Tendangan bebas Cristiano Ronaldo pada menit ke-53 meluncur mulus ke pojok bawah gawang Gremio yang dijaga Marcelo Grohe untuk mengubah skor menjadi 1-0 untuk Real Madrid. Skor pun tidak beranjak hingga wasit Cesar Arturo Ramos meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan, menandai superioritas Madrid dalam kejuaraan dunia antarklub yang berlangsung di Stadion Zayed Sport City, Uni Emirat Arab.
Kini, Madrid dapat berbangga hati karena mampu meraih tiga gelar juara dunia. Hal yang sekaligus menyamai torehan gemilang rival abadi mereka, Barcelona, yang terlebih dahulu meraih tiga gelar pada kemenangan mereka atas River Plate dua tahun lalu.
Bahkan jika menambahkan dengan gelar Piala Interkontinental (format lama dari Piala Dunia Antarklub) di mana Madrid mengumpulkan tiga gelar, kesebelasan ini tak pelak lagi dapat ditahbiskan sebagai salah satu klub tersukses dunia dengan gelar-gelar internasional yang mereka raih.
Jika masih ditambahkan dengan gelar domestik, maka Madrid sudah merebut 86 trofi mayor, dengan pembagian 63 gelar domestik dan 23 gelar internasional. Rinciannya adalah: 33 gelar La Liga, 19 Copa Del Rey, 9 Piala Super Spanyol, 12 Liga Champions, dua Piala UEFA, tiga Piala Super Eropa, tiga Piala Dunia Antarklub FIFA, tiga Piala Interkontinental, dan masing-masing sebuah Copa Eva Duarte dan Copa de la Liga. Jumlah ini memang masih kalah satu trofi dibandingkan dengan Barcelona dengan koleksi 87 trofi. Namun Madrid unggul dalam pengumpulan trofi internasional, yaitu 23 berbanding 17 milik El Barca.
El Real memang fenomenal. Di dunia sepak bola, mereka seperti raja. Meski mereka juga tidak selalu menang, bahkan pernah juga mengalami kekosongan trofi Eropa pada kurun waktu 1970-an hingga 1990-an, namun mereka kembali ke jalur kemenangan sejak pengusaha konstruksi bernama Florentino Perez mencanangkan target ambisiusnya dalam mengumpulkan pemain-pemain terbaik dunia meski dengan harga yang amat mahal. Pria yang kelak menjadi presiden Madrid ini kemudian membawa klubnya memenangi tambahan empat trofi Liga Champions pada kurun waktu awal 2000-an hingga sekarang.
Tidak sekadar jalur kemenangan biasa, tetapi juga mengumpulkan trofi dan harga diri di luar lapangan. Kondisi finansial mereka selalu sehat dengan pendapatan yang luar biasa besar. Hal ini ditunjukkan dari keunggulan mereka dalam tabel Deloitte Football Money League. Lalu sebelum direbut Manchester United pada tahun ini, Los Merengues selalu memenangkan penghargaan sebagai Most Valuable Club yang diselenggarakan majalah Forbes.
Mentalitas menang adalah yang menjadi alasan kontinuitas ini. Tidak sekadar menang, tetapi juga bermain cantik dengan pemain-pemain terbaik yang dikumpulkan tidak hanya dari seluruh penjuru negeri, tetapi dari seluruh penjuru dunia. Hal-hal yang bersifat tabu, seperti membajak pemain bintang dari rival, tidak berlaku buat mereka.
Di negeri sendiri, Madrid yang berasosiasi dengan penguasa pada masa kepemimpinan Jenderal Franco, lebih dulu mengambil keuntungan. Pada masa itulah gelar-gelar domestik dikoleksi nyaris tanpa tanding. Meski cerita seperti ini mirip dengan yang dialami oleh klub-klub yang dekat dengan penguasa era totaliter seperti Steaua Bucharest yang dekat dengan Nicolae Ceaucescu atau Dinamo Moskow dengan Lavrenty Beria, namun tidak seperti klub-klub ini yang kemudian melempem setelah para penguasa itu digulingkan, Madrid tetaplah berdiri tegak setelah berakhirnya kekuasaan Franco.
Barcelona memang rival abadi
Tidak ada yang absolut dan abadi di dunia sepak bola, namun jika berbicara torehan gelar internasional, Madrid memang cukup jauh meninggalkan para rival. Yang terdekat adalah klub asal Mesir, Al Ahly, yang mengumpulkan 20 trofi internasional, lalu disusul klub asal Argentina, Boca Juniors dengan 18 trofi. Untuk wakil Eropa, ada AC Milan yang juga mengumpulkan 18 trofi dan Barcelona dengan 17 trofi. Di bawah dua klub Eropa ini, ada Liverpool, Bayern München, dan Juventus yang masing-masing mengumpulkan 11 trofi internasional.
Memenangi gelar internasional bukanlah perkara mudah. Hasil pertandingan antarklub berbeda negara tidak dapat diprediksi dengan mudah karena perbedaan kultur, taktik, maupun gaya bermain. Selain itu, kualitas pemain cukup merata dan seringkali kemenangan sebuah klub ditentukan oleh detail-detail kecil seperti aturan gol tandang, gol berbau offside, kisah remontada yang fenomenal, juga faktor antiklimaks sebuah tim yang bisa saja tiba-tiba bermain buruk di babak final meski pada babak sebelumnya bermain amat brilian. Jika meminjam bahasanya AC Milan, diperlukan “DNA” untuk memenangi kejuaraan internasional, yang merupakan gabungan dari faktor-faktor tadi.
Jika melihat pesaing terdekat, akan muncul nama sang rival abadi yaitu Barcelona yang memang selalu mengintai, juga Al Ahly dan Boca Juniors yang memang cukup dominan pada masing-masing benua. Namun jika melihat pada trend perolehan gelar internasional, hanya Al Ahly dan Barcelona yang dapat menjadi penantang dalam pengumpulan gelar internasional.
Al Ahly masih cukup disegani di kawasan Afrika, dengan gelar CAF Champions League terakhir yang mereka raih tahun 2013. Dua kesebelasan yaitu Boca Juniors dan AC Milan sudah lama tidak memenangkan gelar internasional.
Lain halnya dengan Barcelona yang memang seperti ditakdirkan menjadi rival terkuat di segala lini bagi Madrid. Bagaimana tidak, kedua kesebelasan ini masing-masing memenangkan tiga gelar Liga Champions dalam sepuluh edisi terakhir penyelenggaraan. Dalam setiap turnamen, mereka juga selalu menunjukkan diri sebagai calon juara.
Akan tetapi untuk musim ini, Real Madrid menghadapi tantangan berat karena harus menghadapi Paris Saint-Germain pada babak 16 besar Liga Champions. Tentunya tanpa bermaksud menganggap enteng kesebelasan lain, hal ini menjadi kesempatan emas bagi Barcelona, dengan Lionel Messi yang juga berambisi merebut kembali gelar individu dan tim, untuk terus mendekati perolehan gelar internasional Madrid.
Author: Aditya Nugroho (@aditchenko)