Cerita

Lepas dari Sangkar Target dan Ekspektasi, Garuda Terbang Tinggi!

Sorak-sorai ratusan suporter di stadion Olimpiade Phnom Penh, Selasa (26/2) malam, berpesta bersama para pemain, pelatih dan staf merayakan kemenangan Timnas U-22 di final Piala AFF U-22. Hasil luar biasa diraih Marinus Wanewar dan kolega yang berhasil lepas dari sangkar bernama target dan ekspektasi, dan kini Garuda terbang tinggi!

Masih jelas teringat kata-kata yang keluar dari bibir Sekretaris Jendral PSSI, Ratu Tisha Destria, kepada awak media beberapa waktu lalu yang mengatakan bahwa turnamen Piala AFF U-22 hanyalah uji coba semata.

Apalagi turnamen yang mempertemukan negara-negara di Asia Tenggara dengan ‘level nanggung’ ini tak sepanas Piala AFF di level senior. Terlebih karena di edisi 2019 yang merupakan edisi comeback setelah sebelumnya digelar di 2005 silam ini sempat diwarnai mundurnya para peserta.

Semula Brunei Darussalam, Laos, dan Singapura, dijadwalkan untuk ikut serta di edisi kedua sepanjang sejarah. Namun ketiganya memilih mundur dengan berbagai alasan. Misalnya Singapura yang lebih fokus mematangkan tim dengan training centre di Eropa apalagi turnamen ini hanya sekedar pemanasan jelang kualifikasi Piala Asia U-23 2020.

Tak salah jika media menyebut turnamen ini sebagai turnamen antara, mengingat kualifikasi Piala Asia U-23 2020 hanya berjarak kurang dari sebulan dengan turnamen ini. Alasan klasik lainnya adalah tentu bahwa turnamen regional yang tak masuk kalender FIFA ini pun hanya dihitung sebagai uji coba semata.

Baca juga: Persoalan Pelik Indonesia Jelang Piala AFF U-22 2019

Masyarakat nampaknya juga tak terlalu antusias dengan turnamen yang diadakan di waktu ‘janggal’ ini. Maka dengan segala kepahitan ini, sejak berkumpulnya tim Indra Sjafri tak mau ambil pusing gaduh di luar sana dan fokus menggodok 38 pemain menjadi tim yang solid, sebelum berangkat ke Kamboja sehari setelah hari Valentine.

Tak banyak yang menggembar-gemborkan target atau ekspektasi Garuda baik di dunia maya ataupun dunia nyata. Mulai dari federasi, pelatih, beserta stafnya, dan masyarakat tak muluk-muluk harus menggondol trofi yang diperebutkan 14 tahun yang lalu.

Bahkan tak ada salahnya menuding suporter juga tak terlalu bergairah mengingat dalam lima pertandingan Timnas U-22 di era Indra Sjafri tak sekalipun ada kemenangan yang diraih. Tiga hasil uji coba lokal dan dua pertandingan perdana di babak grup Piala AFF U-22 berakhir imbang. Jelas bahwa performa Garuda Jaya perlu ditambal sana-sini.

Baca juga: Tribe Talk Edisi Indra Sjafri

Namun saya teringat kembali pada pesan coach Indra ketika diwawancarai beberapa waktu lalu. Fokusnya memang mempersiapkan tim yang solid untuk kualifikasi Piala Asia U-23 dan SEA Games Manila di akhir tahun. Toh memang Garuda Jaya terbang santai ke Kamboja dan bermain nothing to lose sebelum pertempuran sebenarnya di Vietnam.

Tak hanya Indonesia, beberapa negara lain pun mengalami masalah serupa. Apalagi karena status Piala AFF U-22 yang menjadi turnamen antara seperti dijelaskan di beberapa baris sebelumnya yang membuat sejumlah klub enggan melepas pemain mereka ke pelatnas.

Tanya saja pelatih Thailand, Alexandre Gama, yang kabarnya hanya diberi 10 pemain dari 38 nama yang diajukan kepada klub-klub Thai League 1. Sisanya pria asal Brasil ini harus menurunkan para pemain dari usia U-18 dan U-20.

