Anzhi Makhachkala sempat jadi nama yang menarik perhatian penikmat sepak bola dunia kala tim yang berlaga di Russian Premier League (Liga Rusia) itu mendatangkan sejumlah bintang untuk mengangkat prestasi tim asal Dagestan usai diakuisisi oleh Suleyman Kerimov.
Sayang, angan-angan Kerimov melihat Chelsea dan Roman Abramovich dalam wujud Anzhi Makhachkala tak pernah terwujud. Pada nyatanya, Kerimov seolah salah perhitungan. Tim ini bukanlah tim dengan basis suporter besar. Pun mereka bermain di Liga Rusia dengan minat penonton yang tak sebesar Liga Inggris, liga tempat Chelsea bermain.
Kerimov menyerah dan meninggalkan Anzhi setelah masalah internal menyerang tim yang bermain di Anzhi Arena tersebut. Kini, nasib mereka terjun bebas dan hanya bermain di kasta ketiga Liga Rusia. Mari kembali mengingat bagaimana silaunya kekuatan klub asal Dagestan saat mencoba meraih kejayaan yang mereka inginkan.
Tahun 2011, tahun di mana tim yang berdiri tahun 1991 itu beralih kepemilikan. Adalah Suleyman Kerimov, pengusaha sekaligus politikus dari Dagestan yang mencoba mengubah nasib tim kampung halamannya. Sebelum diakuisisi, Anzhi hanyalah tim papan tengah Liga Rusia yang gemar naik-turun kasta.
Pada awal penandatanganan akuisisi, Kerimov tampak semangat membangun ulang The Eagles. Adalah Roberto Carlos yang pertama kali datang. Mantan bek kiri Timnas Brasil itu datang di tahun 2011. Selanjutnya datanglah bintang-bintang lain dalam diri Yuri Zhirkov yang datang dari Chelsea dengan mahar 13,5 juta euro dan Christopher Samba yang kala itu juga diincar oleh Manchester United.
Yang paling fenomenal kala itu ialah datangnya bintang Inter, Samuel Eto’o, dengan biaya 24 juta euro. Eto’o juga dinobatkan sebagai pesepak bola dengan gaji tertingg di dunia kala itu di mana bintang Timnas Kamerun tersebut menerima lebih dari 20 juta euro per tahun.
Tak sampai di situ, bintang lain pun seolah tak berhenti berdatangan. Diego Tardelli, Lassana Diarra, Aleksandr Kokorin, dan juga bintang Shakhtar Donetsk, Willian. Selain mendatangkan pemain bintang, Anzhi juga mengontrak pelatih gaek berpengalaman, Guus Hiddink.
Dengan pelatih dan pemain yang mumpuni, prestasi Anzhi mulai menunjukkan hasilnya. Pada musim 2012/2013 Anzhi mampu merangsek ke papan atas Liga Rusia di mana Samuel Eto’o juga keluar sebagai pencetak gol terbanyak bagi mereka.
Sayang, prestasi Anzhi hanya sampai di situ. Walau sebenarnya apa yang mereka raih bukanlah prestasi karena tak mampu meraih satu piala pun dan hanya sebatas pesaing dalam perebutan juara Liga Rusia. Hanya itu. Tak lebih.
Semusim berikutnya, 2013/2014 Kerimov mulai menunjukkan kejenuhannya terhadap Anzhi. Kondisi politik di wilayah Dagestan kala itu membuat Kerimov memotong uang belanja Anzhi yang berakibat pada kaburnya bintang-bintang mereka disusul pula oleh sang juru latih, Guus Hiddink.
Pada musim itu pula mereka hanya mampu finis di posisi ke 16 dan memaksa mereka turun kasta ke divisi kedua persepakbolaan Rusia. Tahun 2016, Kerimov benar-benar melepas seluruh sahamnya di Anzhi dan membuat tim Dagestan itu semakin goyang tak memiliki tiang penyangga.
Kurang menariknya Liga Rusia adalah alasan utama mengapa Anzhi seolah jalan di tempat. Pun dengan wilayah di mana mereka berasal mengalami konflik separatis yang membuat wilayah tersebut tak kondusif. Kejayaan yang Kerimov angan-angankan bersama Anzhi hanya sebatas kasih tak sampai.
Kini, Anzhi bermain di kasta ketiga Liga Rusia dan gebrakan yang mereka buat awal 2011 lalu telah hilang tak berjejak. Mereka kembali ke identitas lama sebagai tim papan bawah yang gemar naik-turun kasta.