Ditelan euforia usai memastikan gelar Liga Inggris musim ini, Liverpool pun mulai linglung dan berjalan tanpa arah seperti orang mabuk. Setidaknya itu terlihat usai The Reds menelan kekalahan ketiga kalinya di Liga Inggris 2019/2020. Adalah Arsenal yang menghukum anak asuh Jurgen Klopp dengan skor akhir 2-1.
Gol dari Sadio Mane mampu dibalas oleh Alexandre Lacazette dan Reiss Nelson. Kekalahan yang juga praktis membuat The Reds tak mampu memecahkan rekor poin terbanyak di liga milik Manchester City dengan 100 poin. Tersisa dua laga liga, namun bila disapu bersih dengan kemenangan hanya akan menghasilkan 99 poin di akhir klasemen.
Sebelum dikalahkan Arsenal, Liverpool juga kehilangan poin penuh di Anfield kala menjamu Burnley. Hasil tersebut membuat Liverpool tak bisa mengikuti jejak Chelsea, dan Manchester United yang menyapu seluruh laga kandang di Liga Inggris (19 pertandingan) dengan kemenangan. Adapun The Reds masih menyisakan satu laga kandang terakhir melawan Chelsea pada 23 Juli 2020 dini hari WIB.
BACA JUGA: Senjakala Jurgen Klopp di Liverpool
Hasil minor yang didapatkan dalam beberapa laga ke belakang menjadi tanda tanya. Namun, sejatinya penampilan Liverpool yang mulai linglung sudah terlihat sejak mengalami kendala “kehabisan bensin” saat bertandang ke markas Atletico Madrid di babak 16 besar Liga Champions. Selepas kekalahan 1-0 di Wanda Metropolitano, total Liverpool mengalami 5 kekalahan, 5 kemenangan, 2 seri, serta kebobolan 20 gol di semua kompetisi.
Beruntung hasil minor tersebut terjadi kala selisih poin dengan Manchester City di liga sudah terpaut 25 poin. Lantas apa penyebabnya?
Banyak pengamat maupun fans menilai permainan Liverpool mulai terbaca oleh lawan. Strategi yang diterapkan Atletico saat itu, kemudian menjadi obat mujarab yang diterapkan oleh lawan-lawan The Reds untuk membungkam mereka.
Menjadi perhatian lain yakni absennya kapten Jordan Henderson dalam 2 laga terakhir. Henderson menjadi kunci permainan di lini tengah. Ia memang tak memiliki tendangan keras layaknya Gerrard ataupun melengkung indah seperti Coutinho, namun perannya penting sebagai pemutus pertama serangan lawan serta mengalirkan bola ke lini depan.
Perannya sebagai seorang kapten tim sangat krusial. Henderson senantiasa berteriak di atas lapangan memberi komando, baik untuk menegur kesalahan rekan, maupun memompa semangat kala tim sedang tertekan.
Namun terlebih itu semua statistik juga memperlihatkan penampilan Liverpool apabila Henderson bermain di liga musim ini menghasilkan 90% kemenangan dan 3,33% kekalahan. Berbanding terbalik ketika dirinya absen, Liverpool bisa meraih 33% kekalahan dan hanya 50% kemenangan yang didapat.
Faktor lain yang mungkin juga dapat dikedepankan di tengah performa Liverpool yang mulai linglung ini tak lain dan tak bukan adalah semangat juang para pemain yang sedikit mengendur kala selisih poin di liga sangat jauh kala sebelum juara, dan terbaru tentu karna sudah dipastikan meraih gelar juara jauh-jauh hari.
Apapun alasan dan faktornya, permainan Liverpool yang mulai linglung dalam beberapa laga terakhir wajib dibenahi Klopp. Kualitas pemain pelapis yang jauh dari kata memuaskan juga mesti menjadi perhatian.
Persaingan musim depan tentu semakin ketat mengingat para pesaing sudah mulai berbenah. Manchester United yang belum terkalahkan di liga selepas pergantian tahun, Chelsea yang berhasil mendatangkan Hakim Ziyech dan Timo Werner di bursa transfer, dan tentu saja Manchester City yang bertekad merebut kembali trofi liga dari tangan Liverpool.