Nasional Bola

Bersama Dengungkan Tagar #KitaBersaudara

Pagi ini hampir semua klub peserta Shopee Liga 1 2019 membuat unggahan dengan tagar #KitaBersaudara melalui akun resminya.

Lebih lanjut mereka mengirim pesan, stop tebar ketakutan dalam sepak bola. Semua sepakat di atas rivalitas, selalu ada persahabatan di ujungnya. Sepak bola menyatukan kita semua.

Pesan ini adalah pernyataan sikap dari semua klub untuk menanggapi kericuhan yang terjadi di laga pembuka liga. Sebelumnya kericuhan yang mengakibatkan banyak korban luka terjadi saat pertandingan PSS Sleman menghadapi Arema FC.

Rabu malam (15/5), di Stadion Maguwoharjo, Sleman, saling lempar antar-suporter terjadi. Mulai dari botol minum, batu, hingga pecahan keramik beterbangan.

Tribun barat yang sering kali dianggap paling aman dan kerap menjadi pilihan keluarga untuk menikmati sepak bola, berubah mencekam.

Di tribun dengan desain dua lantai tersebut, dua kubu saling lempar. Tentu saja ini menimbulkan kepanikan untuk sebagian orang yang sebenarnya tidak tahu apa-apa. Sepak bola yang semula hiburan berubah menjadi ketakutan.

Korban pun berjatuhan. Dari mulai mereka yang saling serang, penonton yang tidak tahu apa-apa, awak media, hingga Sekretaris Jenderal PSSI dan pemain muda PSS Sleman menjadi korban.

Beberapa orang melihat Sekjen PSSI, Ratu Tisha Destria, mengalami luka di lengan kiri hingga harus menerima perawatan medis. Namun ketika ditemui, dirinya mengaku baik-baik saja.

Sementara itu pemain PSS Sleman U-16, Anggriyanto Faisal, mengalami luka lebih serius. Mata bagian kanan Anggriyanto terkena lemparan saat kericuhan terjadi.

Mengutip tribunnews.com, menurut Manajer Umum Akademi PSS, Yohannes Sugianto, Saat terjadi kerusuhan, Anggriyanto Faisal terkena lemparan di bagian mata kanannya kemudian dilarikan ke RS JIH. Kini pemain muda tersebut harus menjalani operasi di RSUP Sardjito.

Tentu sangat disayangkan bila kericuhan sampai menghambat perjalanan sepak bola pemain muda tersebut. Sepak bola yang semula indah, harus menelan korban.

Kapolda DIY, Irjen Pol. Ahmad Dofiri, menanggapi kericuhan yang terjadi. Pihaknya menyatakan kerusuhan terjadi karena adanya provokasi.

Berdasarkan pantauannya, kericuhan bahkan terjadi sebelum pertandingan. Setidaknya empat kericuhan kecil terjadi sebelum sepak mula, hingga puncaknya saling lempar terjadi di menit ke-30 pertandingan.

Menariknya, antara suporter tuan rumah dan suporter tamu seolah tidak ada permasalahan sebelumnya. Mereka pun sempat berbuka puasa bersama sebelumnya. Sekitar 2.000 suporter tamu pun telah berkoordinasi dengan baik sebelum memasuki Yogyakarta.

Pun setelah orang-orang yang dianggap provokator kericuhan berhasil ditangkap, pertandingan berhasil kembali berjalan kondusif. Tapi bagaimanapun juga, tidak seharusnya saling menyalahkan atau mencari kambing hitam dari kericuhan yang terjadi. Yang pasti kekerasan tidak boleh ada dalam sepak bola.

Kini dukungan itu hadir. Semua bersepakat bila tidak ada lagi ruang untuk mereka yang menebar ketakutan di sepak bola. Juga menjadi tugas semua pihak menjaga sepak bola tetap menyenangkan untuk semua penikmatnya, dan menjadikan tribun tempat aman untuk semua orang.