Kolom Eropa

Tentang Arsene Wenger dan Steve Bould di Suatu Pagi

Islington, London, 6 September 2017

London pagi itu masih dingin. Cuaca Inggris memang tidak pernah benar-benar memberi rasa hangat yang menenangkan. Lalu, terdengar bunyi telepon berdering.

‘Kriiingg..’

Steve Bould (SB): Ya, halo. Bould di sini.

Arsene Wenger (AW): Err, hello, Steve. It’s me. Eh eh eh..

SB: Ummm, siapa ya? Tahu nomer saya dari mana? Kalo nggak penting-penting amat chat WhatsApp aja.

AW: Jangan banyak tingkah begitu kamu, botak. Saya butuh kamu..

SB: He he he he, yes Monsieur.. Ummm, boss. Jam berapa di sana? Tapi saya gak bisa lama-lama ini. Gimana, gimana?

AW: Monsar monser.. Jangan kaku begitu..

SB: Jadi apa, nih? Segnor Wenger?

AW: Panggil Arsene saja, seperti biasa. Kamu ini, lho..

Percakapan tiba-tiba menghening sejenak. Ada jeda sekira setengah menit. Kedua suara di saluran telepon tersebut membisu, tetapi tidak dengan pikiran serta kenangan yang ada di benak masing-masing.

Sudah satu bulan Steve Bould menggantikan Arsene Wenger sebagai pelatih Arsenal, sementara Wenger, kini melatih Barcelona. Sesuatu yang cukup menggemparkan tentu saja, mengingat Barcelona terlampau besar untuk Wenger, begitu pun Arsenal bagi Bould.

Bould memang diproyeksikan untuk menggantikan Wenger. Bila media menyebut nama-nama seperti Max Allegri atau Thomas Tuchel, pihak board Arsenal beranggapan bahwa Bould bisa menjadi Pep Guardiola-nya Arsenal. Keduanya sama-sama pernah membela tim, serta menempa pengalaman sebagai pelatih akademi. Intinya: mengenal Arsenal luar dan dalam.

Satu bulan pertama bersama Arsenal, cukup bisa dilalui Bould dengan baik. Ia langsung kehilangan Alexis Sanchez ke Juventus. Ia membuang nama-nama seperti Theo Walcott dan Alex-Oxlade Chamberlain. Bould dengan sedikit nekat mempromosikan Chuba Akpom dan Jon Toral ke skuat senior. Jack Wilshere ia pulangkan dari AFC Bournemouth, lalu memberikannya ban kapten.

Di luar perkiraan, Bould berhasil merekrut pemain-pemain yang cukup mentereng. Sead Kolasinac ia angkut ke Emirates Stadium dari Schalke dengan mahar 7 juta paun. Untuk melapis Laurent Koscielny, ia membeli Matthias Ginter dari Borussia Dortmund dengan benderol cukup mahal, 18 juta paun.

Si botak Bould meyakini bahwa pertahanan yang baik adalah kunci kesuksesan. Sebagaimana ia dulu digembleng George Graham, titik inilah yang menjadi perhatiannya. Aaron Ramsey ia pasang untuk beroperasi di sayap kanan, sehingga tidak lagi berposisi sebagai holding midfielder ataupun gelandang serang. Posisi tersebut ia percayakan kepada Mohammed Elneny dan Granit Xhaka.

Meski baru menang sekali dari 3 laga Liga Primer, racikan Bould mendapat puja-puji karena Arsenal melaluinya dengan cleansheet. Gawang Wojciech Szczesny, yang dipulangkan kembali dari peminjaman di AS Roma, bersih dari gol tim lawan.

Sementara Wenger.. Ah..

AW: Hello, hellooo.. Kamu, kok, bengong Steve?

SB: Yes, Arsene. Maafkan. Hanya terkenang masa silam. Betapa nasib sering kali tidak dapat kita duga, ya.

AW: Kamu kok jadi sok berfilosofi begini. Saya butuh kamu untuk memberi saran pada saya, Steve.

