Persaingan antara Ruud van Nistelrooy dan Patrick Kluivert begitu melegenda. Keduanya selain menganggap diri masing-masing adalah penyerang yang hebat, mereka juga secara terbuka mendiskreditkan penyerang saingan mereka. Ruud sering mencela Kluivert, begitu pula sebaliknya. Sudah menjadi rahasia umum apabila keduanya tidak akur, terutama ketika membela timnas Belanda.
Permasalahan antara Ruudtje dan Kluivert ini adalah salah satu penyebab mengapa Belanda tidak tampil terlalu bagus di tahun 2000-an awal. Para pelatih timnas Belanda di masa tersebut selalu berupaya keras untuk bisa memadukan dua penyerang yang pada faktanya memang memiliki kemampuan yang luar biasa. Permasalahan antara Ruud dan Kluivert ini yang menjadi biang utama mengapa mereka tidak berhasil melaju ke babak utama Piala Dunia 2002 di Korea-Jepang.
Namanya kehidupan, selalu saja ada kebaikan dalam situasi tersulit sekalipun. Di tengah peliknya perseteruan antara Ruud van Nistelrooy dan Patrick Kluivert, muncul sosok yang justru kemudian menjadi pengharapan publik sepak bola Belanda. Ia adalah Roy Makaay.
Si pemegang rekor gol tercepat di Liga Champions
Johan Cruyff sebenarnya sudah memecahkan perseteruan terkait siapa yang lebih baik antara Ruud dan Kluivert. Legenda sepak bola Belanda tersebut berujar bahwa Ruud merupakan penyerang yang hebat namun bukan pesepak bola yang bagus. Sementara Kluivert sebaliknya, bukan penyerang hebat, tapi mantan pemain Barcelona ini merupakan pesepak bola yang bagus.
Sementara Makaay berada di antara keduanya. Ia merupakan penyerang dan pesepak bola yang juga sama bagusnya. Makaay memiliki julukan The Phantom atau Das Phantom dalam ejaan Jerman atau Der Phantom dalam ejaan Belanda, yang berarti Si Bayangan. Julukan ini mengacu kepada bagaimana pergerakan Makaay yang sulit terdeteksi oleh pemain bertahan lawan. Makaay bisa secara tiba-tiba sudah berada di muka gawang lawan dan mencetak gol.
Julukan dan permainan Makaay sendiri yang membuatnya berbeda dengan Ruud dan juga Kluivert. Makaay cerdik dan memiliki reaksi yang cepat seperti Ruud, tetapi ia juga cerdas dan bisa terlibat banyak dalam permainan secara keseluruhan seperti Kluivert. Meskipun harus diakui bahwa yang dimiliki Makaay jelas tidak berada di tahapan yang sama dengan yang dimiliki oleh Ruud dan Kluivert. Kemampuan Makaay sifatnya lebih fungsional.
Makaay tersohor ketika ia membela Deportivo La Coruna dan FC Bayern München. Ketika masih memperkuat Super Depor, Makaay berhasil membuat tim tersebut memecah dominasi Real Madrid dan Barcelona. Ia berhasi mengantarkan Deportivo meraih gelar juara La Liga pada musim 1999/2000, lalu diiringi kesuksesan meraih trofi Copa del Rey pada musim 2001/20002.
Pada kompetisi Liga Champions 2002/2003, ia tampil hebat ketika Deportivo berhadapan dengan FC Bayern. Makaay mencetak hat-trick di pertandingan yang digelar di kandang lama FC Bayern, Olympiastadium. Penampilan pada laga ini yang kemudian membuat tim raksasa asal Jerman ini mengangkut Makaay semusim setelahnya.
Di Bavaria, Makaay mendapatkan segalanya. Kesuksesan dan popularitas ia dapatkan ketika membela FC Bayern. Selain berbagai gelar juara, prestasi terbaik yang berhasil ditorehkan Makaay ketika bermain di sana adalah tercatat dalam rekor sebagai pencetak gol tecepat di ajang Liga Champions. Gol yang ia cetak ke gawang Real Madrid pada 7 Maret 2007 di detik ke-10 pertandingan, hingga kini tercatat sebagai gol tercepat sepanjang sejarah kompetisi antarklub Eropa tersebut.
Hijrah ke FC Bayern juga membuat kariernya semakin naik di timnas Belanda. Pelatih timnas Belanda, Dick Advocaat, sebenarnya lebih memilih memainkan Makaay seorang diri ketimbang mesti memainkan Ruud dan Kluivert secara berpasangan di Piala Eropa 2004. Turnamen tersebut adalah bakti terakhir Makaay untuk timnas Belanda di mana ia berhasil mencetak satu gol ketika tim Oranje berhadapan dengan Latvia di fase grup.
Setelah bertualang ke Spanyol dan Jerman, Makaay kemudian kembali ke Belanda dan memperkuat Feyenoord Rotterdam. Ia bermain di sana selama tiga musim, lalu pensiun jelang digelarnya Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Selepas gantung sepatu, kini Makaay disibukkan dengan pekerjaanya sebagai pelatih tim usia dini Feyenoord.
Jelas tidak ada yange menyangka sebelumnya bagaimana seorang anak yang lahir pada 9 Mei 1975 dengan nama Rudolphus Antonius Makaay ini justru akan menjadi sosok penengah sekaligus harapan, di tengah persaingan pelik antara dua penyerang hebat Belanda, Ruud van Nistelrooy dan Patrick Kluivert.
Fijne verjaardag, Der Phantom!
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia