Pada pemilihan ketua baru Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) tahun 2016 lalu, ada satu nama yang cukup difavoritkan menjadi ketua. Pencinta sepak bola Indonesia merasa nama tersebut bisa membawa perubahan bagi sepak bola negeri ini. Ia adalah Kurniawan Dwi Yulianto.
“Saya mencalonkan diri bukan karena ambisi atau gila jabatan, tapi menginginkan perubahan di tubuh PSSI,” tutur Kurniawan mantap kepada CNN Indonesia. “Saya juga ingin ada mantan pemain masuk ke dalam federasi.”
Meski pada akhirnya tak terpilih, Kurniawan sempat memberi harapan seputar figur muda yang peduli akan kemajuan sepak bola dan federasi yang bersih. Cukup dipahami, karena semasa bermain, karier sepakbola Kurniawan cukup gemilang.
Kurniawan Dwi Yulianto sudah dikenal sebagai legenda sepak bola negeri ini. Namanya harum sebagai pemain Indonesia yang membuka karier di Eropa. Ia menjadi salah satu pemain yang sempat berkompetisi di tim muda Sampdoria Primavera, sebuah proyek kerja sama PSSI dan Italia pada tahun 1993/1994.
Pemain kelahiran 13 Juli 1976 ini kemudian mendapatkan sebuah kontrak bergengsi. Klub Liga Swiss, FC Luzern, menawarinya kontrak profesional pada usia 18 tahun. Performanya selama semusim di liga Negeri Alpen tersebut membuahkan hasil berupa gaji pertamanya sebagai pesepak bola profesional. Ia menerima lebih dari 40 juta rupiah pada waktu itu.
“Gaji pertama di FC Luzern adalah 3 ribu Swiss Franc. Tapi banyak bonus yang lebih besar jumlahnya dari gaji,” Kurniawan mengenang.
Highlight utama dalam waktu yang dihabiskannya di Luzern adalah kesuksesannya mencetak gol ke gawang klub raksasa Swiss, FC Basel. Kurniawan sempat mengisi tajuk utama media-media di Swiss berkat performa gemilangnya di pertandingan tersebut.
Sayang, seringnya cedera membuat Kurniawan harus kembali ke Indonesia. Ia sempat memperkuat Pelita sebelum bergabung dengan proyek dream team PSM Makassar untuk musim 1999/2000. Namanya sempat tersandung kasus kepemilikan obat terlarang. Namun, bermain bersama pemain-pemain bintang sedikit mengembalikan performa hebat Kurniawan. Ia mencetak dua gol di partai final ke gawang PKT Bontang. Gol-gol tersebut menjadi penentu suksesnya PSM meraih gelar juara Liga Indonesia.
Selepas memperkuat PSM, pemain yang akrab disapa ‘Kurus’ karena bentuk badannya ini, malang-melintang di berbagai klub nasional, antara lain PSPS Pekanbaru, Persebaya Surabaya dan Persija Jakarta. Pada tahun 2005, ia mengikuti Bambang Pamungkas untuk mencicipi persaingan Liga Malaysia dengan memperkuat Sarawak.
Meski mencetak gol dalam jumlah lumayan bersama Sarawak, Kurniawan akhirnya memutuskan untuk kembali ke Indonesia dalam usia yang mulai menginjak angka 30. Berturut-turut ia memperkuat PSS Sleman, Persitara Jakarta Utara, Persisam Samarinda, Persela Lamongan dan PSMS Medan.
Pada tahun 2011, Kurniawan yang sudah cukup berumur memperoleh tawaran untuk memperkuat salah satu klub di breakaway league, Liga Primer Indonesia (LPI). Ia menyumbang enam gol untuk klu Tangerang Wolves, klub yang hanya bertahan enam bulan, sesuai lamanya LPI berjalan. Setelah itu, Kurus merumput di Pro Duta FC dan Persipon Pontianak sebelum gantung sepatu pada tahun 2014 di usianya yang ke-38.
Pencinta tim nasional Indonesia pasti tak akan melupakan jasa-jasa Kurniawan di kompetisi-kompetisi tingkat regional Asia Tenggara. Ia menjadi bagian tim Merah Putih yang meraih runner-up di SEA Games 1995 dan 1997 serta Piala Tiger (sekarang AFF) 1996.
Yang paling fenomenal tentu saja aksi inspirasionalnya ketika Indonesia menghadapi Malaysia di semifinal Piala Tiger 2004. Kurniawan yang masuk sebagai pemain pengganti mencetak satu gol yang membangkitkan Indonesia dari ketertinggalan 0-1 untuk kemudian menang 4-1. Meski Indonesia kembali gagal di turnamen tersebut, penampilan melawan Malaysia itu merupakan salah satu yang paling dikenang sepanjang masa.
Saat ini, aktivitas Si Kurus tak jauh-jauh dari dunia sepak bola. Ia aktif menjadi pelatih di sekolah sepak bola dan seringkali terlihat menjadi komentator sepak bola di televisi-televisi swasta. Mudah-mudahan semangatnya untuk memajukan sepak bola Indonesia masih membara sama seperti gairahnya ketika bermain dan memburu gol ke gawang lawan.
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.