Enam belas tahun sudah sejak terakhir kali tim kebanggaan Jakarta, Persija, menjadi raja sepak bola Indonesia. Enam belas tahun pula penantian publik sepak bola Jakarta menanti kembali saat-saat itu terulang.
Memang enam belas tahun bukanlah waktu terlama publik Jakarta menanti kembalinya kejayaan. Sebelumnya, bahkan Jakarta pernah menanti selama 22 tahun dari gelar ke-9 menuju gelar ke-10.
Sejak terakhir kali juara pada tahun 2001, tim kebanggaan ibu kota Indonesia ini telah mengalami momen-momen hampir juara kembali, seperti pada tahun 2005 saat dilatih oleh pelatih berkebangsaan Moldova (saat itu, sekarang ia telah menjadi warga negara Indonesia) Arcan Iurie. Saat itu bahkan Persija mencapai dua final sekaligus, final Liga dan final Copa Indonesia. Sayang, kesempatan untuk menjadi double winners saat itu gagal dimanfaatkan.
Baca juga: Persija Jakarta: Harga Mati Gengsi Ibu Kota
Tak hanya momen hampir juara, momen hampir degradasi pun pernah dialami oleh tim peraih gelar juara kompetisi teratas PSSI ini. Saat itu Liga Super Indonesia musim 2013, di awal musim Persija dilatih oleh mantan pelatih Persebaya, Iwan Setiawan.
Saat paruh musim, Persija bertengger di posisi juru kunci, posisi 18. Memang, keterpurukan Persija tak bisa disalahkan sepenuhnya ke pada Iwan Setiawan karena materi pemain juga tak bisa dibilang bagus. Ditinggal kapten Bambang Pamungkas, tak diperkuat kiper utama Andritany Ardhiyasa, praktis Persija hanya mengandalkan skuat seadanya menghadapi musim itu.
Putaran kedua, manajemen melakukan perubahan dengan memecat Iwan Setiawan dan menggantinya dengan pelatih veteran Indonesia, Benny Dollo. Dengan masuknya Om Bendol (sapaan akrab Benny Dollo), menarik perhatian pemain-pemain berkelas untuk memperkuat Persija, sebut saja Rohit Chand dan Robertino Pugliara. Alhasil, Persija berhasil finis di posisi 11 klasemen akhir Liga Super Indonesia 2013.
Selepas 2013, Persija juga pernah di isi skuat bintang. Tepatnya pada tahun 2015. Persija seakan kembali ke era awal 2000-an dengan banyaknya pemain bintang yang bergabung. Kembalinya Bambang Pamungkas dan juga si anak hilang, Greg Nwokolo, menambah optimisme publik sepak bola Jakarta. Ditambah slogan Persija saat itu adalah saatnya mengembalikan kejayaan, seakan membuat optimisme suporter Persija (The Jakmania) membumbung tinggi.
Namun, takdir berkehendak lain, tim penuh bintang ini tak bisa juara liga. Karena Liga Indonesia 2015 dihentikan di tengah jalan oleh PSSI dengan polemik yang menandai dimulainya era kelam sepak bola kita.
Setelahnya, Persija saat itu seperti tim yang hidup segan mati pun tak mau. Bermain di turnamen dengan materi pemain seadanya, membuat Persija tak bisa melangkah lebih jauh. Persija seakan hanya menjadi pelengkap di turnamen-turnamen itu.
2017 ini, kompetisi nasional resmi kembali dijalankan, dengan semangat baru, PSSI menjalankan liga dengan sponsor dan nama baru. Persija pun seperti terlahir kembali saat ini. Persija sudah diakuisisi Gede Widiade, Persija juga sudah memiliki tempat latihan tetap di Jakarta. Walau berada di luar Jakarta, setidaknya, Persija juga sudah memiliki stadion tetap.
Materi pemain pun tak bisa dikatakan buruk walau tak bisa dikatakan sempurna juga. Persija pun juga memiliki hal yang tak semua tim lain miliki, yaitu militansi suporter yang begitu mencintai Persija. Bayangkan saja, bermain di luar Jakarta pun, The Jakmania tetap memenuhi stadion Patriot di Bekasi.
Dengan berbagai keistimewaan yang penulis sebutkan di paragraf sebelumnya, sepertinya Persija akan bertengger di papan atas klasemen liga tahun ini. Namun, lagi-lagi kenyataan berkata lain. Persija saat ini bertengger di posisi 15, dengan hanya selisih satu poin dari penghuni zona degradasi.
Baca juga: Menyoal Krisis Kemenangan Persija
Posisi saat ini di klasemen bukanlah habitat yang sebenarnya dari tim yang tak pernah degradasi ini. Bahkan, dari tujuh pertandingan yang telah dijalani, Persija baru meraih satu kemenangan, itupun diraih saat pekan pertama di kandang Persiba yang kala itu dimainkan tidak di Balikpapan, melainkan di Malang.
Pelatih Persija saat ini, Stefano Cugurra Teco, terus menerus menyalahkan keberuntungan yang tak pernah berpihak kepada Persija sehingga menyebabkan Persija terjerumus ke papan bawah seperti saat ini. Melihat posisi Persija di klasemen saat ini dan mengingat liga yang baru memasuki pekan ke-8, belum terlambat untuk Teco berbenah jika tak ingin keluar dari Persija.
Enam belas tahun bukanlah waktu yang sebentar. Jika diibaratkan manusia, saat usia enam belas tahun setidaknya sudah menginjak akhir remaja sebagai jenjang menuju usia yang lebih matang dan dewasa
Segalanya telah Persija miliki, sudah lama Jakmania menanti prestasi, haruskah kami menunggu lebih lama lagi?
Author: Rizki Darmawan (@rizkipasus)
Penulis adalah suporter Persija yang menanti Macan Kemayoran mengaum kembali