Cerita

Piala Dunia Mini dari Algarve

Pertengahan tahun ini FIFA akan menggelar Piala Dunia Wanita edisi ke-8 di Prancis, namun panasnya kompetisi sudah terasa sejak musim semi. Setiap tahunnya sejak 1994 digelar sebuah turnamen yang meski bertitel persahabatan namun miliki gengsi tak ubahnya Piala Dunia Mini dari Algarve, sebuah dataran rendah di Portugal.

Algarve adalah sebuah daerah yang berada di titik paling selatan dari Portugal, dekat dengan samudra Atlantik. Daerah ini bertaburan pantai-pantai eksotis dan kawasan pariwisata yang dikembangkan sejak 1960-an. Namun lebih dari itu tiap tahun, sejak 1994 digelar Algarve Cup, turnamen yang dapat julukan Piala Dunia Mini sepak bola wanita.

Algarve Cup tak memiliki padanan serupa di sepak bola pria, musim semi pun identik dengan kembalinya aktivitas di lapangan hijau pasca-libur musim dingin di Eropa atau dimulainya musim baru di Asia atau Amerika.

Hal inilah yang membuat FPF, federasi sepak bola Portugal, ingin membuat sebuah kompetisi yang bertujuan membantu menjaga kebugaran beberapa timnasita sekaligus memberikan kompetisi pra-musim terutama bagi mereka yang akan berlaga di Piala Dunia Wanita.

Maka dicetuskanlah Algarve Cup, sebuah turnamen invitasi yang digelar sejak musim semi 1994 yang diikuti oleh tuan rumah Portugal, Denmark, Finlandia, Norwegia, Swedia dan Amerika Serikat. Norwegia keluar sebagai juara di debut Algarve Cup, di final Gresshoppene menekuk Amerika Serikat dengan skor tipis 1-0.

Namun Amerika Serikat-lah yang menjadi negara tersukses di Algarve Cup. Hingga keikutsertaan terakhir mereka di 2015, USWNT telah mengoleksi 10 gelar, sekaligus mematahkan kutukan bahwa juara Algarve Cup tak dapat menjuarai Piala Dunia Wanita di tahun yang sama. Mitos serupa dengan kutukan Piala Konfederasi di sepak bola pria.

Baca juga: Mengenal Para Jagoan Asia Tenggara di Sepak Bola Putri

Sistem kompetisi unik dan ‘banyak partai final’

Keikutsertaan negara-negara yang berlaga di Algarve Cup bertambah dari hanya 6 timnasita di 1994, menjadi 8 sejak 1995 sampai 2001, dan menjadi 12 negara setelahnya hingga sekarang. Akan tetapi pada gelaran Algarve Cup 2006 dan 2016 sempat menjadi 11 dan 8 kontestan saja.

Meski jumlah peserta berubah dari tahun ke tahun, sistem kompetisi yang digunakan Algarve Cup tidak berubah yakni sistem grup round-robin, di mana tiap negara hanya bertemu satu kali saja. Uniknya setelah matchday terakhir tiap grup, akan ada satu matchday tambahan yang tak ubahnya ‘final’ untuk menentukan peringkat di antara.

Misal pada Algarve Cup 1994-2001 juara kompetisi ditentukan dari partai terakhir yang mempertemukan pemuncak Grup A dan Grup B, sisanya runner-up kedua grup memperebutkan peringkat ketiga kompetisi, peringkat ketiga kedua grup memperebutkan peringkat kelima kompetisi, dan seterusnya.

Grup C yang dikenalkan sejak Algarve Cup 2002 diperuntukan bagi negara-negara berkembang untuk ingin merasakan pengalaman bertanding dengan tuan rumah dan negara-negara besar lainnya. Sistemnya pun tak berubah, hanya saja sedikit lebih kompleks.

Awalnya juara grup C hanya boleh memperebutkan peringkat ketiga kompetisi dan bertemu antara runner-up grup A atau B, namun sejak Algarve Cup 2015 juara grup C statusnya sama dengan juara grup lainnya yang memperebutkan matchday terakhir memperebutkan trofi berjuluk Matahari dari Algarve ini.

