Dapat dipastikan hingga akhir musim ini Marko Simic adalah milik Macan Kemayoran. Namun setelahnya, ia berhak menentukan pilihan klub mana yang akan menjadi tempat melanjutkan perjalanan kariernya.
Beberapa waktu ke belakang linimasa Jakmania diramaikan tagar #SimicNotForSale. Muasalnya tentu saja belum ada kepastian masa depan penyerang asal Kroasia itu bersama Persija Jakarta. Suporter setia Macan Kemayoran tentu tidak rela bila pemain idoanya harus hengkang meninggalkan ibu kota.
Apa yang telah dilakukan Marko Simic untuk klub kebanggaan Jakmania memang luar biasa. Sejak bergabung di awal tahun 2018, hingga kini total 64 gol telah dicipta. Jumlah gol itu tentu menjadi kontribusi penting dalam mengantar gelar Gojek Liga 1 2018 dan dua turnamen pra-musim ke Jakarta.
Kehadiran pemain bertinggi 187 centimeter tersebut serupa jawaban kerinduan publik sepak bola Jakarta akan penyerang tajam. Tidak salah bila pemain yang bererapa kali tersandung kasus di luar lapangan ini tetap mampu menjelma pujaan.
Namun bagaimana pun juga, Marko Simic tetap berhak menentukan nasibnya di akhir musim ini. Tidak salah bila ia telah menjalin komunikasi bahkan bernegosiasi dengan klub mana pun selain Persija Jakarta. Alasannya tentu saja kontrak kerja bersama Persija yang memang segera berarkhir Desember mendatang.
Baca juga: Pantaskah Marko Simic Dirindukan?
Di awal musim ini Marko Simic memang pernah menyatakan bahwa dirinya telah menerima perpanjangan kontrak, sayangnya hal itu dibantah pihak manajemen. COO Persija Jakarta kala itu, Rafil Perdana, menyebut proses perpanjangan kontrak Marko Simic masih menunggu kepulangan Direktur Utama, Gede Widiade, ke Tanah Air.
“Kalau untuk urusan kontrak itu lebih ke Pak Gede Widiade, itu bukan ranah saya. Marko Simic mungkin sudah ditawari kontrak jangka panjang, tapi setelah saya cek corporate secretary ke mas Darwis, dia itu sudah melakukan addendum,” Rafil Perdana dikutip dari BolaSport.com.
Addendum adalah istilah dalam kontrak atau surat perjanjian yang berarti tambahan klausul atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya, namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok. Mengenai durasi kontrak Rafil menjelaskan, yang diajukan masih sama yaitu hingga Desember 2019.
Dengan fakta yang ada dan mengacu pada Bosman Rules, saat ini Simic masuk dalam kategori pemain bebas transfer. Pemain yang kontaknya akan habis di jendela tranfer terdekat dan tidak memiliki opsi perpanjangan kontrak. Karena itu istilah Simic Not For Sale rasanya kurang tepat digunakan.
Dengan status bebas transfer, Simic memang bebas dan berkah menjalin komunikasi dengan klub mana pun. Dan bila pada akhirnya perpindahan itu terjadi, pihak Persija Jakarta tidak akan mendapat keuntungan sepeser pun.
Baca juga: Simic Ohh… Simic
Sekilas tentang Aturan Bosman
Bosman Rules sendiri lahir dari sebuah perjuangan seorang pemain untuk mencari keadilan, dan tentunya demi perkembangan karier si pemain. Dia adalah Jean-Marc Bosman, seorang pemain dari divisi dua Liga Belgia.
Sekitar pengujung tahun 1990, kontrak Bosman bersama klubnya, RFC Liege, sudah habis. Bersama Liege bisa dikatakan kariernya tidak berkembang. Dengan kemampuan yang hanya rata-rata, Bosman tidak masuk dalam skema. Untuk itu ia berniat hengkang di akhir masa kontraknya.
Ada salah satu klub dari divisi yang sama berniat mendatangkan Bosman yang seharusnya tidak lagi terikat kontrak, US Dunkerque. Namun Liege tidak mau melepaskannya begitu saja bahkan coba ambil keuntungan dari situasi yang ada. Situasi di mana aturan bebas transfer belum berlaku. Jadi, meski tidak lagi punya kontrak, Bosman tetap milik Liege sebelum resmi dibeli klub lain.
Parahnya apa yang dilakukan Liege di luar batas. Liege memberi banderol 250 juta paun pada Dunkerque untuk memboyong Bosman. Jumlah itu setara dengan empat kali lipat dari yang dikeluarkan Liege untuk memboyong Bosman dari klub sebelumnya.
Pilihan lebih kejam diajukan pada Bosman. Bila tidak ada kesepakatan antara kedua klub, si pemain dipaksa menandatangani kontrak baru dengan penurunan gaji hingga 75 persen. Bila menolak, Bosman terancam hukuman dari federasi karena menolak tanda tangan kontrak baru.
Langkah besar diambil Bosman yang kecewa. Ia memasukkan gugatan terhadap Liege, Federasi Sepak Bola Belgia, dan UEFA ke Pengadilan Hukum Eropa. Inti gugatan Bosman adalah ingin mendapatkan perlakuan yang sama seperti para pekerja lain di Eropa, yang bisa dengan bebas pindah apabila sudah tak terikat kontrak.
Pengadilan pun akhirnya memenangkan gugatan Bosman. Pengadilan Hukum Eropa memandang sikap Liege sebagai sebuah pengekangan secara ilegal terkait perdagangan. Besama putusan itu pula Pengadilan Hukum Eropa juga sekaligus menetapkan bahwa pesepak bola yang sudah tak terikat kontrak dapat bebas pindah tanpa penyertaan nilai jual.
Atas keberhasilan Bosman, dan seiring penetapan aturan oleh Pengadilan Hukum Eropa, maka Bosman Ruling lahir. Sejak saat itu pemain dengan status bebas kontrak dapat kengkang di akhir musim dan klub yang mendatangkannya tidap perlu membayar biaya tranfer.