Suara Pembaca

Teknologi dan Evolusi Perangai Penggemar Sepak Bola

Penggemar sepak bola Indonesia sekitar 2000-an awal nampaknya memiliki hobi yang sama, mereka bangun jam kurang lebih setiap pukul 05.30 pagi. Alasannya jelas, informasi aktual olahraga khususnya sepak bola selalu tersaji di layar kaca sebelum rutinitas bersih diri menuju sekolah atau lokasi kerja.

Lensa olahraga yang tayang di ANTV acap menjadi menu sarapan pagi bagi penggemar sepak bola lokal, Lensa Olahraga juga menjadi kanon utama untuk melihat skor pertandingan Liga Djarum Indonesia (LDI) petang kemarin. Selain itu, kejar-kejaran El Loco dan Boaz Solossa dalam daftar top skor LDI pun menjadi kudapan yang pas untuk melengkapi berita terkait sepak bola nasional.

Setelahnya, Sport 7 Pagi yang tayang pukul 6.30 di Trans 7 (dahulu bernama TV 7) siap menghantam dengan hasil laga big match yang semalam dari sepak bola Eropa, entah dari Liga inggris, Italia, atau Spanyol, tak luput update kepindahan pemain internasional yang biasanya disertai gosip-gosip yang mengagetkan.

Tiap masa memang punya konteks masing-masing, namun rasanya jika dibandingkan dengan periode milenium saat ini, perilaku konsumsi informasi khususnya sepak bola tegas posisi kontrasnya.

Penggemar sepakbola sekitar tahun 2000-an mesti menanti fajar tiba ketika ingin memperbarui katalog info sepak bola, sedangkan penggemar sepakbola sekarang terbiasa dengan berita kilat yang tersaji di media sosial.

Perlu diketahui menurut Data Reportal 2020, jumlah orang yang mengakses media sosial di Indonesia secara keseluruhan mencapai 160 juta pengguna. Angka tersebut menunjukkan tingginya aktivitas masyarakat Indonesia mengakses berbagai informasi yang ada di dunia maya termasuk sepak bola.

Kaitan antara penggemar sepak bola dan media sosial belakangan ini memang begitu erat, studi yang dilakukan oleh Plymouth Marjon University yang berjudul Social Media and Football Fan Culture menunjukkan bahwa platform media sosial seperti Facebook, Instagram atau Twitter menciptakan lebih banyak penggemar sepak bola dibanding sebelumnya.

BACA JUGA: Semestinya Jarak Bukan Halangan Bagi Para Suporter

BACA JUGA: Beragam ‘Ritual’ Suporter Seusai Pertandingan

BACA JUGA: Beratnya Menjadi ‘Suporter Layar Kaca Jaman Now’

Para penggemar tersebut kemudian memiliki kecenderungan untuk mengumpulkan informasi dari pemain dan klub yang disukai.

Masih dalam tulisan yang sama, dibanding penggemar sepak bola sekitar 2000-an awal yang seolah berjarak dengan klub atau pemain yang dikagumi, melalui media sosial, mereka saat ini dapat menjalin interaksi yang lebih intens dengan para pemain dan klub yang dicintai

Permasalahannya adalah kedekatan antara penggemar sepak bola dengan klub yang dicintai khususnya pada platform digital menimbulkan sebuah polemik. Penggemar sepakbola acapkali melampaui kompetensinya sendiri tatkala bereaksi terhadap klub dan timnas kebanggaannya.

Hal ini marak kita jumpai pada fanspage platform digital seperti Twitter, Facebook, dan Instagram sebuah klub sepak bola yang sedang terpuruk atau mengalami kekalahan pada sebuah pertandingan.

Entah umpatan kepada pemain yang melakukan blunder, kemudian tuduhan salah strategi yang digunakan oleh pelatih, hingga yang paling klimaks adalah desakan mundur kepada juru taktik yang membawa klub pada jurang kegagalan.

Salah satu peristiwa yang tepat menggambar fenomena ini terjadi ketika timnas Indonesia mengalami kekalahan atas Malaysia di Gelora Bung Karno pada laga lanjutan kualifikasi Piala Dunia 2022 Qatar setelah terkena comeback dwigol Mohamadou Sumareh di penghujung laga.

Previous
Page 1 / 2