Nasional

Permasalahan Kandang Klub Ibu Kota

Harus diakui kini ibu kota negara memiliki dua klub di kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Selain Persija yang sejak lama berkuasa, ada Bhayangkara FC yang juga berdomisili di Jakarta. Namun sayangnya kini kedua klub tersebut tengah mengalami masalah yang sama.

Tinggal di ibu kota yang terkesan mewah dan apapun serba ada, kedua klub nyatanya masih kesulitan untuk sekadar mencari rumah. Bhayangkara FC, meski sederhana, memang memilikinya. Sebagai klub milik Kepolisian, The Guardian berhak menempati Stadion Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Sayangnya tahun ini stadion di Jakarta Selatan tersebut sedang menjalani renovasi dan tidak dapat digunakan.

Lebih nahas bagi Persija Jakarta. Macan Kemayoran yang beberapa kali menjadi korban penggusuran hingga kini belum kembali memiliki kandang miliknya sendiri. Memang ada Stadion Utama Gelora Bung Karno, tapi dengan segala alasan SUGBK belum mampu menjadi rumah nyaman untuk pemilik sebelas gelar juara sepak bola Indonesia ini.

Baca juga: SUGBK Bukan Rumah yang Nyaman Untuk Persija

Imbas masalah tersebut, baik The Guardian maupun Macan Kemayoran terpaksa mengungsi ke luar ibu kota. Kota di sebelah timur menjadi tujuan. Keduanya sama-sama memilih Stadion Patriot Chandrabhaga sebagai rumah sementara. Namun masalah belum juga selesai. Permasalahan jadwal pertandingan yang berbarengan kemudian menghampiri. Jika ini terjadi, mau tidak mau kembali harus ada yang mengalah.

Pertandingan besok misalnya (20/8), Persija Jakarta harus mencari kandang alternatif ketika menjamu Kalteng Putra karena di hari yang sama Bhayangkara FC harus menghadapi tantangan PSIS Semarang di Bekasi. Akhirnya Stadion Madya Senayan yang menjadi pilihan.

Meski memiliki kualitas bagus dengan standar internasional, Stadion Madya rasanya terlau kecil untuk Macan Kemayoran dan pendukung setianya. Kapasitas yang dimiliki rasanya tidak sebanding dengan antusiasme penonton yang biasa menemani Andritany dan kawan-kawan berlaga.

Belum lagi fasilitas pendukung dan lingkungan stadion. Akses masuk yang kecil, area sekitar stadion yang tidak terlalu luas, hingga alur kedatangan pemain harus dipertimbangkan.

Baca juga: Mengenal Stadion Madya dan Beragam Fiturnya

Dengan status klub ibu kota, tentu miris melihat masalah yang mereka hadapi. Ibu kota yang megah nyatanya tidak memiliki rumah nyaman untuk mereka yang berjuang membawa namanya. Terlebih untuk Persija, yang lahir dan besar di Jakarta, dengan segala prestasinya, klub kebanggaan publik sepak bola Jakarta harus menerima nasib kerasnya kehidupan ibu kota.

Atas nama pembangunan kota, klub yang lahir 1928 tersebut harus menjadi korban penggusuran. Bukan hanya sekali rumahnya dihancurkan. Memang ada janji penggantian dengan rumah yang lebih bagus, lebih besar, dan lebih mengah tentunya. Tapi seperti korban penggusuran lain, janji itu masih jauh dari kata nyata.

Lebih miris ketika membandingan Jakarta dan Persija dengan kota dan klub lain di Indonesia. Sebagai ibu kota sangat disayangkan Jakarta tidak memiliki stadion megah seperti kota-kota lain. Bahkan stadion kecil semisal Stadion Ciracas, Stadion Tugu, Lapangan Banteng, bahkan Stadion VIJ yang sarat sejarah seolah tidak terawat, sedangkan kota-kota lain seperti Bekasi, Kabupaten Bekasi, atau Riau memiliki stadion megah tidak berpenghuni.

Atau tengok klub-klub yang yang berlaga di kasta kedua tapi rumahnya begitu nyaman dan megah. Semisal Sriwijaya FC dengan Gelora Sriwijaya Jakabaring, Persiba Balikpapan dengan Stadion Batakan, juga PSIM Yogyakarta dengan Stadion Mandala Krida yang baru direnovasi.

Tentu ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah selaku pemengang kuasa. Semoga saja dengan kerja sama pemerintah dan klub itu sendiri, kelak klub-klub ibu kota memiliki rumah yang dapat mempresentasikan kehidupan mewah ibu kota. Bukan kembali tersingkir atas nama pembangunan seperti yang telah dua kali dialami Persija Jakarta.