Bullying adalah penyerangan dengan maksud melukai orang lain, baik itu secara fisik, emosional, diskriminasi, maupun verbal, sedangkan cyber bullying adalah penggunaan teknologi, baik itu telepon maupun media internet dalam praktik pratik bullying. Paling mutakhir adalah penggunaan media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram untuk melakukan aksi-aksi ini.
Bullying di sepak bola kita adalah hal yang lumrah dan seringkali terjadi, umpatan berlebihan dari suporter ke pemain contohnya. Sementara itu, Cyber bullying dapat berupa umpatan yang dilakukan orang atau kelompok dengan maksud mengintimidasi, menyebar rumor atau bahkan mengolok-olok secara berlebihan.
Dunia maya memang telah menjadi ruang publik untuk berinteraksi langsung antara suporter, pemain, pelatih atau bahkan manajemen. Dunia maya melalui media sosial juga telah menjadi senjata ampuh untuk menyampaikan aspirasi secara langsung, tapi di sisi lain bisa menjadi suatu hal yang empuk untuk praktik cyber bullying.
Kasus cyber bullying pernah menimpa atlet tenis Kanada, Rebecca Marino, yang juga pemenang Female of The Year oleh organisasi tenis Kanada pada tahun 2010 dan 2011 serta menempati ranking 38 dunia. Hal yang mengejutkan adalah terkait keputusannya untuk mengakhiri kariernya di dunia tenis pada usianya yang cukup muda, yaitu 22 tahun.
Rebecca dikritisi habis habisan dan bahkan diancam oleh fans-nya di Facebook dan Twitter terkait berat badannya yang dianggap mengganggu performanya.Petenis muda ini juga mendapat umpatan melalui tweet yang sangat berlebihan, seperti “go die” atau “go burn in hell”.
Cyber bullying juga terjadi di Indonesia, ada yang berbeda dari raut wajah Abduh Lestaluhu pada saat setelah menjalani konferensi pers setalah menjalani sidang Komdis PSSI terkait kasus pemukulannya terhadap Thiago Furtuoso, penyerang Bhayangkara FC.
Dia tampak lesu dan begitu sangat menyesal. Dampaknya setelah kejadian itu, akun Instagram-nya ramai dikunjungi warganet, baik itu berisi nasihat, kritikan dan bahkan sumpah serapah. Rudolf Yanto Basna juga tak luput dari peristiwa ini. Pada pertandingan Piala AFF 2016 lalu, beberapa pertadingan yang dijalaninya tampak kurang mengesankan dan menimbulkan kekecewaan penonton terkait performanya.
Karena peritiwa itu, akun Instagram miliknya kembali menjadi sasaran tembak. Kritikan juga tak luput menimpa anak asuhan Luis Milla dan Timnas U-22. Harapan publik dan ekspektasi besar ditunjukkan pada Timnas U-22 di bawah asuhan Luis Milla kala menghadapai timnas Myanmar yang peliknya, justru berakhir dengan kekalahan Indonesia 1-3.
Dengan hasil minor ini, di antara suporter ada yang menerima hasil buruk ini tapi tak sedikit juga yang melancarkan praktik bullying. Untung Luis Milla begitu cekatan untuk mengantisipasi hal ini dengan memasang badan dan tetap memuji penampilan anak asuhnya kendati belum tampil memuaskan.
Beberapa kasus dan juga penelitian membuktikan bahwa praktik cyber bullying memiliki dampak yang merugikan bagi pemain itu sendiri. Mereka akan kehilangan kepercayaan diri, kurang fokus, kurang bergairah menjalani latihan, atau bahkan memutuskan diri untuk mengakhiri kariernya karena tekanan yang begitu besar.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengantisasi atau menangani hal ini adalah menciptakan iklim yang kondusif, menanamkan budaya respek, menciptakan kebijakan, klub menyediakan konsultan psikologi bagi pemain, dan peran serta pelatih, manajemen untuk membantu kekuatan psikis pemain itu sendiri.
Ekspektasi oleh publik terkait sepak bola Indonesia begitu besar dan ini adalah hal yang wajar mengingat kita haus akan prestasi. Dengan adanya media sosial, penikmat sepak bola juga memiliki medium untuk menyampaikan banyak hal terkait apresiasi baik itu positif ataupun negatif. Dan perkembangan media sosial yang semakin masif membuat cyber bullying makin menjamur di Indonesia.
Di beberapa negara, bullying mendapat perhatian yang serius terkait ini, misalkan FA (PSSI-nya Inggris) mengeluarkan kebijakan anti-bullying policy for football clubs dan juga panduan tentang menangani bullying bagi klub, pelatih dan orang tua.
Anak anak dan para pemain muda adalah yang paling rentan jikalau menjadi korban cyber bullying dikarenakan secara psikologis mereka belum siap dan matang. Harusnya ini juga menjadi perhatian kita semua, jangan sampai kita membuat layu bunga yang belum mekar.
Mungkin juga, kita semua memiliki andil pada alasan idola kita, Syamsir Alam, eks pemain muda potensial Indonesia yang kini tak lagi menjadi pemain sepak bola dan beralih menjadi artis ibu kota, ya?
Author: Hasriadi Al-Farabi (@adhiehasri)
Mahasiswa dan beralamat di Phitsanulok, Thailand.