Suara Pembaca

Bibit Muda Chelsea Mulai Bermekaran

Akademi Ajax Amsterdam adalah rujukan. La Masia Barcelona adalah panutan. Dari Ajax, nama-nama berbakat tercipta. Johan Cruyff, Marco van Basten, Patrick Kluivert, Edwin van Der Sar, Wesley Sneijder, Christian Eriksen, hingga Matthijs de Ligt tumbuh dan berkembang, lantas menjejak klub-klub papan atas Eropa.

Dari La Masia, sekarung piala diraih. Pep Guardiola, Andreas Iniesta, Xavi Hernandez, Sergio Busquets, dan tentu saja mega bintang Lionel Messi, berpendar di jagat sepak bola, menggulung trofi untuk kebahagiaan publik Katalunya.

Merentang ke Inggris, penggemar bola mengingat kejayaan The Class of 92 milik Manchester United. Didikan akademi Setan Merah yang melambungkan Sir Alex Ferguson dan sempat memerahkan Liga Primer Inggris.

Musim 2019/2020, perhatian publik sepak bola berpaling pada Chelsea. Dikenal sebagai klub kaya dengan gelontoran rente penjualan migas, Chelsea malah menggebrak bersama jebolan akademi.

Dianggap klub instan, sebab bermusim lamanya berbelanja jor-joran mendatangkan pemain bintang, Tammy Abraham dan beberapa kolega mengorbit dari akademi. Chelsea menghebohkan banyak orang, mengingatkan pada Manchester United hampir tiga dekade silam.

Banyak yang menganggap bahwa pemain akademi diorbitkan hanya sekadar antisipasi hukuman bursa transfer yang mendera The Blues. Sebagian lain menilai hal ini sebagai berkah dari larangan belanja dan berpindahnya sejumlah pemain bintang ke klub lain.

Tapi di balik itu, buah akademi Chelsea yang mulai dipetik hari ini merupakan rangkaian dari proses panjang dan berliku. Bagaimana manajemen Chelsea berbenah mengenai paradigma sepak bola, terutama terkait pemain muda dan akademi.

Baca juga: Petr Cech Lanjutkan Karier di Klub Hoki Es

Musim 2010/2011 silam, seorang bakat muda tercipta dari akademi Chelsea. Namanya perlahan meroket dan digadang-gadang meneruskan trah Frank Lampard di lini tengah. Nahas, nasibnya terlunta di klub-klub tempat ia dipinjamkan.

Josh McEachran sempat dilirik Real Madrid, tapi sang pemain menolak demi masa depan bersama Chelsea. Sayang, teka teki masa depan menebak lain. Frank Lampard menyaksikan satu nama berbakat yang pernah menyabet Chelsea Young Player of The Year menyesali kehidupan sebagai pemain muda di Chelsea.

Piala Super Eropa tahun 2013, Romelu Lukaku gagal mengeksekusi penalti penentu di babak adu jotos melawan Bayern Muenchen. Chelsea pun gagal meraih trofi dan sang pemain muda berakhir jadi olokan para fans. Lukaku syok dan kepercayaan dirinya menurun drastis.

Kegagalan itu membuat kesempatannya di Chelsea menguap dan memilih dipinjamkan ke klub lain. Saat ini Lukaku telah menikmati kesuksesannya di Inter Milan, usai berpindah dari Manchester United. Seragam biru milik Chelsea hanyalah masa lalu bersama hantu eksekusi penalti.

Cerita Josh McEachran dan Lukaku hanyalah dua kisah dari banyak tragedi kegagalan pemain muda dari akademi yang Chelsea pernah sia-siakan dan sudah terlalu sering dinarasikan. Kali ini mungkin akan berbeda, kedatangan Frank Lampard seakan ingin menyudahi derita pahit para didikan akademi.

Bersama Joe Edward dan Jody Morris, dua nama yang mengenal banyak para didikan di Cobham Academy, Chelsea tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Anak muda selayaknya diberi tempat dan kesempatan, ketika mereka mau berusaha dan ingin berkembang.

Baca juga: Ketika Sepasang Gol Ballack Jaga Asa Juara Chelsea

Sejauh ini, Mason Mount telah menunjukkan kebolehannya. Sama dengan McEachran, ia diberi label sebagai penerus sang pelatih. Di lapangan ia membuktikan dengan penampilan apik, konsistensi, dan empat kali membobol gawan lawan.

Tammy Abraham seperti Lukaku, gagal mengeksekusi penalti penentu di babak adu jotos. Persis di momen yang sama, final Piala Super Eropa melawan Liverpool. Berkat kegigihan untuk bangkit dan kepercayaan tim pelatih, delapan gol Tammy menempatkan dirinya di pucuk top skor Liga Primer Inggris bersama nama besar Kun Aguero.

Di lini belakang, Fikayo Tomori menampilkan ketangguhan. Permainan paling menarik perhatian kala mengantongi Mohammed Salah saat Chelsea berjumpa Liverpool di pekan keenam. Namanya mencuat, mengikuti jejak Andreas Christensen yang telah mengisi skuat utama Chelsea sejak musim 2017/2018.

Sementara itu, Reece James dipromosikan saat Chelsea melakoni laga di Piala Liga versus Grimsby Town. Satu gol dan dua asis menandai debutnya di starting eleven. Di laga itu, beberapa didikan akademi turun main seperti Mark Guehi, Ian Maatsen, dan Fausto Anjorin.

Usai Piala Liga, Liga Champions jadi tempat pembuktian kedua Reece James. Memberi warning bagi sang kapten, Cesar Azpilicueta, karena sebentar lagi ada anak muda yang bakal merebut posisinya.

Tiga asis di tiga laga, Callum Hudson-Odoi memberi kontriubusi berarti pasca-pulih dari cedera. Sempat berniat menyeberang ke Bayern Muenchen, akhirnya memilih menandatangani pembaruan kontrak di Stamford Bridge.

Baca juga: Sinar Redup Lucas Piazon, Sang Kaka Baru

Maurizio Sarri mempromosikannya musim lalu dan Frank Lampard meyakinkan dirinya bakal jadi bintang besar di Chelsea beberapa tahun lagi. Jangan lupa pula, Ruben Loftus-Cheek masih bertarung melewati masa pemulihan. Musim sebelumnya, ia kerap tampil sebagai pembeda dan menjadi andalan Maurizio Sarri di lini tengah. 

Meniru Manchester United, saya boleh menyebut kebangkitan akademi Chelsea dengan The Class of 19. Mereka akan menjadi bagian masa depan Chelsea. Inggris pun menuai untung dari para anak muda ini, sebab menjadi aset bagi regenerasi di tubuh The Three Lions.

Baru saja Tammy Abraham, Mason Mount, dan Fikayo Tomori mendapat panggilan di ajang kualifikasi Piala Dunia. Harapan lain tentunya, mereka akan menjadi legenda seperti John Terry, legenda Chelsea di era modern yang memang berasal dari akademi.

Paling tidak, satu hal yang bisa menjegal harapan itu adalah godaan uang Real Madrid. Semoga tidak ya, Blues!

 

*Penulis adalah blogger dan jurnalis paruh waktu. Penikmat sepak bola dari pinggiran. Sering berkicau di akun Twitter @bedeweib.