Juventus baru-baru ini mengumumkan Maurizio Sarri sebagai pelatih kepala menggantikan Massimiliano Allegri yang sudah menjabat sejak 2014.
Max Allegri yang sampai saat ini belum menerima tawaran menukangi klub lain terbilang sukses selama melatih I Bianconeri, dengan meraih 5 gelar Serie-A secara beruntun dan 4 Piala Coppa Italia serta 2 Piala Supercoppa Italia.
Pencapaian berbagai gelar domestik sepertinya berbanding terbalik dengan prestasi mereka di kancah Eropa. Meskipun berhasil menjadi runner-up Liga Champions pada edisi 2014/2015 dan 2016/2017 yang sudah mereka tidak rasakan lagi hampir satu dasawarsa.
Juventus yang terlalu digdaya di Italia sepertinya tidak berdaya ketika berkompetisi di Eropa. Selain pencapaian tertinggi menjadi dua kali runner-up dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir, La Vecchia Signora selalu ditaklukkan oleh tim besar lainnya sebelum mencapai semifinal.
Baca juga: Si Nyonya Tua yang Tak Lagi Tua
Bahkan ketika final musim 2014/2015 dan 2016/2017, sepertinya menjadi anti klimaks dari klub ini karena mereka hanya jadi bulan-bulanan lawannya. Pada 2014/2015 Juventus dikalahkan Barcelona dengan skor 3-1 dan pada 2016/2017 mereka dikalahkan Real Madrid dengan skor 4-1. Meski tampil atraktif sampai final, Juventus seperti kehilangan arah dan akhirnya harus rela menjadi runner-up pergelaran Liga Champions.
Hal ini menjadi perhatian khusus para petinggi klub dan akhirnya memutuskan untuk mendatangkan pemain berkaliber mega bintang. Cristiano Ronaldo musim lalu dianggap sebagai pelengkap dalam menggapai mimpinya mengangkat tropi ‘Si Kuping Besar’.
Ronaldo yang merasa kurang dihargai klub lamanya memutuskan pindah ke Turin untuk mencari tantangan dan atmosfer baru. Tentu perlu dana yang besar untuk mendatangkan kapten timnas Portugal itu, mengingat sebelumnya Ronaldo berhasil menjuarai Liga Champions tiga kali secara beruntun. Hal tersebut sepertinya bukan menjadi masalah bagi ‘Si Nyonya Tua’ untuk meraih asa menjadi nomor satu di Eropa.
Namun itu saja belum cukup, mengingat musim lalu Juventus kembali gagal melangkah jauh dan dikandaskan mimpinya oleh tim fenomenal Ajax Amsterdam di perdelapan-final. Juventus harus mengakui keunggulan Ajax di kandangnya sendiri, meskipun ketika bertandang ke Amsterdam bermain sama kuat.
Sebelumnya Juventus tampil luar biasa dengan comeback di Allianz Stadium menghancurkan Atletico Madrid dengan aggregat 3-2. Allegri merupakan pelatih yang cakap dalam mengombinasikan pemain-pemainnya, namun rasanya keberuntungan belum berpihak dan belum berhasil membuatnya merajai Eropa.
Seiring dengan prestasi Sarri menjuarai Liga Europa bersama Chelsea di musim pertamanya, menjadi pertimbangan petinggi klub untuk membawa kembali Sarri ke Italia. Sarri berhasil membuat Chelsea memenangkan Liga Europa mengalahkan tim sekotanya, Arsenal.
Juara Liga Europa dan posisi ketiga di tabel klasemen liga pun menjadi kado pertama sekaligus hadiah perpisahan yang diberikan Sarri. Diharapkan Sarri bisa menyamai prestasi Marcelo Lippi, pelatih asal Italia yang berhasil membawa Juventus menjadi pemenang pada musim 1995/1996.
Sarri memang tidak asing dengan sepak bola Italia. Sebelum pindah ke Chelsea, pelatih berusia 60 tahun ini sebelumnya merupakan pelatih kepala Napoli dalam kurun waktu 2015-2018 dan pelatih kepala Empoli tahun 2012–2015.
Tim promosi seperti Empoli berhasil dibuat bertahan di Serie A dan membuat Napoli menyaingi Juventus untuk perebutan juara liga Serie-A. Dengan filosofi ‘Sarriball’ dan adaptasinya pada Serie-A dinilai dapat membuat Juventus tetap digdaya untuk tahun-tahun berikutnya di Italia. Tentu ujian sebenarnya adalah sejauh apa Juventus bisa berlaga dan melangkah di kompetisi Eropa sekelas Liga Champions.
Metode ‘Sarriball’ dikatakan sebagian orang bentuk baru dari gegenpressing ala Juergen Klopp. Tentu untuk melakukannya diperlukan pemain-pemain yang mumpuni dan berkemampuan di atas rata-rata.
Menarik menunggu nama-nama besar yang akan didatangkan untuk menyempurnakan klub kebanggaan kota Turin ini. Mengingat sepertinya nominal angka bukan menjadi permasalahan, selama mimpi kembali merajai Eropa belum terwujud.
Berjuanglah terus Juventus demi mimpi menjuarai kompetisi Eropa, seperti slogan yang kau canangkan, Fino Alla Fine.