharap agar liga dapat terus berjalan, karena ketika kompetisi terhenti di tahun 2015, itu merupakan salah satu momen terberatnya.

“Tapi puji Tuhan waktu itu jalan saya terbuka di liga luar. Contohnya Vitor Saba (penyerang Eastern Long Lions di Liga Hong Kong), Ryan Griffiths (eks juru gedor timnas Australia yang bermain di South China), Brent Griffiths (pemain Penang FA yang pernah diincar Arema FC), dan beberapa pemain di Osotspa (Liga Thailand) serta Sabah FA (Liga Malaysia)”, tutup agen yang menjadi langganan berbagai klub besar seperti Persib, Persebaya, Persegres, Persela, Semen Padang, Persipura, dan Bali United ini.

Kredit: Dokumentasi Gabriel Budi

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.