Persija Jakarta yang musim lalu hanya finis di peringkat 4 klasemen ahkir, memasang target juara di tahun ini. Manajemen dan tim kepelatihan bergerak cepat. Kelemahan-kelemahan musim lalu segera diperbaiki, lubang-lubang yang ditinggalkan pemain musim sebelumnya ditambal dengan mendatangkan pemain sepadan.
Stefano Cugurra yang bertahan di Jakarta mulai mempersiapkan segala kebutuhan tim. Beberapa pemain diseleksi untuk membangun tim lebih kuat dari sebelumnya. Lini pertahanan yang ditinggal Wilian Pacheco langsung ditambal kedatangan Jaimerson. Sementara lini penyerangan yang musim lalu kurang tajam dijawab dengan kedatangan Marko Simic dari Liga Malaysia dan Ivan Carlos yang sebelumnya menjadi andalan Persela Lamongan.
Kemudian di lini tengah, santer kabar Rohit Chand akan dilepas dengan berbagai alasan dan beberapa calon pengganti terlihat menjalani seleksi di sesi latihan. Namun nampaknya dari sekian banyak pemain seleksi, belum ada yang mampu menggantikan peran Macan Himalaya.
Baca juga: Putus-Nyambung Persija dengan Rohit Chand
Rohit akhirnya kembali ke Jakarta, dan keputusan memilih kembali Rohit terbukti tepat. Macan Himalaya seolah pelengkap barisan tengah pasukan Macan Kemayoran. Perannya tak tergantikan, bahkan di akhir musim Rohit terpilih menjadi pemain terbaik Liga 1 2018.
Sebelum berlaga di Go-Jek Liga 1 2018, Persija terlebih dulu menjuarai dua turnamen pra-musim sebagai bekal kepercayaan diri. Di Piala Presiden 2018, Persija keluar sebagai juara usai mengalahkan Bali United di Stadion Utama Glora Bung Karno.
Marko Simic, penyerang yang baru datang dan dipersiapkan untuk menjadi jawaban masalah lini serang Macan Kemayoran keluar sebagai pencetak gol terbanyak, sekaligus meyakinkan publik Jakarta ia adalah pembelian yang tepat.
Persija juga mewarnai tahun ini dengan berlaga di Piala AFC 2018. Dalam turmanen kasta keduadi kawasan Asia tersebut, nyatanya Persija mampu berbicara banyak. Persija yang awalnya diragukan karena tergabung bersama tim-tim kuat macam Johor Darul Ta’zim (JDT) berhasil lolos dari fase grup, sebelum akhirnya dikandaskan wakil Singapura di babak selanjutya.
Namun dengan semua modal di pra-musim, bukan berrti langkah Persija Jakarta akan selalu mulus di Liga 1 2018. Banyak dinamika yang terjadi. Cedera pemain, bermain jauh dari kandang, dan banyak kendala-kendala lainnya. Ketepatan dalam menyikapi situasi tersebut, yang kemudian membuat kampiun Liga Indonesia 2001 ini jadi yang terbaik di akhir musim 2018.
Pembelian efektif, kedalaman skuat, dan pemain versatile
Awal musim ini Persija mendatangkan pemain hampir di setiap posisi. Namun bisa dibilang pembelian Jaimerson, Riko Simajuntak, dan Marko Simic adalah yang terbaik. Jaimerson sukses menggantikan Pacheco di jantung pertahanan. Riko yang sebelumnya memperkuat Semen Padang sukses menjadi senjata mematikan di sisi kanan. Kemudian Marko Simic menjadi jawaban lini penyerangan yang sering bermasalah musim-musim sebelumnya.
Meski tidak semua merupakan pemain bintang, tapi kedalaman skuat Persija Jakarta musim ini cukup mumpuni. Posisi kiper yang seringkali ditinggal Andritany dapat ditutup kehadian Rizky Darmawan dan Daryono di putaran pertama.
Bahkan di putaran kedua Persija mendatangkan satu lagi penjaga gawang berpengalaman, Shahar Ginanjar yang dipinjam dari PSM Makasar. Begitu juga posisi Rezaldi Hehanussa yang dapat diisi Dani Saputa atau Valentino Telaubun di putaran pertama, serta Michael Orah di putaran kedua.
Selain Maman Abdurrahman dan Jaime, jantung pertahanan Persija juga masih memiliki Gunawan Dwi Cahyo dan Vava Mario Yagalo sebagai pengganti sepadan. Komposisi ini sukses menjaga pertahanan dengan catatan paling sedikit kemasukan musim ini, dengan hanya 36 gol.
Lalu barisan tengah tidak perlu diragukan lagi. Nama-nama seperti Rohit Chand, Sandi Sute, Ramdani Lestaluhu, Asri Akbar, dan Fitra Ridwan ada di sana. Komposisi ini dilengkapi dengan pemain muda semisal Nugroho Fatchur Rohman dan Yan Pieter yang sewaktu-waktu siap diturunkan, plus kedatangan Renan Silva di putaran kedua.
Di sisi penyerangan, Marko Simic yang total mencetak 18 gol memiliki pelapis dari sesama pemain asing, yakni Addison yang menggantikan Ivan Carlos karena cedera. Selain itu masih ada pemain berpengalaman Bambang Pamungkas dan Rudi Widodo, juga Osas Saha yang datang di putaran kedua.
