AC Milan kembali melego pemain mudanya. Mattia De Sciglio, bek sayap yang memulai kariernya di tim senior Milan dengan nomor punggung 52, kini resmi berseragam Si Nyonya Tua, Juventus. Riwayat cedera yang dimiliki dalam tiga tahun terakhir dan kedatangan Andrea Conti dari Atalanta, diduga menjadi alasan Rossoneri melepas pemain yang sudah meniti karier di Milanello sejak usia sepuluh tahun ini.
De Sciglio sempat menjadi harapan untuk menjadi pemain masa depan Milan. Memulai debutnya di masa kepelatihan Massimiliano Allegri pada musim 2011/2012, pemain yang fasih bermain sebagai bek kanan maupun kiri ini langsung naik ke tim utama di musim depannya dan mengenakan nomor punggung 2.
Nomor 2 di Milan bukanlah nomor sembarangan, karena identik dengan bek sayap legendaris Il Diavolo Rosso seperti Mauro Tassotti dan Marcos Cafu. Meski menanggung beban nomor warisan legenda, nyatanya penampilan De Sciglio musim itu sangat memuaskan, seakan-akan tak terbebani dengan ekspektasi untuk melebihi pencapaian duo legenda tersebut. Secara keseluruhan ia tampil dalam 33 laga di musim 2012/2013.
Akan tetapi, petaka datang di musim 2013/2014, ketika De Sciglio harus bolak-balik naik meja perawatan. Badai cedera datang menghampiri dan ia melewatkan 21 pertandingan di tim asuhan Max Allegri dan Clarence Seedorf saat itu. Di musim selanjutnya, De Sciglio kembali harus berurusan dengan meja operasi. Pemuda kelahiran Milan ini terkena cedera tumit dan harus absen dua bulan lebih.
Praktis hanya di musim 2015/2016, De Sciglio dapat menikmati masa-masa bebas cedera karena di musim kemarin, bek setinggi 183 sentimeter ini harus kembali mendapat penanganan medis yang membuatnya absen sepanjang Januari sampai Februari. De Sciglio melewatkan enam laga, padahal ia menjadi tumpuan Vincenzo Montella di pos bek kiri.
Kondisi yang dialami De Sciglio ini mengingatkan kita pada kasus Alexandre Pato. “Si bebek” dari Brasil ini sempat tampil buas di Milan manakala usianya belum menginjak kepala dua. Namun badai cedera yang tak kunjung henti membuat kariernya tersendat, bahkan ia sampai pulang kampung ke Brasil untuk menyelamatkan kariernya.
Gagal membina pemain muda?
Anggapan seperti yang saya tulis di atas semakin menyeruak saat Hachim Mastour tidak diperpanjang kontraknya musim ini dan M’Baye Niang juga berada di ambang pintu keluar. Setahun sebelumnya, Milan juga melepas Stephan El Shaarawy dan Simone Verdi yang kemudian berkembang menjadi tulang punggung di timnya masing-masing, AS Roma dan Bologna.
Jika ditelisik lebih jauh ke belakang, ada nama Andrea Petagna yang kini menjadi langganan starter di Atalanta, Bryan Cristante yang secara mengejutkan dijual ke Benfica pada musim 2014/2015, Dídac Vilà yang tak kunjung berkembang padahal berlabel bek kiri potensial, serta tentu saja yang sedang hangat dibicarakan di bursa transfer kali ini, Pierre-Emerick Aubameyang yang mendarat di Saint-Étienne awal musim 2011/2012.
Catatan itu menambah panjang daftar youngster yang gagal berkembang di Milan, menemani Yoann Gourcuff, Alessandro Matri, Samuele Dalla Bona, dan Fabricio Coloccini.
Para petinggi Milan boleh berkilah mereka berhasil mengorbitkan Gianluigi Donnarumma, menjaga kualitas Alessio Romagnoli, meningkatkan performa Suso dan menemukan bakat terpendam Thiago Silva. Namun itu tak menutup kemungkinan bahwa nama-nama seperti Rodrigo Ely, Davide Calabria, Jherson Vergara, Manuel Locatelli, José Mauri dan Patrick Cutrone akan segera angkat kaki dari San Siro dalam bentuk pinjaman maupun permanen di bursa musim panas ini.
Meski memiliki potensi untuk semakin berkembang, Montella kemungkinan besar hanya akan mempertahankan satu atau dua pemain mudanya. Salah satu dari tiga nama pertama di atas, mungkin tetap dipertahankan Montella sebagai pelapis trio Bonucci, Romagnoli, Musacchio. Namun nama Patrick Cutrone yang berposisi penyerang, tampaknya tak akan berada di skuat senior Milan musim ini.
Menggeser nama-nama seperti André Silva, Suso, dan satu calon penyerang baru yang masih diburu adalah sebuah kemustahilan bagi Cutrone yang sempat tampil melawan Borussia Dortmund di ajang International Champions Cup (ICC) Selasa kemarin (18/7).
Bagaimana dengan posisi gelandang? Lucas Biglia, Franck Kessié dan Giacomo Bonaventura kemungkinan besar akan mengisi pos gelandang inti, dengan Riccardo Montolivo dan José Sosa sebagai pelapis serta Hakan Çalhanoğlu yang bisa dimainkan lebih ke atas.
Sebagai pelapis tambahan dan untuk menambah jam terbang, Manuel Locatelli sepertinya akan dipertahankan Montella sedangkan Mauri akan kembali dipinjamkan atau dijual saja demi mendapatkan dana segar.
AC Milan sebenarnya sempat mencoba menciptakan identitas baru dengan mendatangkan bakat-bakat muda dari seluruh penjuru dunia. Rossoneri sebelumnya terkenal sebagai kesebelasan panti jompo, alias tim dengan mayoritas pemain berusia di atas 30 tahun, namun sejak Milan Lab yang terkenal dengan kemampuannya menjaga performa terbaik pemain veteran itu kinerjanya menurun, Milan banting setir dengan mencoba memanfaatkan akademi mereka dan menjadi pabrik pemain muda.
Akan tetapi, tampaknya keinginan para Milanisti yang baik hati, untuk melihat Milan menjadi tim dengan materi pemain akademi hebat seperti Arsenal atau Tottenham Hotspurs, harus tertunda. Sebab, alih-alih memikirkan produk akademi yang layak naik ke tim senior, Montella akan lebih disibukkan dengan menjaga kondisi kamar ganti yang dipenuhi belasan pemain baru agar tetap kondusif.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.