Gama jelas tak mau para pendukung makin kecewa setelah melihat permainan Changsuek muda yang performanya menurun di 2018. “Banyak pemain U-18 dan U-20 saya harap fans mengerti dengan situasi ini (jika kami tak juara)” pungkas eks pelatih Buriram United itu dalam wawancara eksklusif bersama Football Tribe.

Titik balik kebangkitan Garuda Jaya

Cederanya kapten tim Andy Setyo membuat saya pribadi sedikit khawatir di laga hidup-mati kontra Kamboja. Di saat tuan rumah sedang on fire, lini belakang Indonesia masih belum belum solid.

Namun ternyata cederanya Andy menjadi berkah Bagas Adi untuk unjuk gigi. Di laga terakhir kemenangan Garuda Jaya dihiasi hasil nirbobol yang tak dapat diraih di dua laga awal, di lini depan Indonesia juga semakin meledak-ledak.

Marinus Maryanto Wanewar yang mencetak brace di laga kontra Kamboja bahkan menjadi top skor bersama Tran Danh Trung (Vietnam) dan Saringkan Promsupa (Thailand) hingga akhir kompetisi.

Performa apik Garuda juga semakin matang di semi-final kontra Vietnam. Terutama Marinus yang meski tak mencetak gol terlihat semakin dewasa dan jauh dari kesan bad boy yang dicitrakan selama ini. Bahkan sesudah pertandingan pun beberapa media Vietnam sampai menuding sang mutiara dari Timur ini mencuri umur.

Dari empat laga yang dijalani sebelum final, Garuda Jaya memang tak tampil sempurna dan masih banyak catatan kecil yang harus di perbaiki. Namun satu yang pasti, mereka seolah menutup telinga dengan semua cibiran, tak acuh pada skeptisisme di luar sana dan tentunya kisruh di federasi dan terbang tinggi ke partai final bersua Thailand.

Ibarat kata sudah kepalang basah, sudah masuk ke final ya mending bablas juara sekalian. Publik pun mulai mengintip peluang #negarainimaujuara untuk benar-benar terkabul. Meski sang lawan adalah Thailand, musuh bebuyutan yang juga juara bertahan 14 tahun silam.

Tapi rasanya timnas sama sekali tak tertekan dengan semua ini, wong tak ada target sejak awal tapi ujug-ujug sampai ke final. “Kalau bicara tentang target terus, patah hati terus nanti kita.” Kalimat itu yang terus saya ingat saat mewawancarai coach Indra Sjafri sebelum tim kembali ke Jakarta usai melawan Madura United di uji coba terakhir.

Indra Sjafri paham betul bagaimana mental sangat berpengaruh bagi para pemainnya. Ia mampu menakhodai tim yang nampaknya jauh dari riuh puja-puji sejak awal sebagai tim unggulan. Lihat saja magis yang dihadirkan olehnya di Timnas U-19 enam tahun silam.

Siapa yang kenal coach Indra dan para pemainnya saat itu? Tapi lihat sekarang, siapa yang tak kenal beliau serta para pemain yang ia didik? Evan Dimas, Hansamu Yama, dan beberapa pemain lainnya. Kali ini ia pun berhasil mengarsiteki Rachmat Irianto, Sani Riski, Witan Sulaeman dan sederet pemain muda lainnya untuk jadi pemain matang.

Indonesia berhasil bangkit dengan cepat dan mempertahankan keunggulan tipis hingga 90 menit lebih menghadapi Thailand. Di akhir laga, Garuda Jaya memeluk erat trofi lainnya dengan sayap-sayapnya. Tapi ini adalah sebuah koma, bukan titik.

Mereka akan kembali ditunggu Thailand, Vietnam, dan Brunei Darussalam yang mungkin bisa mengejutkan di kualifikasi Piala Asia U-23 beberapa waktu mendatang. Indonesia akan kembali terbang lebih kuat, dan tentunya lawan yang dihadapi akan semakin berat.

Berpestalah Garuda, dan jangan lupa beristirahat. Mungkin sekarang kami tak perlu mengekang kalian di sangkar bernama target dan ekspektasi. Sekalipun nantinya tak lolos Piala Asia U-23 atau tak meraih emas SEA Games 2019, kami tahu kalian bermain dengan hati dan demi kami, segenap bangsa Indonesia. Hormatku padamu, Garudaku!