Editorial

AC Milan Menyambut Zlatan, Tepat di Akhir Zaman

Kabar kembalinya Zlatan Ibrahimovic ke AC Milan bukan wacana belaka. Sabtu (28/12) dini hari, ketika Pep Guardiola tertunduk lesu akibat kekalahan di kandang Wolves, Ibra menebar senyumnya. Ia kembali ke Milan, klub yang terpaksa ditinggalkannya tujuh tahun lalu.

Cerita tidak akurnya Ibra dan Pep sudah menjadi rahasia umum di jagat lapangan hijau. Entah disengaja atau tidak, diumumkannya comeback Ibra ke Milan berbarengan dengan hasil City kontra Wolves, seperti memunculkan kembali kisah perseteruan lama antara dua insan, mumpung salah satunya belum menemui akhir zaman.

Ya, baik Pep atau Zlatan, keduanya sedang menuju ke arah sana. Pep yang sedang dalam tekanan hebat, mungkin tak lama lagi akan mengakhiri masa kepelatihannya di Etihad Stadium. Begitu pula dengan Zlatan yang semakin dekat ke pungujung karier.

Zaman menurut definisi di KBBI adalah jangka waktu (panjang atau pendek) yang menandai sesuatu. Dengan semakin menuanya usia Zlatan, itu juga berarti dia tidak jauh dari akhir zaman, garis finis kariernya sebagai pesepak bola.

Namun berbeda dengan Pep yang sepertinya bakal menjumpai akhir zaman di Manchester City dengan keterpurukan, justru Zlatan menghadapi akhir zamannya dengan penuh gairah.

BACA JUGA: Kisah Tiga Penalti Andriy Shevchenko

Hestek #IZCOMING dan #IZBACK membanjiri linimasa media sosial dini hari tadi, terutama bagi para umat Serie A secara umum dan AC Milan khususnya. Sebabnya, sang dewa San Siro telah kembali, setelah terakhir kali mengenakan seragam merah-hitam di musim 2011/2012.

Seketika aura positif langsung menyelimuti I Rossoneri, dan itu wajar. Walau Milan mendatangkan rekrutan aki-aki berusia 38 tahun, tapi ini adalah kedatangan seorang bintang yang ketenarannya menjangkau seantero dunia.

Sudah sangat lama Milan tidak merasakan ini di bursa transfer. Bahkan belasan pemain yang digaet dengan dana 200 juta euro pun tak mampu menandingi nuansa kembalinya Zlatan ke Milanello.

Gairah serupa sebenarnya pernah terjadi sewaktu Milan mendatangkan Leonardo Bonucci, tapi level Bonucci yang masih kontinental pastinya belum menyamai Zlatan yang sudah mendunia. Bagaimana tidak? Lha wong Amerika yang angkuh saja dibuatnya terpukau.

Milan sendiri sedang sangat butuh sosok pemenang di dalam timnya saat ini. Ketiadaan sosok senior memang menjadi persoalan tersendiri di kamar ganti Il Diavolo Rosso. Meski ada nama-nama seperti Giacomo Bonaventura, Lucas Biglia, dan Pepe Reina, mereka bukanlah sosok idola sejati di mata Milanisti.

Sementara itu, kapten Alessio Romagnoli usianya masih belia. Masih banyak yang harus dibuktikan dan dipersembahkan ke publik San Siro. Pun dengan Gianluigi Donnarumma, satu-satunya lulusan akademi Milan di starting line-up utama. Dia belum sepenuhnya memikat hati para suporter, bahkan pernah tercoreng citranya karena persoalan gaji.

BACA JUGA: Dunia Pernah Sempurna untuk Alexandre Pato

Zlatan, di aspek ini, bisa menjadi mentor yang pas di gerbong pemain medioker muda Milan. Pengalamannya bermain di klub-klub elite Eropa, memenangi beragam trofi, otomatis menunjukkan mental juara dan cara menghadapi tekanan.

“For fuck sake, buy Ibra. We need a real winner in the team,” kata Gennaro Gattuso di bursa transfer musim panas 2010, saat Milan dikaitkan dengan Ibrahimovic yang tidak betah di Barcelona.

Kalau Milan di waktu itu saja, yang masih bertabur pemain bagus, butuh pemain seperti Zlatan, apalagi Milan yang sekarang? Andai Zlatan bisa diperbanyak dengan trik Doctor Strange, kagebunshin Naruto, atau membelah diri ala amoeba, Milan pasti tidak akan berpikir dua kali untuk melakukannya.

Akhir zaman bagi Milan dan Zlatan

Berbeda dengan kedatangan Zlatan di musim panas 2010, misi yang dibawa legenda Swedia tersebut sekarang beda. Jika dulu Zlatan datang untuk memenangkan scudetto, kini dia bertugas menyelamatkan AC Milan dari akhir zaman, mumpung dirinya sendiri belum tergerus zaman.

AC Milan sedang berada di lorong kegelapan. Didiskualifikasi panitia turnamen karena masalah keuangan, di liga domestik kalah memalukan, hampir tiap akhir pekan jadi bahan tertawaan, adalah nasib kelam yang harus diterima Si Merah-Hitam dari Kota Mode, musim ini.

Kalau terus dibiarkan, Milan akan terjerumus semakin dalam ke lubang keterpurukan. Ini bukan ancaman belaka, karena contohnya sudah ada. Roma dan Lazio pernah mengalaminya karena telat penanganan. Sriwijaya FC bahkan sampai terdegradasi

Maka, untuk menyelamatkan harkat dan martabat, Zlatan pun didatangkan. Sebagai sosok yang di-tuhan-kan di sepak bola, Zlatan dianggap seperti penyelamat dari karamnya sebuah armada kesebelasan. Ia bakal sangat diharapkan mengangkat Milan dari zaman penderitaan, dan mengembalikan Sang Setan Italia ke jalan yang benar. Jalan perebutan trofi. Atau kalau terlalu jauh, ya jalan perebutan tiket Liga Champions.

BACA JUGA: Paolo Maldini dan 6 Momen Terbaiknya di Piala Dunia

Waktu Zlatan tidak banyak. Ia hanya dikontrak sampai akhir musim 2019/2020, dengan klausul perpanjangan satu musim, tergantung performanya nanti. Tapi, apakah Zlatan akan benar-benar jadi penyelamat, atau hanya berlabuh sebentar agar cerita pensiunnya jadi lebih dramatis, itu bisa dilihat belakangan.

Sebab yang terpenting bagi Milan dan Milanisti sekarang, adalah menyambut kembalinya Zlatan Ibrahimovic. Dia, yang dulu mengakhiri kebersamaannya dengan Milan terlalu cepat. Sama seperti Marco van Basten, yang formula pergerakannya disuntikkan Fabio Capello ke gaya bermain Zlatan.