Turun Minum Tribe Travel

Panasnya Allvenskans di Dinginnya Swedia

Salah satu keuntungan tinggal di Eropa adalah selalu ada kesempatan untuk berkunjung ke negara Eropa lain, kapan saja.

Bermodalkan tiket pesawat bujet rendah, saya menghabiskan akhir pekan di ibu kota Swedia, Stockholm. Perjalanan ini pun hitung-hitung untuk melarikan diri dari keruwetan Barcelona yang akhir-akhir ini dipenuhi demonstrasi massa dan aksi-aksi kekerasan yang dilakukan petugas keamanan.

Sebagai pencinta sepak bola, apalah artinya traveling tanpa berkesempatan menonton sebuah laga olahraga olah kulit bundar. Apa lagi saya pernah baca di sebuah buku, kalau tidak salah How Soccer Explains the World-nya Franklin Foer, bahwa kadar kefanatikan sepak bola di negara-negara Skandinavia cukup tinggi.

Saya memilih pertandingan Hammarby IF, satu dari tiga klub besar di Stockholm (selain AIK dan Djurgarden). Apa lagi, laga yang ingin saya saksikan adalah antara tuan rumah Hammarby melawan klub raksasa Swedia, Malmo FF. Saya pun langsung menuju Tele2Arena, stadion kebanggaan Hammarby.

Jujur saja, saya tidak familiar dengan satu pun pemain maupun mantan pemain Hammarby. Begitu pula dengan lawannya, Malmo, yang hanya saya tahu sebagai eks klub Zlatan Ibrahimovic. Namun, salah satu jurnalis asal Swedia kenalan saya sangat merekomendasikan laga ini. “Itu akan menjadi pertandingan terbesar Hammarby dalam 15 tahun terakhir!”

Baca juga: Siapa Sih Sebenarnya Robin Olsen?

Sembari menikmati nyanyian yel-yel pendukung Hammarby, di tribun pers saya mengecek klasemen sementara Allsvenskan (Liga Utama Swedia). Ternyata sebelum laga pada 20 Oktober 2019 itu dimulai, Malmo menduduki posisi teratas dan hanya unggul tiga poin atas Hammarby! Pertandingan yang saya hadiri itu adalah pekan ke-28 dari total 30 pertandingan.

Berbeda dengan liga di negara-negara Eropa lain, Allsvenskan memang memiliki jadwal yang berbeda. Pekan pertama dimulai di akhir Maret dan pekan terakhir ditutup di awal bulan November setiap tahun.

Musim dingin dengan salju yang tebal memang tak memungkinkan bagi negara-negara Skandinavia, termasuk Swedia, untuk menyelenggarakan kegiatan olahraga outdoor.

Tele2Arena yang memiliki kapasitas total 40 ribu penonton dipadati sekitar 30 ribu pasang mata di laga super big match pada hari itu. Meski suhu udara cukup dingin, yaitu sekitar 0 sampai 5 derajat Celcius, para suporter menyambut laga itu dengan hangat.

Hammarby sendiri belum pernah lagi memenangi Allsvenskan selama 18 tahun. Antusiasme pendukung klub yang didirikan pada tahun 1915 itu mungkin seperti para pendukung Persija pada tahun 2018 lalu. baik Hammarby maupun Persija memenangi gelar juara pada tahun 2001.

Baca juga: Tidak Pernah Mudah Jadi Pawang Macan Kemayoran

Suasana semakin memanas ketika Hammarby mencetak gol cepat di menit ke-15. Sebagai tim besar yang menang telak dengan skor 4-1 pada pertemuan pertama, Malmo tentunya tak ingin kalah. Didukung langsung sekitar tiga ribu suporter yang setia mendampingi mereka di laga tandang itu, tim asuhan pelatih Uwe Rosler ini menciptakan beberapa peluang berbahaya.

Bahkan, tim tamu terlihat lebih dominan selama 90 menit pertandingan. Sayang, kelengahan akibat keasyikan menyerang mendatangkan petaka. Hammarby mencetak gol kedua di detik-detik akhir laga.

Situasi di dalam stadion pada akhir laga benar-benar seperti perayaan juara. Para suporter yang membawa anak terlihat memeluk dan menggendong anak-anak mereka sambil bernyanyi bahagia. Hampir semua pendukung Hammarby yang mengenakan atribut kebesaran berwana hijau-hijau mengibas-ngibaskan syal dengan bersemangat. Sayangnya, perayaan mereka terlalu cepat. 

Situasi berubah dua pekan kemudian, ketika laga pekan terakhir Allsvenskan, Hammarby hanya finis di peringkat tiga. Peringkat dua diduduki Malmo yang mengumpulkan poin sama tapi unggul selisih gol. Gelar juara justru diraih oleh klub lain yang juga berasal dari kota Stockholm, yaitu Djurgarden.

Djurgarden menyalip posisi teratas di tiga pekan terakhir berkat dua kemenangan berturut-turut pada pekan ke-28 dan 29.

Baca juga: Swedia yang Bukan Sekadar Kuda Hitam di Piala Dunia 2018

Di pekan terakhir, mereka sudah tertinggal dua gol oleh tuan rumah Norrkoping. Andai Djurgarden kalah, gelar juara akan jatuh ke tangan Malmo atau Hammarby. Namun, secara dramatis Djurgarden mencetak dua gol di babak kedua.

Hasil imbang 2-2 sudah cukup untuk membuat mantan klub Kim Kallstrom ini unggul satu poin dari dua klub pesaingnya.

Selain itu, Djurgarden juga ternyata sudah menunggu cukup lama untuk menikmati gelar juara. Mereka terakhir kali mengangkat trofi terhormat itu pada tahun 2005. Saya merasa cukup beruntung bisa menjadi saksi bagian kecil dari drama seru Allsvenskan musim 2019.