Bila mendengar nama Persib dan Persija pastilah yang pertama terlintas adalah rivalitas di antara keduanya. Rivalitas dua klub yang menjadi simbol kekuatan sepak bola masing-masing kota.
Bukan hanya di tim utama, suhu panas persaingan bahkan terbawa hingga kompetisi tingkat usia. Ketika masing-masing tim bertemu, tidak peduli di kelompok usia U-20 atau bahkan di bawahnya, persaingan ketat terasa. Terlebih mereka sering kali berjumpa di pertandingan-pertandingan penting semisal partai final.
Kini rivalitas lain tersaji. Meski baru pertama kali bertemu, Persib dan Persija Putri rasanya juga terbawa rivalitas yang sama. Di Stadion Maguwoharjo, Sleman, pertemuan keduanya tersaji. Di dalam lapangan, para pemain menyajikan sengitnya pertandingan. Mereka seolah tahu, tidak ada kata kalah dari lawannya sore itu (9/10).
Meski Persija Putri berhasil menang dengan skor 2-1 berkat gol Zahra Muzdalifah, para pemain Persib Putri juga tidak mudah dikalahkan. Saling jual-beli serangan, saling unjuk aksi-aksi terbaik terbaik, hingga permainan keras tersaji.
Di balik pagar tribun, rivalitas lebih panas dapat dilihat. Setelah lama tidak bertemu di stadion yang sama, kesempatan kali ini dimanfaatkan kedua kubu suporter melepas “rindu”. Belum lima belas menit pertandingan sudah harus terhenti karena ulah mereka. Chant saling hina yang dilarang terdengar. Begitu pun di babak kedua. Pertandingan kembali terhenti karena suporter saling kejar.
Bila mau menarik lebih jauh, pertemuan Persib dan Persija Putri yang kini mewakili kekuatan sepak bola wanita Bandung dan Jakarta bisa dikatakan lanjutan dari rivalitas Putri Priangan dan Buana Putri pada masanya. Dua kekuatan besar yang menjadi representasi masing-masing kota di awal kehadiran sepak bola wanita.
Berbeda dengan rivalitas antara Persib Bandung dan Persija Jakarta kini yang lebih banyak tercipta di luar lapangan, rivalitas Putri Priangan dan Buana Putri murni karena persaingan di dalam lapangan.
Sebagai dua klub terkuat keduanya saling bersaing menjadi yang terbaik. keduanya bak musuh bebuyutan yang saling mengalahkan. Dikisahkan Papat Yunisal, legenda sepak bola putri nasional yang juga memperkuat Putri Priangan sejak 1979, dipastikan tidak akan ada kursi tersisa kala mereka berjumpa.
“Di Putri Priangan pada kompetisi-kompetisi Kartini Cup, Piala Pangdam biasa di Galanita, saingan beratnya Buana Putri. Kadang bergantian juara. Musuh bebuyutan, gitu lah. Kalau sudah bertemu di (stadion) Lebak Bulus itu, sampai tidak ada tempat duduk (penonton) tersisa. Selalu ramai penonton, kayak ada Viking dan Jakmania-nya (pendukung fanatik Persib dan Persija),” imbuh Papat Yunisal, mengutip historia.id.
Jejak persaingan kekuatan sepak bola putri Bandung dan Jakarta sudah tercatat semenjak awal kompetisi PSSI. Dalam Piala Kartini edisi pertama di Jakarta pada 23-27 Mei 1981 yang diikuti empat tim: Putri Priangan, Putri Pagilaran, Sasana Bakti, dan tuan rumah Buana Putri. Putri Priangan dan Buana Putri bertemu di final.
Dalam babak final, Buana Putri mengalahkan Putri Priangan, rival utamanya, 1-0 di Stadion Pluit, Jakarta, Rabu, 27 Mei 1981. Gol tunggal kemenangan Buana Putri dicetak Katherin pada menit ke-60 melalui tendangan jarak jauh.
Di gelaran berikutnya, Piala Kartini II tahun 1983, keduanya kembali berjumpa di final. Uniknya kali ini mereka dinobatkan sebagai juara bersama turnamen yang berlangsung 8-15 Mei 1983 di Yogyakarta.
Sebelum dinobatkan sebagai juara bersama keduanya bermain imbang 0-0 di waktu normal 2 x 35 menit. Begitu pun di masa tambahan 2 x 7,5 menit, skor tetap tidak berubah sehingga memaksa pemenang ditentukan melalui adu tendangan penalti. Sayangnya skor terpaksa tertahan di angka 3-3 karena hari sudah maghrib sementara lampu stadion tidak tersedia.
Semoga saja rivalitas Persib dan Persija Putri senada dengan rivalitas pendahulunya, murni tentang sepak bola. Bukan tentang bumbu-bumbu luar lapangan yang ditularkan Persib Bandung dan Persija Jakarta.
Seperti yang Zahra Muzdalifah katakan usai mengalahkan Persib Putri. Persija dan Persib musuh di lapangan, tapi di luar lapangan mereka saling jaga juga berteman.
“Memang Persija dan Persib menjadi musuh saat di lapangan. Namun di luar pertandingan kami saling menjaga dan juga berteman.”