Stadio Olimpico, Minggu malam (14/5) atau Senin dinihari WIB, berpeluang jadi momen gelar juara Serie-A Italia keenam secara beruntun untuk Juventus. Bakal jauh lebih manis dirasakan mengingat laga berlangsung di kandang pesaing terdekatnya, AS Roma.
Dari berbagai skenario yang akan terjadi, sorotan tersendiri tertuju pada central defender Juventus, Medhi Benatia. Sempat jadi pelapis, dirinya belakangan mulai dipercaya tampil dari menit pertama oleh pelatih Massimiliano Allegri. Melihat tren ini, bukan tidak mungkin Benatia bakal kembali ke Olimpico, tapi dengan rekan setim yang berbeda, dan mungkin Scudetto di akhir laga.
Seakan menambah tensi, Juventus baru saja mengumumkan pembelian Benatia secara permanen dari Bayern Muenchen setelah tampil memuaskan dalam sesi peminjaman per awal musim ini. Pemain berusia 30 tahun itu direkrut dengan nilai sekitar 17 juta euro dan diikat hingga 2020 mendatang.
Sejenak kembali ke penghujung musim 2013/2014 lalu, dua bulan jadi waktu yang diperlukan manajemen Roma untuk menentukan sikapnya pada Benatia. Sejatinya pemain asal Maroko itu baru saja jadi idola baru suporter I Giallorossi setelah penampilan apik pada musim debutnya di Olimpico. Kala itu Benatia dan kawan-kawan sukses finis di peringkat kedua klasemen.
Jelang akhir musim, Benatia berulang kali menyatakan sikapnya untuk bertahan meski mengklaim digoda klub raksasa mulai dari Barcelona, Real Madrid, dan Bayern Muenchen. Namun apa lacur, nama terakhir tiba-tiba mengumumkan perekrutan Benatia. Apa yang terjadi selanjutnya sungguh jadi polemik manajemen Roma.
Dalam sebuah kesempatan, Benatia menyatakan sebenarnya ingin bertahan di Roma, tapi kondisi finansial klub memaksanya untuk hijrah. Mahar 26 juta euro plus bonus dianggap sang pemain jadi tambahan besar I Giallorossi demi menyeimbangkan neraca keuangan di tengah aturan Financial Fair Play. Tak butuh waktu lama bagi manajemen Roma untuk bereaksi keras.
Racun dan Hantu
Presiden klub, James Pallotta, merasa amat geram dengan perangai Benatia. Kala itu lewat situs resmi klub, pria asal Amerika Serikat ini menegaskan kekecewaannya terhadap eks Udinese tersebut. Menurut Pallotta, inkonsistensi ucapan jadi sumber kepergian Benatia.
“Juli lalu di Boston, kedua pihak setuju secara verbal terkait gaji,” buka Pallotta. “Namun, dia lantas berbohong dengan Rudi (Garcia, pelatih Roma 2013-2016) dan rekan setimnya, itu yang tidak bisa saya tolerir. Saya lantas meminta (direktur olahraga) Walter Sabatini untuk menjualnya karena dia sudah jadi racun di ruang ganti,” tegas sang patron.
Tanggapan Sabatini tak kalah keras. Dia menyebut Benatia yang hijrah ke Bayern adalah hantu, bukan sosok sang pemain sebenarnya. Tak butuh waktu lama bagi Benatia untuk jadi musuh bersama manajemen Roma, dan reuni pertama terjadi tak mengenakkan untuk keduanya.
Berselang beberapa bulan sejak kepindahannya atau tepatnya Oktober 2014, Benatia kembali ke Roma. Sayangnya, Benatia bersama Bayern terlalu tangguh untuk I Giallorossi. Die Roten menang telak 7-1 atas Roma. Ketika itu Benatia yang tampil penuh mendapat reaksi beragam dari publik Olimpico.
Setelah menjalani musim yang tak terlalu menyenangkan di Jerman, Benatia akhirnya kembali ke Italia awal musim ini. Seakan jadi takdir destinasinya, pemain kelahiran Courcouronnes, Prancis, ini kembali jadi batu karang kokoh di lini belakang. Benatia mulai mengusik duet Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini di starting line-up
Fakta statistik, saat ini Benatia jadi pemain belakang terbaik Juventus, lewat keunggulan di rataan tekel dan intersep. Dirinya hanya kalah dari sisi blok dan sapuan saja dari Chiellini. Selebihnya, Benatia unggul total atas Bonucci, seperti dilansir WhoScored. Akurasi umpannya juga jadi yang terbaik di I Bianconeri, dengan persentase 91,7 persen.
Pada akhirnya, kebangkitan Benatia bersama Juventus tak ubahnya calon tambahan pil pahit untuk manajemen Roma.
Author: Perdana Nugroho
Penulis bisa ditemui di akun Twitter @harnugroho