Baca juga: Women’s Euro 2017 dan Sepak Bola Wanita yang Gagal Meriah di Indonesia

Hingga 2019 setidaknya sudah ada 36 negara yang pernah bermain di kompetisi ini, sebut saja Kepulauan Faroe atau Hungaria yang belum sekalipun mencicipi kompetisi Piala Eropa Wanita apalagi Piala Dunia Wanita. Hal itu juga dirasakan oleh tuan rumah, Portugal, yang memang bukan negara besar dalam percaturan sepak bola wanita.

A Selecção das Quinas yang belum pernah berlaga di Piala Dunia Wanita pun baru sekali bermain di pentas Eropa yakni di 2017 lalu. Namun kini Claudia Neto dan kawan-kawan patut berbangga karena lewat Algarve Cup mereka ditempa dan kini boleh menduduki peringkat ke-32 FIFA, peringkat tertinggi yang mereka raih dalam sejarah.

Semangat persahabatan dan tujuan bersama mengembangkan sepak bola wanita seakan menghapus turnamen yang disebut Piala Dunia Mini ini. Bahkan di edisi teranyar, 2018 lalu, Swedia dan Belanda ikhlas dinobatkan sebagai juara bersama lantaran hujan deras yang melanda stadion Bela Vista Municipal memaksa laga final tak terlaksana.

Tahun ini 12 timnasita yang bertarung akan dibagi ke dalam 4 grup dengan sistem round-robin dan laga ‘final’ penentuan posisi yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Grup A: Kanada, Islandia dan Skotlandia.

Grup B: Spanyol, Belanda dan Portugal.

Grup C: Tiongkok, Denmark dan Norwegia.

Grup D: Portugal, Swedia dan Swiss.

Inspirasi bagi turnamen serupa lainnya

Dengan semangat persahabatan dan tujuan bersama mengembangkan sepak bola wanita, Algarve Cup mampu menginspirasi lahirnya turnamen-turnamen kecil serupa bak bunga-bunga yang bermekaran di musim semi. Banyak turnamen serupa muncul, menjelma menjadi kembaran atau bahkan saingan Algarve Cup.

Contoh yang paling nyata adalah hadirnya Cyprus Cup yang pelaksanaanya hampir berdekatan dengan Algarve Cup sejak 2008 lalu. Cyprus Cup bahkan dianggap turnamen ‘kelas dua’-nya Algarve Cup karena berisi mayoritas negara-negara yang sepak bola wanitanya belum jauh berkembang.

Sayangnya tuan rumah Siprus sendiri belum mengirimkan timnasita mereka untuk terjun ke turnamen yang juga memiliki format kompetisi dan jumlah peserta yang sama dengan Algarve Cup. Tahun ini 12 kontestan dibagi ke dalam tiga grup.

Grup A: Republik Ceska, Finlandia, Korea Utara dan Afrika Selatan.

Grup B: Hungaria, Italia, Meksiko dan Thailand.

Grup C: Austria, Belgia, Nigeria dan Slowakia.

Lantas di mana negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang atau Jerman? Di awal tulisan tersirat bahwa Amerika Serikat yang kini jadi pengoleksi terbanyak gelar Piala Dunia Wanita terakhir mengikuti Algarve Cup di 2015, persis setahun kemudian mereka membuat turnamen segi-empat bertajuk #SheBelieves Cup.

Di edisi awal Amerika Serikat yang menggandeng Jerman, Prancis dan Inggris mampu membawa pamor #SheBelieves Cup menandingi Algarve Cup. Tahun ini keikutsertaan Prancis dan Jerman digantikan oleh Jepang dan Brasil.

Sepak mula Algarve Cup 2019 sendiri akan dilangsungkan malam hari ini, dan selama kurang lebih dua pekan ke depan banyak timnasita memulai petualangan mereka di musim semi, tak hanya di dataran rendah bernama Algarve tetapi juga di banyak tempat. Dan mereka pun boleh berbangga hati karena di ‘dunia’ yang katanya maskulin itu, mereka punya lebih banyak kompetisi ketimbang laki-laki.