Dunia Asia

Angin Segar dalam Perkembangan Sepak Bola Asia Tenggara dan Sedikit Noda di Dalamnya

Bagaimana dengan Indonesia?

Negara kita tercinta ini juga terus berbenah demi kemajuan olahraga terpopuler di seantero negeri ini. Salah satu kebijakan PSSI yang sudah membuahkan hasil adalah regulasi kuota pemain U-23 di Go-Jek Traveloka Liga 1.

Dari empat bulan penyelenggaraannya sebelum SEA Games dimulai, banyak nama-nama baru yang terjaring seperti Marinus Wanewar, Osvaldo Haay, Febri Hariyadi, dan Rezaldi Hehanusa. Mereka melengkapi para youngster yang kian matang seperti Kurniawan Kartika Ajie, Ricky Fajrin, Hansamu Yama Pranata, Saddil Ramdani, Septian David Maulana, dan Gavin Kwan Adsit, karena musim ini menjadi langganan starter di klubnya masing-masing.

Dari segi infrastruktur, stadion-stadion di Indonesia juga sudah menunjukkan kemajuan pesat dalam satu dekade terakhir. Jika dapat terus dirawat dengan baik, stadion seperti Patriot Chandrabhaga, Gelora Ratu Pamelingan, Aji Imbut, Gelora Bandung Lautan Api, Gelora Sriwijaya Jakabaring, dan Gelora Bung Tomo, dapat menjadi alternatif menggelar pertandingan internasional selain Gelora Bung Karno, Pakansari, dan Maguwoharjo.

Setitik noda

Meski menyimpan potensi besar, namun ada satu kekurangan yang harus segera dihilangkan agar sepak bola Asia Tenggara dapat mengalami kemajuan dengan sempurna.

Seperti yang pernah ditulis oleh Najmul Ula di artikelnya, kebiasaan mudah jatuh dan pura-pura sakit harus dihilangkan oleh pemain-pemain di Asia Tenggara agar hal itu tidak terbawa saat mereka bermain di ajang internasional.

Kondisi ini juga pernah dikeluhkan oleh Simon McMenemy yang mengatakan bahwa kebiasaan ini telah berubah menjadi penyakit yang banyak menjangkiti klub-klub di Asia Tenggara, tidak hanya di Indonesia. Tak hanya pemain, namun tim medis dan pelatih pun seperti membiarkan kebiasaan ini berlanjut demi menggapai kemenangan di tiap pertandingan.

Kesimpulan

Presiden FIFA, Gianni Infantino, rencananya akan menggelar Piala Dunia 2034 di Asia Tenggara. Sejauh ini, keputusan tersebut belum final dan belum diketahui negara mana saja yang layak menjadi tuan rumah. Akan tetapi, adanya rencana tersebut sudah menunjukkan bahwa Asia Tenggara juga memiliki potensi untuk mentas di tingkat dunia.

Penduduk Asia Tenggara mayoritas menyukai sepak bola, negara-negara di Asia Tenggara sebagian besar memiliki fans club resmi dari klub-klub raksasa Eropa, klub-klub di Asia Tenggara juga mulai menunjukkan tajinya di Liga Champions Asia seperti Johor Darul Ta’zim yang menjadi juara Piala AFC 2015, dan pemain Asia Tenggara mulai memasuki liga elite Asia seperti Chanathip Songkrasin yang bermain di Liga Jepang.

Sebelas negara yang tergabung di konfederasi AFF ini mulai memetik hasil dari pembenahan yang terus dilakukan secara bertahap tiap tahun. Apabila momentum ini dapat terus dilanjutkan sembari menyingkirkan noda-noda kecil yang merusak pemandangan, bukan tak mungkin sepak bola Asia Tenggara akan dibicarakan penduduk dunia karena prestasinya, bukan hanya karena fanatismenya.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.