SB: Arsene, saran saya jelas. Seperti yang saya katakan sejak awal tahun 2017 lalu pada Anda. Sudah waktunya istirahat. Sudah saatnya hanya memperhatikan Arsenal dari jauh, dari sudut pandang suporter. Anda terlalu baik untuk bertarung di dunia yang begitu sengit ini. Anda ingat saran saya, kan? Kalau memang masih ingin melatih, ambillah tim nasional. Intensitas dan tekanannya tidak setinggi level klub. Apa lagi sekelas Barcelona.

AW: Tidak tahu, Steve. Kamu tidak tahu rasanya menjalani rutinitas ini selama puluhan tahun. Saya tidak bisa membayangkan hidup menganggur, ongkang-ongkang kaki menikmati masa tua. Saya masih merasa sangat muda!

SB: Tapi, boss…

AW: Lhooo, ‘boss’ lagi. Panggil nama saja. Dan kamu memotong ucapan saya, Steve. Tunggu dulu. Saya belum selesai.

Hening lima detik.

AW: Hhhhhh…. Footballistically, Barcelona adalah mesin tempur, Steve. Saya hanya perlu memanaskannya tiap pagi. Saya tidak perlu memodifikasi mesin ini. Saya hanya tinggal mengganti oli, mengganti ban yang mulai botak, begitulah kira-kira. Awalnya saya pikir begitu. Tetapi rupanya ada dua hal yang tidak saya perkirakan bisa mengganggu karier saya di sini. Kamu tahu apa itu, Steve?

SB: Saya udah boleh ngomong, nih?

AW: Lho iyaa, jelaass. Kan saya tanya.

SB: Saat saya melihat konferensi pers pertama Anda sebagai pelatih Barcelona di TV, saya langsung tahu hal buruk akan terjadi. Saya membayangkan kiprah Anda akan berjalan tragis, lalu klub itu dengan semena-mena memecat Anda. Anda dan Barcelona sama-sama memiliki ego yang besar. Jadi saya kira hal pertama yang mengganggu Anda adalah ego pemain, terutama si Lionel Messi itu. Sadarlah Arsene, Messi itu lebih besar dari Barcelona dan bahkan dari dirimu sendiri.

Gila, bukan bos?! Eh! Arsene, maksudnya. Gila betul. Dulu Anda sering mengomentari Financial Fair Play. Anda sering ketus dengan klub-klub yang diinjeksi doping finansial seperti Chelsea, tetapi di skuat Anda ada pemain yang menggelapkan pajak! Neymar juga, kan? Anda seperti menjilat ludah Anda sendiri, Arsene.

AW: Pedas sekali omonganmu, Steve. Masih ada yang ingin kamu katakan?

SB: Pastinya, Arsene.

AW: Silakan. Dari sini saya bisa mendengar dengus napasmu. Kamu emosional sekali. Terima kasih atas perhatiannya.

SB: Sama-sama, Arsene. Oke, saya lanjutkan. Bagaimana mungkin Anda menerima tawaran Barcelona sementara Anda tahu tim itu dihuni oleh egomaniak seperti Messi. Tentu ada alasannya bukan, mengapa di timnas Argentina dia seperti mati kutu terus. Ada! Egonya dia, Arsene!

Dia ngambek kepada Pep hanya karena menempatkannya di sayap, dan memberikan pos penyerang tengah kepada Zlatan Ibrahimovic. No one’s bigger than the club, Arsene. Tapi ini Messi, orang yang punya legitimasi untuk ngambek kepada siapa pun di Barca.

Annie meninggalkan Anda karena ini, Arsene. Di satu sisi, Anda adalah orang paling idealis dan rasional yang saya kenal. Di sisi lain, Anda tidak bisa rasional di luar sepak bola.

Putri Anda umurnya sama dengan masa jabatan Anda di Arsenal. Saat saya menatap matanya, betapa dia adalah personifikasi dari Arsenal. Keduanya tumbuh sama-sama cantik. Berkat Anda! Tetapi sebagai manusia yang tentu beranjak tua, kita mesti merelakan anak kita hidup merdeka dan mandiri saat waktunya tiba, Arsene.

Hancur hati saya, Arsene, tiap melihat berita tentang Anda di TV ataupun koran. Selalu yang buruk-buruk. Pers Inggris masih menganggap Anda sebagai jualan sehingga porsi berita buruk tentang Anda selalu menjadi headline mereka.

Kadang saya berpikir, jika ada di posisi Anda, saya akan kembali pulang ke desa Alsace, kampung Anda itu. Suasananya sempurna, Arsene. Tenang, jauh dari kebisingan kota. Toh, Anda bisa beberapa minggu sekali terbang ke London. Uang Anda banyak. Teman Anda di sini juga banyak.

Oh, demi Tuhan, saya kecewa sekaligus sedih saat Anda menerima tawaran Barcelona. Segala elemen klub itu, mulai presiden sampai suporter, menempatkan posisi mereka begitu berlebihan. Koran pun ada yang memihak ke mereka, kan? Ini bukan persoalan satu-dua trofi. Ini soal hidup dan mati, Arsene.

AW: Steve, itulah. Identitas itu yang menjadi pesona mereka, sekaligus menarik minat saya. Saya tidak pernah merasa ditantang seperti ini lagi sejak BBC menertawakan ucapan saya bahwa Arsenal bisa juara tanpa kalah. Saya ingin menampar mulut mereka lagi.

Bagi saya Arsenal adalah segalanya. Saya kecewa ketika mendapati kenyataan bahwa ternyata Mesut Ozil dan Alexis Sanchez bukanlah jawaban untuk memecahkan kendala permainan. Sedih sekali saya, asal kamu tahu! Di saat saya bisa membeli pemain berharga mahal, keduanya justru agak melempem dan tidak bisa mengangkat performa skuat secara keseluruhan.

Begitu juga dengan si Ivan Gazidis. Dia seperti makan gaji buta saja, Steve! Bukannya saya sok mau berkuasa, tetapi apa sih, yang tuan Gazidis pahami soal transfer?

Kamu juga sama, Steve. Mengapa kamu begitu bersikeras mencampuri taktik dan sesi latihan? Saya yang pernah membawa tim ini tanpa kalah, Steve. Cuma saya yang mampu membawa tim dengan materi pemain-pemain busuk macam Philippe Senderos, Nicklas Bendtner, Johan Djourou atau Denilson, namun tetap berada di empat besar.

Cuma saya, Steve! Dan kalian berdua, dengan si Gazidis itu sama-sama botak! Guardiola juga botak! Kenapa orang-orang menyebalkan di hidup saya semuanya berkepala botak?!

Steve,h allooo. Hey, Steve. Saya bercanda. Saya hanya meluapkan emosi tadi.

Hallooooo, Steve. Maafkan saya. Apa kamu masih dendam waktu saya menjualmu ke Sunderland? Saya sudah minta maaf, Steve?

Steve, oi. Setidaknya sampaikan salam untuk Vic dan Rob. Terutama Rob, saya kangen dengan pai babi andalannya itu.

Adieu, Steve..

Steve!

Tidak, jangan tinggalkan saya, Steveee..

***

Wenger terbangun dari tidurnya. Keringat membasahi piyama satinnya. Aliran udara keluar masuk dengan cepat dari hidung dan mulut, seolah memburu waktu. Di atas meja samping kasur, masih tergeletak map terkutuk itu: draft perpanjangan kontrak yang belum ia buka.

Di luar, matahari bersinar terik. Dan ia tahu apa jawaban apa yang akan ia berikan kepada Stan Kroenke. Empat tahun lagi bersama Arsenal tentu menyenangkan betul dibandingkan minggat ke Barcelona yang hangat ya, Wenger?

Author: Fajar Martha
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com