Cerita

Persija Jakarta, Mencari Rumah di Kota Sendiri

Persija Jakarta, klub dengan 10 gelar juara dalam sejarah, klub dengan bintang yang tak pernah habis dalam gudang pemain mereka, klub ibu kota yang selalu mendapat perhatian lebih dengan segala gerak-gerik yang mereka lakukan. Nyatanya, hingga kini tidak memiliki rumah nyaman di kota mereka sendiri, Jakarta.

Sebenarnya, di Jakarta terdapat Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) yang dapat digunakan sebagai kandang oleh Persija. Akan tetapi, kesibukan GBK dangan segala agenda yang dimiliki, mulai dari kegiatan politik hingga konser musik, seringkali membuat Persija sementara keluar dari rumahnya.

Sementara itu, saat Persija kesulitan mendapatkan rumah di kota mereka sendiri, di kota-kota sekitaran Jakarta terdapat stadion taraf internasional yang dipakai oleh klub-klub kasta bawah, bahkan terdapat stadion tidak berpenghuni. Situasi ini bisa saja membuat Persija iri.

Sebut saja Persikabo Bogor, klub Liga 3 yang bermarkas di Stadion Pakansari berkapasitas 30.000 penonton. Atau Persipasi Bekasi yang menjadikan Stadion Patriot Chandrabhaga yang juga berkapasitas 30.000 orang sebagai rumah mereka. Ada juga Stadion Wibawa Mukti dengan kapasitas 28.000 penonton yang hingga kini tidak memiliki penghuni tetap.

Terbaru, di Kelapa Dua, Tangerang, muncul Stadion Benteng Taruna. Stadion dengan kapasitas 30.000 penonton yang mulai dibangun pada 2014 itu, sekarang menjadi rumah baru untuk Persita Tangerang. Menariknya, stadion dengan kapasitas sebesar dan semegah itu kabarnya hanya menghabiskan dana sekitar 100 miliar rupiah dalam pembangunannya.

Stadion Patriot Chandrabhaga

Bukan persoalan baru Persija

Sejak 2006 bisa dikatakan Persija mulai kehilangan rumah di kotanya sendiri. Ini berawal dari dirobohkannya Stadion Menteng oleh pembina Persija yang sekaligus menjabat Gubernur DKI Jakarta saat itu, Sutiyoso. Penggusuran ini dilakukan dengan alasan pembangunan kota. Kelak kemudian dibangun ruang terbuka hijau di lokasi tersebut.

Sebenarnya saat itu Stadion Menteng bukan lagi kandang Persija. Sejak 1997 melalui campur tangan Sutiyoso, Persija memilih Stadion Lebak Bulus sebagai kandang mereka. Ini dilakukan kerena Persija butuh stadion yang lebih besar untuk menampung suporternya. Namun segala kegiatan klub, latihan, mes pemain, dan kegiatan organisasi klub tetap berada di Stadion Menteng.

Tahun 2008 Persija kembali berpindah. Kemacetan ibu kota dan jumlah suporter yang semakin besar membuat mereka harus berpisah dengan Stadion Lebak Bulus yang selama 10 tahun berhias banyak cerita. Dari mulai gelar juara 2001, hingga cerita kekuatan suporter yang membuat Persib Bandung mundur karena tak nyaman bermain di kepungan suporter yang membludak hingga pinggir stadion.

Sejak 2008 hingga kini, Persija secara resmi memilih Stadion Utama Glora Bung Karno sebagai kandangnya. Namun dengan segala kesibukan dan agenda yang dimilikinya, nampak GBK belum menjadi rumah yang nyaman.  Di tahun pertama Persija sudah harus terusir lantaran agenda politik 2009. Persoalan itupun terus berlanjut sampai sekarang, karena Persija masih kerap terusir. Mulai dari renovasi hingga agenda internasional yang memang harus didahulukan.

Baca juga: Stadion dan Konser Musik: Antara Ladang Pendapatan dan Gudang Hujatan

Ini membuat Persija identik dengan sebutan tim musafir. Mulai dari Solo, Yogyakarta, hingga Bekasi ,menjadi persinggahan Sang Macan Kemayoran.

Stadion Lebak Bulus mengalami hal buruk serupa Stadion Menteng. Atas nama pembangunan kota, stadion tersebut kini telah berubah menjadi proyek Mass Rapid Transit (MRT). Pemerintah kota kala itu menjanjikan penggantian berupa stadion baru untuk Persija. Sayangnya, hingga kini belum terealisasi dan hanya menjadi bahan penarik hati pendukung Persija, untuk berkuasa di ibu kota sewaktu kampanye politik.

Kemudian untuk Stadion Jakarta Bersih Manusiawi dan Berwibawa yang telah lama dijanjikan, bahkan telah dilakukan beberapa kali melakukan peletakan batu pertama oleh pemerintah berbeda, tapi pembangunannya belum juga terlihat nyata.