Selain kedalaman skuat, Persija diuntungkan oleh beberapa pemainnya yang dapat bermain di beberapa posisi berbeda. Semisal Novri Setiawan, pemain andalan di sisi kiri yang juga baik bermain di sisi kanan bahkan fasih menggantikan Ismed Sofyan di bek kanan.
Ada juga Rohit Chand. Selain menguasai lini tengah, gelandang bertahan, gelandang serang, sayap kiri, Rohit juga mampu bermain baik di pertahanan. Baik bek tengah ataupun bek kiri dan kanan.
Jangan lupakan juga transformasi Rezaldi Hehanussa yang dikenal sebagai salah satu bek kiri terbaik Indonesia, di Persija dapat disulap oleh Stefano “Teco” Cuggura sebagai bek kanan menggantikan Ismed Sofyan.
Terusir dari Jakarta bukan masalah
Banyak yang beranggapan terusir dari Jakarta akan kembali menjadi masalah untuk Persija. Terlebih musim ini tim ibu kota terusir cukup jauh hingga ke Yogyakarta. Namun semua kekhawatiran ditepis dengan fakta Persija hanya dua kali terkahahkan di kandangnya.
Sepanjang musim tim nomaden karena tidak memiliki kandang tetap ini, harus bermain di 6 stadion dan 5 kabupaten/kota untuk menjalankan 17 pertandingan kandang. Di antaranya Stadion Utama Gelora Bung Karno, Stadion Pakansari, Stadion Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Stadion Sultan Agung, Stadion Partiot, dan Stadion Wibawa Mukti.
Nyatanya tidak bermain di rumah bukanlah masalah untuk Persija. Nyatanya, meski SUGBK masih yang ternyaman, 37 dari 62 poin yang mengaantarkan gelar juara didapat saat bermain di kandang yang tidak selalu di Jakarta.
Di Yogyakarta, 8 poin didapat dari 5 pertandingan. Di Bogor poin penuh didapat usai mengalahkan tim kuat, Persipura. Di Bekasi dua pertandingan berhasil disapu bersih. Di Jakarta, meski bukan di SUGBK, Persija berhasil mengandaskan seterunya.
Bahkan pertandingan di Cikarang menghadapi Sriwijaya FC bisa dibilang momentum menuju juara. Pertandingan yang tidak akan terlupa dengan gol kemenangan cantik di menit akhir.
Di sini faktor mental dan faktor pendukung setia mereka menentukan. Di manapun Persija berkandang, pendukung setia mereka tidak pernan membiarkannya berjuang sendirian. Kalimat “Angkat Kaki Sekarang Juga Bila Sudah Tidak Yakin Juara” dibentangkan di Sultan Agung, Yogyakarta. Kata-kata yang terbukti memacu semangat ketika pemain tidak dalam performa terbaiknya.
Perjalanan menuju juara
Meski bermodal percaya diri hasil turnamen pra-musim, Persija sempat diragukan karena inkonsisten di awal Liga 1. Grafik permainan terus turun naik. Di antaranya ada faktor konsentrasi yang terbagi antara Liga dan Piala AFC, pemain yang dipanggil tim nasional, atau pemain yang absen karena cedera atau akumulasi kartu.
Yang terburuk, Persija sempat terkapar di jurang degrasai pada pekan ke-12. Cacian, cibiran, datang bertubi-tubi. Bahkan tidak sedikit hinaan yang menghujani. Namun mereka seakan lupa satu hal, Persija masih memiliki dua laga tunda. Pertama menghadapi Persib Bandung karena faktor keamanan, dan kedua adalah pertandingan menghadapi Persebaya yang harus tertunda karena bentrokan oknym suporter di Yogyakarta.
Setelahnya di paruh musim, ketika telah sama-sama menyelesaikan 17 laga, Persija merangsek posisi 6 dengan beda hanya 3 poin dari pemuncak klasemen kala itu.
Di putaran kedua mental Persija teruji. Saat tim lain lengah dan hilang konsentrasi atau terkendala perihal non-teknis, Persija terus memanjat tabel klasemen. Permainan konsisten Macan Kemayoran menuju akhir musim membuatnya kembali dalam persaingan juara.
Enam pertandingan terakhir jelang akhir musim pun dilalui tanpa kekalahan, termasuk menahan imbang saingan terkuat, PSM Makasar di kandang lawan. Hingga akhirnya Persija menyudahi kompetisi dengan 62 poin hasil 18 kemenangan, 8 seri, dan 8 kekalahan. Persija unggul satu poin dari PSM Makasar di posisi ke-2.
Menariknya, meski hanya dua pekan menghuni puncak klasemen, Persija yang menjadi juaranya. Sang Macan mencabik mangsanya tepat di akhir pertarungan, memberi luka mendalam yang membuat lawannya tak mampu bangkit.
Barito Putera menggebrak di awal musim, Persib Bandung berstatus juara paruh musim, PSM Makassar mengawali putaran kedua dengan sangat mulus, tapi pada akhirnya trofi juara kembali ke pangkuan warga ibu kota walau hanya dua pekan merajai klasemen.
Dahaga gelar selama 17 tahun itu terpuaskan sudah, berhiaskan naik-turun kehidupan yang penuh tantangan layaknya permainan ular tangga.