Mungkin Tribes bertanya-tanya, siapakah Justin Fashanu? Pesepak bola asal Inggris ini adalah saudara kandung dari John “Fash the Bash” Fashanu, mantan anggota klub yang terkenal serampangan, The Crazy Gang, Wimbledon FC.
Dilihat dari karier sepak bolanya, Justin tidak memiliki karier yang secemerlang saudaranya. Namun, Justin mencatatkan satu tonggak di dunia sepak bola karena ia adalah pemain pertama dari Inggris Raya yang mengaku sebagai penyuka sesama jenis atau yang lebih sering disebut sebagai gay. Sayang, keberanian Justin untuk mengakui preferensi seksualnya berakhir tragis bagi dirinya.
Justin, yang juga menjadi pesepak bola kulit hitam pertama yang ditransfer dengan biaya 1 juta paun, mengakhiri hidupnya sendiri di tahun 1998, setelah dituduh telah melakukan pelecehan seksual terhadap seorang anak di bawah umur. Namun, bukan hanya itu penyebabnya.
Justin mengaku di catatan terakhirnya, bahwa ia tidak kuat menahan semuanya dan tidak ingin membuat malu teman dan keluarganya lebih jauh lagi.
Pada awalnya, karier Justin cukup cemerlang. Bersama Norwich City, ia bahkan berhasil mendapatkan trofi Goal of the Season karena golnya ke gawang Liverpool. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ia dan biaya transfernya menjadi pencetak sejarah setelah dibeli oleh Nottingham Forest di tahun 1981. Namun kariernya tersendat di bawah pelatih legendaris Brian Clough.
Justin pun makin terpinggirkan setelah Clough menyadari bahwa pemainnya yang satu ini sering pergi ke klub dan bar khusus gay. Inilah diskriminasi pertama yang Justin dapatkan dan ia bahkan tidak diizinkan untuk berlatih bersama tim.
Justin pun akhirnya pindah dari Nottingham Forest dan kariernya jadi menurun jauh sesudah itu. Di tahun 1990, ia akhirnya berbicara ke publik bahwa ia adalah seorang gay. Ada kisah menarik sesaat sebelum Justin melela ketika saudaranya, John, sempat menawarkan uang sejumlah 75 ribu paun untuk membujuk Justin agar tidak mengaku ke publik.
John khawatir bahwa pengakuan Justin akan berakibat buruk bagi John sendiri dan keluarganya. Justin kabarnya sempat menerima tawaran John, namun dua hari kemudian, ia berbicara kepada media tentang preferensi seksualnya.
Memang, bukan hal mudah untuk coming out tentang preferensi seksual. Hal itu dialami oleh Justin, yang langsung dicerca oleh koleganya, bahkan saudara kandungnya sendiri, John, mengaku bahwa saat itu ia sangat marah akan keputusan Justin. Beberapa pesepak bola saat itu mengatakan bahwa homoseksualitas tidak boleh mendapatkan tempat di sepak bola dan Justin tidak seharusnya bermain sepak bola.
Justin juga menerima nyanyian dari suporter yang menyinggung preferensi seksualnya. Singkatnya, saat itu yang Justin terima hanya caci-maki akibat keputusannya untuk melela.
Apa yang Justin alami saat itu mungkin tidak separah apa yang ia akan alami jika ia melakukan pengakuan di masa sekarang. Kampanye yang mendukung pesepak bola untuk coming out, bahkan beberapa klub besar seperti Liverpool dan Arsenal telah melakukan kampanye serupa.
Bintang Prancis dan Atletico Madrid, Antoine Griezmann, juga mengaku bahwa ia akan mendukung keputusan pemain gay apabila ia mengaku ke publik. Ia mendorong pemain gay untuk terbuka akan preferensi seksualnya, dengan mengatakan bahwa ia juga akan mengaku ke publik apabila ia juga menyukai sesama jenis. FA Inggris juga telah menyatakan melalui pemimpinnya, Greg Clarke, bahwa FA akan mendukung keputusan pemain yang melela dan berusaha untuk menekan diskriminasi.
Memang sudah banyak kampanye yang dilakukan, namun pada kenyataannya, hanya segelintir pemain yang saat ini berani untuk melela. Nama yang paling terkenal barangkali adalah Thomas Hitzlsperger, mantan gelandang Aston Villa dan West Ham United. Ia mengaku sebagai gay di tahun 2014, ketika ia sudah pensiun. Satu faktor terbesar yang menyebabkan sulitnya pesepak bola untuk melela adalah rasa takut akan redupnya karier, seperti yang telah dialami oleh Justin Fashanu.
Bukan cemoohan yang paling utama, melainkan pesepak bola lebih memikirkan akan kariernya yang terancam apabila mereka mengaku sebagai gay. Buktinya adalah, selain kasus Justin Fashanu, banyaknya profesional di sepak bola, baik di dalam atau di luar lapangan, yang masih bersifat homofobik. Contohnya, di tahun 2002, bos timnas Brasil kala itu, Luiz Felipe Scolari, menyatakan bahwa ia tidak akan menerima pemain yang gay.
Kasus yang terbaru baru saja terjadi beberapa hari lalu, tepatnya di laga Liga Inggris antara Leicester City melawan Brighton, ada chant bernada homofobik yang bergaung kala kedua tim bertanding.
Sepak bola memang dikenal sebagai olahraga yang sangat maskulin. Di olahraga lain, sudah banyak atlet yang melela dan diterima dengan baik oleh penggemar dengan tangan terbuka. Sebagai contoh, atlet lompat indah Britania Raya, Tom Daley, yang mengumumkan pernikahan dengan pasangannya seorang atlet rugbi, Keegan Hirst. Keduanya sudah melela dan diterima dengan baik oleh kolega dan juga masyarakat.
Bagi pesepak bola, untuk melela adalah keputusan yang sulit, terlebih ketika kariernya sedang berjalan. Namun, jikalau ada lagi pesepak bola yang mengaku atas preferensi seksualnya, sudah sepatutnya untuk tidak dicerca. Mari kedepankan aspek sepak bola, alih-alih mengurusi apa preferensi seksual orang lain.
Jangan sampai, tragedi Justin Fashanu terulang lagi di masa seperti ini.
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket