Andai saja Gary Speed masih hidup, ia akan berusia 50 tahun pada tanggal 8 September 2019 lalu. Sang legenda Wales meninggalkan dunia dengan cara yang cukup tragis, yaitu mengakhiri hidupnya sendiri pada tahun 2011.
Pria kelahiran 8 September 1969 ini memulai kariernya di Leeds United. Delapan tahun dihabiskannya di klub penguasa Liga Inggris dekade 1970-an tersebut. Ia sukses memenangi Divisi Utama Liga Inggris sekaligus Charity Shield pada tahun 1992. Performa cemerlangnya setahun kemudian membuatnya masuk Tim Terbaik Musim 1992/1993 versi Professional Footballers’ Association (PFA).
Pada tahun 1996, ia memutuskan untuk pindah ke kota Liverpool untuk memperkuat Everton. Dua tahun dihabiskannya untuk klub idola masa kecilnya tersebut dengan mencetak 16 gol. Namun, hubungan Speed dengan manajer Everton ketika itu, Howard Kendall, perlahan memburuk. Sang pemain kemudian memutuskan untuk pindah ke Newcastle United pada tahun 1998. Ia bertahan selama enam tahun di klub tersebut.
Di Newcastle-lah kehebatannya sebagai playmaker semakin terasah. Bersama Alan Shearer, Speed menjadi idola publik kota di timur laut Inggris tersebut. Ia dua kali berturut-turut merasakan menjadi finalis Piala FA bersama The Magpies, yaitu pada tahun 1998 dan 1999.
Pada tahun 2004, Speed memutuskan untuk mengakhiri pengabdiannya di The Magpies. Ia lalu bergabung dengan Bolton Wanderers, tempatnya mencetak sejarah sebagai pemain pertama yang mencatatkan 500 penampilan di Liga Inggris. Pria bertinggi badan 180 sentimeter ini menutup kariernya di Sheffield United pada musim panas 2010.
Menariknya, klub tertua di Inggris Raya tersebut langsung mempekerjakannya sebagai pelatih utama. Padahal, bahkan seorang Zinedine Zidane pun harus rela bertugas sebagai pelatih tim junior dulu sebelum melatih tim utama Real Madrid.
Hanya beberapa bulan menangani Sheffield United, tugas negara langsung memanggilnya. Akhirnya, tim nasional Wales menjadi tempat Speed mengabdi dalam usianya yang masih terbilang muda, 41 tahun.
Speed mengalahkan Ryan Giggs sebagai legenda hidup Wales dengan jumlah penampilan terbanyak kedua sepanjang sejarah. Sejak tahun 1990 hingga 2004, ia sudah tampil sebanyak 84 kali untuk tim nasional negaranya. Sebelum kemunculan Gareth Bale, boleh dibilang Speed-lah ikon tim nasional Wales.
Maka, kepergian sang legenda yang terbilang cukup mendadak membuat seluruh publik negara bagian Britania Raya ini berduka. Pada pagi hari 27 November 2011, istri Gary Speed, Louise, menemukan suaminya tewas gantung diri di garasi rumah mereka. Sempat dibawa ke rumah sakit, Speed kemudian dinyatakan meninggal akibat bunuh diri.
Baca juga: Uston Nawawi dan Memori Football Manager
Ini tentu saja membuat kaget berbagai kalangan. Pasalnya, hanya sehari sebelum ditemukan tewas, Speed masih sempat menghadiri sebuah tayangan olahraga di stasiun BBC. Setelah acara tersebut selesai, ia bergabung dengan Alan Shearer di Stadion Old Trafford, Manchester.
Kedua legenda itu sengaja janjian untuk menyaksikan pertandingan bergengsi mantan klub mereka menghadapi tuan rumah Manchester United. Meski sempat diusulkan untuk diinvestigasi, penyebab kematian Speed akhirnya ditetapkan sebagai bunuh diri pada 30 Januari 2012.
Kepergian tiba-tiba sang pelatih cukup sulit diterima dengan lapang dada para pendukung Wales. Di bawah arahan Speed, Wales menjadi negara dengan penampilan paling progresif sepanjang tahun 2011.
Setelah pertandingan terakhir Gareth Bale dan kawan-kawan yang berakhir dengan kemenangan 4-1 atas Norwegia, Wales duduk di posisi bergengsi, yaitu peringkat 45 FIFA. Padahal sewaktu mendiang Speed mengambil alih kursi kepelatihan, mereka terpuruk di peringkat 117 dunia.
Rest in peace, Mr. Speed!
*Artikel ini diunggah ulang dari tulisan Mahir Pradana dengan beberapa pembaruan, untuk memperingati hari ulang tahun Gary Speed.