Sangat wajar apabila Anda terkejut dengan penampilan Teja Paku Alam di kompetisi Go-Jek Traveloka Liga 1 musim ini. Padahal di kompetisi Torabika Soccer Championship (TSC) tahun 2016 lalu, Teja tampil cukup baik sampai-sampai diikutsertakan dalam skuat timnas Indonesia yang berlaga di Piala AFF. Penampilan Teja musim lalu membuat banyak pihak lega karena regenerasi sektor kiper di negeri ini berjalan dengan baik.
Tetapi apa yang Teja tampilkan musim ini tidak begitu bagus. Bahkan bisa dibilang jauh dari penampilan terbaik yang ia tunjukan di TSC musim lalu. Teja seakan terlalu mudah membiarkan gawangnya dibobol oleh pemain lawan. Penampilan minor Teja juga boleh jadi salah satu sebab mengapa posisi tim Sriwijaya FC (SFC) bisa merosot drastis di musim ini.
Faktor cedera dan tidak bakunya lini belakang Sriwijaya FC
Cedera yang dialami Teja pada permulaan musim bisa jadi alasan utama mengapa penampilannya menurun di musim ini. Pada pekan-pekan awal Liga 1, SFC mesti memasang kiper cadangan Sandy Firmansyah selama Teja cedera. Tentu setelah cedera, membutuhkan waktu untuk bisa kembali ke penampilan terbaik.
Pun karena rumitnya pemain yang berposisi sebagai kiper adalah, mereka tidak hanya berlari, tetapi juga akan melompat dan menyergap. Maka cedera yang dialami oleh para kiper biasanya akan berakibat lebih fatal ketimbang para pemain lain yang berlaga di lapangan. Apabila kiper sudah sulit melompat akibat trauma cedera tentu akan menyulitkan ia untuk melakukan tugasnya bukan?
Soal lini belakang SFC yang tidak memilkin patokan baku, Teja sendiri selama ini bermain di belakang empat pemain belakang yang berbeda-beda sejak ia pulih dan kembali ke lapangan. Ini menjadi sangat penting karena bermain dengan paket pemain belakang yang sama dalam setiap pekan akan membuat komunikasi dan koordinasi di lini pertahanan semakin kuat dan baik. Karena seperti yang sudah Anda ketahui soal ujaran yang tersohor dari manajer legendaris, Sir Alex Ferguson, Attack wins you games, defense wins you titles.
Sulitnya lagi, masing-masing memiliki permasalahan tersendiri. Harapan awalnya tentu SFC bisa menduetkan Bio Paulin dan Mauricio Leal di jantung pertahanan. Kenyataanya, Bio tidak kunjung fit, sementara Leal tampil tidak maksimal hingga akhirnya dilepas.
Marckho Meraudje baru diketahui lebih cocok bermain di sektor bek kanan ketimbang bek tengah. Zalnando sempat absen karena mengikuti pelatnas SEA Games, kemudian memaksa Gilang Ginarsa yang biasa bermain di posisi bek kanan dipindahkan ke posisi bek kiri. Ahmad Maulana Putra yang bisa dipakai sebagi pemain bertahan darurat pun tengah mengalami cedera lutut parah sejak bulan Juni 2017 lalu.
Bek potensial, Rudolof Yanto Basna, masih berusaha menemukan permainan terbaiknya, sementara Indra Permana masih hijau dan belum berpengalaman. Krisis pemain belakang ini bahkan memaksa SFC mendatangkan Bobby Satria dan Dominggus Fakdawer.
Bandingkan dengan musim lalu ketika empat pemain bertahan di depan gawang Teja adalah para pemain berpengalaman seperti Ahmad Jufriyanto, Fachrudin Aryanto, Muhammad Ridwan, Wildansyah, ditambah Zalnando yang pada musim lalu tampil meledak-ledak. Mereka bermain reguler setiap pekan dan punya koneksi yang cukup baik.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah Teja Paku Alam benar-benar kiper berkualitas atau ia tampil bagus karena ada pemain bertahan hebat bermain di depan gawangnya?
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia