Suara Pembaca

Tentang Kegagalan Real Madrid Musim Ini

Musim 2018/2019 mungkin menjadi musim yang tidak akan dilupakan oleh Madridista seluruh dunia, karena musim ini bisa dibilang adalah salah satu musim terburuk dari Real Madrid.

Mereka harus rela menghadapi kenyataan bahwa Real Madrid hampir dipastikan akan puasa gelar pada musim ini setelah tersingkir secara menyakitkan dari babak 16 besar Liga Champions usai dibantai Ajax Amsterdam di kandang sendiri, Santiago Bernabeu, dengan skor 1-4.

Padahal di leg pertama tim asuhan Santiago Solari mampu menang 1-2 di kandang Ajax. Hasil ini seperti anti klimaks bagi El Real setelah sebelumnya mereka mampu menjuarai Si Kuping Besar 3x berturut-turut sejak musim 2015/2016.

Selain tersingkir dari Liga Champions, Los Blancos juga harus menerima kenyataan tersingkir dari Copa del Rey setelah di semi-final mereka takluk dari rival mereka sendiri, Barcelona. Real Madrid sempat memberi harapan setelah mampu menahan imbang Barcelona di Camp Nou 1-1 pada leg pertama. Namun, sama seperti di Liga Champions, mereka gagal memanfaatkan momentum kala menjadi tuan rumah, karena di leg kedua mereka takluk 0-3 dari Barcelona.

Penderitaan Sergio Ramos dkk. belum selesai sampai disitu, mereka juga diprediksi gagal mendapatkan gelar di LaLiga. Madrid saat ini tertinggal 12 poin dari Barcelona di puncak klasemen, dengan hanya menyisakan 12 pertandingan sisa. Peluang Real Madrid untuk menjuarai LaLiga hampir dipastikan tertutup.

Banyak yang menduga jika mundurnya Zidane sebagai pelatih serta kepergian sang mega bintang, Cristiano Ronaldo ke Juventus di awal musim, adalah penyebab kegagalan Real Madrid musim ini. Akan tetapi bukan hanya dua hal tersebut penyebab turunnya performa Los Blancos. Berikut adalah beberapa faktor mengapa Real Madrid gagal di musim ini.

Terlalu percaya dengan pemain muda

Dalam beberapa tahun terakhir, Real Madrid mulai mengubah kebijakan transfer mereka. Pada awal era kepresidenan Florentino Perez, Madrid dikenal dengan klub yang jor-joran dalam membeli pemain bintang. Zidane, Figo, Cristiano Ronaldo, hingga Gareth Bale adalah contoh pemain bintang yang dibeli oleh Real Madrid sehingga mereka mendapatkan julukan sebagai Los Galacticos.

Akan tetapi, kebijakan transfer tersebut berubah dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Real Madrid kali ini lebih memilih mendatangkan pemain muda potensial ataupun dengan mengandalkan pemain muda lulusan La Fabrica.

Pada musim ini saja dari 25 pemain utama Real Madrid, terdapat 10 pemain yang berusia dibawah 24 tahun. Rata rata usia pemain utama Madrid pun juga terbilang sangat muda yakni 25,64 tahun. Bahkan pemain muda seperti Sergio Reguilon dan Vinicius Jr menjadi pilihan utama dibandingkan pemain senior seperti Marcelo dan Isco.

Baca juga: Sergio Reguilon, Suksesor Bek Kiri Legendaris di Real Madrid

Mempercayakan tempat utama ke pemain muda tentu sangat berisiko apalagi di laga-laga penting. Pemain muda mungkin memiliki keunggulan dari segi kecepatan dan determinasi, tetapi mereka kalah dalam hal ketenangan dan pengalaman dibanding pemain senior.

Hal tersebut sangat terlihat saat Madrid takluk dari Ajax kemarin, di mana 3 gol Ajax bermula dari sisi kiri pertahanan Real Madrid yang saat itu diisi oleh Reguilon yang lebih dipilih untuk mengisi pos tersebut dibanding Marcelo.

Memberi kepercayaan kepada pemain muda itu perlu, tapi jangan memberikan mereka beban besar karena mereka masih butuh pengalaman dan jam terbang untuk menjadi pemain hebat di masa depan.

Hilangnya sosok pemimpin di lapangan

Kehadiran pemimpin di lapangan sangat berguna untuk memotivasi tim saat bertanding, hal inilah yang tidak dimiliki Real Madrid musim ini. Kepergian Cristiano dan sering dicadangkannya Marcelo membuat Real Madrid hanya menyisakan seorang Sergio Ramos sebagai sosok pemimpin di lapangan.

Benzema yang diplot sebagai wakil kapten ketiga setelah Ramos dan Marcelo tidak mampu membantu mengangkat mental bermain Real Madrid. Berbeda saat masih ada Cristiano dan Marcelo, kedua pemain inilah yang paling sering mengangkat motivasi pemain-pemain Madrid di lapangan saat mereka mengalami kebuntuan.

Tidak memiliki predator di lini depan

Efek yang paling mencolok dari Real Madrid setelah ditinggal CR7 adalah mereka kehilangan pemain yang mampu mencetak hampir 50 gol di tiap musim. Di musim ini seringkali Real Madrid mengalami masalah dalam hal mencetak gol.

Pemain yang ada di Madrid saat ini tidak mampu menambal kehilangan Cristiano dalam urusan mencetak gol, seringkali pemain tengah kebingungan dalam memberikan final pass, sehingga permainan Real Madrid lebih banyak berputar di lini tengah tanpa bisa maju ke lini depan.

Baca juga: Siapa Saja yang Pantas Gantikan Cristiano Ronaldo di Real Madrid?

Performa pemain kunci yang inkonsisten

Hampir semua pemain Real Madrid musim ini bermain tidak konsisten. Terkadang mereka mampu bermain sangat baik tapi tidak jarang juga mereka bermain jauh di bawah performa terbaiknya. Pemain yang paling disorot musim ini adalah Luka Modric. Performa pemain terbaik dunia 2018 ini jauh menurun dibandingkan musim lalu.

Selain Modric, penjaga gawang Real Madrid, Thibaut Courtois, juga disebut-sebut berpengaruh besar terhadap kegagalan Real Madrid musim ini. Ia menggeser posisi Keylor Navas yang telah memberikan 3 trofi UCL berturut-turut, namun justru ia gagal memenuhi harapan publik Santiago Bernabeu. Dari 31 pertandingan di semua kompetisi, Courtois hanya mampu mencatatkan 10 clean sheet dan sudah kebobolan 41 gol.

Terlalu banyak masalah di ruang ganti

Musim ini ruang ganti Real Madrid bisa dibilang dalam keadaan yang tidak harmonis. Hal inilah yang menjadi masalah sebenarnya di Real Madrid dan penyebab utama kenapa mereka jatuh di musim ini. Sejak awal musim masalah antar-pemain dengan sesama pemain maupun dengan pelatih cukup sering terdengar.

Pada saat masih dilatih oleh Julen Lopetegui, beberapa pemain mengkritik soal strategi dari Lopetegui. Lopetegui lebih sering memainkan gelandang muda, Dani Ceballos daripada Modric, selain itu ia juga menarik Toni Kroos untuk bermain lebih ke belakang sebagai gelandang bertahan.

Hal tersebut sempat di kritik oleh sang pemain karena ia merasa kesulitan bermain di posisi tersebut. “Saya suka bermain lebih ke belakang, tapi saya bukan Casemiro” kata Kroos.

Dipecatnya Lopetegui tidak membuat suasana ruang ganti Real Madrid membaik, sempat merebaknya isu jika Antonio Conte akan melatih Real Madrid ditanggapi keras oleh kapten Real Madrid, Sergio Ramos. Menurut Ramos, Madrid ketika itu lebih butuh pelatih yang mampu mengatur suasana ruang ganti ketimbang jenius dari segi taktik. Hingga pada akhirnya Santiago Solari ditunjuk sebagai pelatih menggantikan Julen Lopetegui.

Baca juga: Soal Etika, Sepak Bola Spanyol Ternyata Sama Saja dengan Indonesia

Solari yang diharapkan mampu memperbaiki suasana ruang ganti malah menciptakan masalah baru di Real Madrid. Ia terlibat masalah dengan beberapa pemain senior Real Madrid, hingga puncaknya ia mencadangkan dua pemain kunci yakni Isco dan Marcelo dan lebih memilih memainkan pemain muda Reguilon serta Vinicius Jr.

Bahkan di beberapa pertandingan saat permainan Madrid sedang buntu, ia lebih memilih memasukkan pemain lain daripada dua pemain kunci tersebut. Padahal di era Zidane, Isco dan Marcelo adalah kunci permainan.

Selain masalah antara pelatih dan pemain, masalah juga sempat timbul di internal pemain Real Madrid. Kejadian tersebut terjadi saat latihan. Dalam video yang beredar, Ramos tampak sengaja menendang bola ke arah Reguilon setelah sang pemain melakukan gerakan diving saat sesi latihan perebutan bola. Kemudian, dalam akun twitter-nya kapten Real Madrid tersebut meminta maaf dan mengunggah foto kebersamaan bersama tim termasuk Reguilon.

Real Madrid sudah hampir dipastikan akan puasa gelar musim ini. Banyaknya persoalan di musim ini harus segera dicari jalan keluarnya agar tidak berlanjut di musim depan.