Kolom

Belajar Rendah Hati seperti Alex Iwobi

Sindrom menjadi bintang sudah jamak menjadi batu sandungan bagi pemain muda. Apalagi bagi para pemain muda yang langsung mendapatkan kepercayaan untuk banyak bermain bersama tim utama. Sindrom ini membuat pemain muda kehilangan fokus, dan paling parah, lupa cara mengeluarkan kemampuan terbaiknya.

Robinho, pemain yang didaulat akan menjadi penerus Pele, justru tenggelam ketika ia seperti terburu-buru hengkang ke Real Madrid. Romantisme bersama Madrid berlangsung singkat, setelah pada akhirnya mantan pemain Santos tersebut dilego ke Manchester City, kemudian ke AC Milan, dan sempat membela Guangzhou Evergrande.

Namun, yang paling epik tentu Freddy Adu. Ketika baru menginjak usia 14 tahun, Adu sudah bergabung dengan DC United. Meski menyandang status warga Amerika Serikat, Adu juga dilekatkan dengan nama Pele. Petualangannya ke Eropa diawali ketika ia bergabung dengan Benfica. Sayang, sorotan media yang sudah sangat intens sejak usia muda berpengaruh negatif.

Total, Adu hanya bermain 11 kali untuk Benfica sebelum akhirnya lebih sering dipinjamkan ke klub lain. Dari pemain yang disebut “sangat menjanjikan”, menjadi salah satu bahan lelucon. Namun, paling tidak, Adu tetap berguna untuk para pemain muda lainnya. Adu bisa menjadi contoh bahwa mengatasi segala tekanan media akan sangat penting jika ingin berkembang.

Alex Iwobi mengatasi tekanan ini dengan baik.

Ia sadar bahwa media-media Inggris akan dengan senang hati menjatuhkan dirinya ketika tak bermain dengan baik. Perlu diketahui bahwa media-media Inggris bisa sangat kejam kepada pemain-pemain sepak bola yang tampil mengecewakan, apalagi ketika si pemain menyandang status wonderkid.

Pun, Alex Iwobi juga masih bersaudara dengan salah satu legenda Nigeria, Jay-Jay Okocha. Ketika ia bermain baik, media akan dengan mudah menulis bahwa Okocha baru sudah lahir. Atau, ketika bermain buruk, media akan langsung memangsa, dengan menulis bahwa status keponakan pemain besar menjadi beban bagi Iwobi.

Untuk mengatasi tekanan ini, Iwobi selalu mencoba rendah hati, mencoba untuk tak lupa dari mana ia berasal.

“Saya masih sering bertemu dengan teman-teman lama saya ketika mereka pulang dari kampus. Selesai latihan, saya langsung pulang dan tidur. Tidak ada yang benar-benar berubah. Yang berubah hanya saat ini saya bermain untuk tim utama,” kata Alex Iwobi kepada arsenal.com.

Iwobi tidak memandang statusnya sebagai keponakan Okocha sebagai sebuah beban. Ia justru mensyukuri status tersebut. Iwobi sangat bersyukur Okocha selalu memberinya nasihat dari waktu ke waktu.

Selain Okocha, Iwobi juga selalu memegang teguh nasihat kedua orang tuanya.

“Semakin saya berkembang, semakin banyak uang yang saya dapat, ketenaran juga pasti akan mengiringi. Orang tua membantu saya untuk berinvestasi, karena karier sebagai pemain sepak bola sangat pendek. Mereka membantu saya memikirkan beberapa hal di luar sepak bola, termasuk untuk tidak membuang uang dan hidup mewah. Saya mencoba selalu rendah hati. Saya masih seperti saya dua tahun yang lalu,” uangkapnya.

Kesadaran untuk mengendalikan diri sendiri adalah modal yang bagus untuk pemain muda seperti Iwobi. Mendapatkan uang dalam jumlah yang besar dalam waktu yang pendek untuk pemain muda bisa menjadi “racun”. Orang tua memegang peranan penting, namun niat diri sendiri juga sama pentingnya.

Selain orang tua dalam konteks pertalian darah, Iwobi juga terbantu oleh pendekatan Arsene Wenger, “orang tua di lapangan”. Wenger menegaskan bahwa ketika si pemain muda fokus untuk berkembang, uang dan ketenaran akan datang dengan sendirinya. Maka, yang perlu dilakukan pemain muda adalah rendah hati dan terus menyerap ilmu dari pemain senior dan pelatih.

“Uang adalah konsekuensi dari kualitas performa, atau paling tidak seharusnya memang begitu. Saya mencoba membantu pemain untuk menetapkan prioritas mereka. Jangan terobsesi dengan uang. Fokus saja dengan kualitas dari performamu. Jika performamu baik, kita hidup dalam dunia olahraga yang istimewa di mana banyak uang berputar, dan saya tak tahu ada pemain yang bermain bagus tapi ia tidak menjadi kaya. Yang namanya kecerdasan adalah berusaha fokus kepada hal-hal yang penting,” tegas Wenger.

Pendapat Wenger tersebut memang masuk akal dan terbukti kebenarannya. Banyak contoh yang bisa diambil. Misalnya bagaimana usaha Cristiano Ronaldo menyeimbangkan kemewahan dalam hidup dengan kerja keras dan disiplin. Atau bagaimana Lionel Messi tetap fokus dengan sepak bola, tanpa banyak memikirkan hal-hal yang tak penting.

Alex Iwobi sudah menyadari bahwa fokus dengan sepak bola dan selalu rendah hati adalah prioritasnya saat ini. Fokus dan kerja keras di usia muda, pasti akan terbayar dengan segala kesempatan bermain di masa depan.

Pada akhirnya, rendah hati tak pernah mengkhianati.

Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen