Eropa Inggris

Jamie Vardy Reborn 

Musim 2015/2016 kemarin, lahirlah sebuah kisah dongeng dalam kancah Liga Primer Inggris. Klub tanpa nama besar dan tradisi sekelas Leicester City, berhasil mengangkangi tim-tim semisal Arsenal, Chelsea, Liverpool dan duo Manchester (City dan United) untuk merengkuh titel juara.

Nama pelatih The Foxes, julukan Leicester, berkebangsaan Italia, Claudio Ranieri, pun meroket. Begitu pula dengan beberapa nama pilar utama klub yang pernah menjuarai Piala Liga sebanyak tiga kali tersebut seperti N’Golo Kante (kini di Chelsea), Riyad Mahrez, Kasper Schmeichel dan tentu saja Jamie Vardy.

Khusus nama yang disebut terakhir, kontribusinya memang amat signifikan atas pencapaian gemilang itu. 24 gol yang dicetak Vardy pada musim lalu memang berkontribusi banyak bagi poin-poin yang didulang The Foxes.

Sialnya aksi cemerlang tersebut gagal dilanjutkan Vardy begitu musim 2016/2017 dimulai. Hingga pekan ke-15, penyerang berusia 30 tahun ini bahkan cuma sanggup bikin 5 gol saja. Leicester pun mengalami penurunan drastis lantaran terjerembab di papan bawah.

Krisis itu pula yang kemudian memaksa manajemen The Foxes memberhentikan Ranieri dari jabatannya pada 23 Februari silam. Ironisnya, nama Vardy ketika itu disebut-sebut sebagai salah satu figur yang mendesak pihak manajemen menyudahi kerjasama dengan sang pelatih. Lelaki kelahiran Sheffield ini pun menepis kabar tak sedap tersebut.

Sebagai pengganti Ranieri, manajemen menunjuk sosok asal Inggris, Craig Shakespeare, dengan jabatan pelatih interim sampai musim ini berakhir. Tugas Shakespeare tentu tidak ringan lantaran harus menyelamatkan The Foxes dari jeratan relegasi. Selain itu dirinya juga harus melanjutkan langkah brilian Wes Morgan dan kawan-kawan di ajang Liga Champions (terbukti kini mereka masih bertahan sampai babak perempatfinal).

Uniknya, di tangan Shakespeare, ketajaman Vardy yang sempat sirna pelan tapi pasti mulai muncul kembali. Dalam rentang 27 Februari hingga 9 April kemarin alias di enam pertandingan, Vardy berhasil menjebol gawang lawan sebanyak lima kali. Leicester pun sukses memenangi lima laga diantaranya sekaligus mengatrol posisi mereka di papan klasemen.

Catatan apik tersebut rupanya dilanjutkan eks penyerang Fleetwood Town ini dengan kembali mengukir satu gol di laga melawan Crystal Palace akhir pekan kemarin (15/4). Meski pertandingan itu sendiri hanya berakhir imbang, 2-2, namun posisi The Foxes di klasemen tampak semakin aman dari jurang degradasi.

Statistik menggembirakan dari Vardy ini tentu saja disyukuri oleh Shakespeare maupun pendukung fanatik Leicester. Bayang-bayang sebagai juara bertahan pertama yang terdemosi ke Divisi Championship mulai lenyap sedikit demi sedikit.

Lalu, apa harapan suporter Leicester bila Vardy terus garang di depan gawang lawan seperti saat ini?

Mengingat Leicester takkan mungkin berlaga di kejuaraan antarklub Eropa musim depan (karena sudah rontok di Piala FA maupun Piala Liga), bertahan selama mungkin di Liga Champions musim ini bisa jadi sebuah dongeng indah lanjutan sekaligus hiburan terakhir yang bisa diimpikan fans The Foxes.

Apalagi mereka “cuma” ketinggalan 0-1 dari Atletico Madrid sehingga kans untuk membalikkan keadaan masih ada. Siapa tahu di partai kedua yang akan dimainkan di Stadion King Power (18/4) mendatang bisa dimenangi The Foxes dengan selisih dua gol atau lebih. Dan Vardy, tentu saja bakal diminta kembali berkontribusi untuk menorehkan sejarah itu lewat gol-golnya.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional