Cerita

Langit dan Bumi Maurizio Sarri di Chelsea

Sedari kemarin, kabar perihal didepaknya Antonio Conte dari kursi manajer Chelsea meramaikan jagad dunia maya. Jebloknya rapor The Blues di musim kompetisi 2017/2018 silam dengan finis di peringkat lima klasemen akhir Liga Primer Inggris, dan ‘hanya’ memenangi Piala FA, jadi alasan utama sang pemilik, Roman Abramovich, untuk melakukan hal tersebut.

Lebih jauh, relasi antara Conte dan Abramovich memang sudah meruncing sejak musim perdana sang Italiano berkuasa di Stadion Stamford Bridge. Padahal, ketika itu dirinya sukses mengantar Eden Hazard dan kawan-kawan menjuarai Liga Primer Inggris 2016/2017.

Dalam kolomnya di Telegraph, Matt Law mengungkapkan sejumlah alasan prinsipil lain menjadi pemicu utama renggangnya hubungan Conte dan Abramovich. Pertama, bekas pelatih Bari dan Juventus tersebut memiliki hasrat besar untuk mengontrol kebijakan transfer klub selama dirinya bekerja untuk The Blues. Kedua, munculnya friksi di antara Conte dengan para penggawa pilar Chelsea seperti Diego Costa, David Luiz dan Willian, cuma beberapa saat usai jadi kampiun di Negeri Ratu Elizabeth.

Bagi Abramovich yang terkenal otoriter, gerak-gerik Conte jelas mengancam keutuhan tim yang ia miliki. Alhasil, pemecatan jadi satu-satunya cara yang bisa diambil sang miliuner buat ‘melenyapkan’ sang pelatih dari Cobham, markas latihan Chelsea.

Keadaan semacam itu bikin sejumlah nama pelatih tenar masuk ke dalam bursa calon pengganti Conte. Namun dari sekian nama, figur Maurizio Sarri jadi yang paling santer diberitakan bakal mengambil tongkat estafet dari kompatriotnya itu.

Kebetulan, Napoli yang menjadi tim besutan Sarri selama beberapa musim pamungkas, sudah menemukan suksesor brilian pada diri pria berpengalaman dan punya curriculum vitae mengagumkan, Carlo Ancelotti.

Peristiwa-peristiwa itu pun seolah melanggengkan jalan Chelsea untuk meminang Sarri walaupun kontak di antara kedua kubu sering terganggu, khususnya terkait perilaku nyeleneh Sarri yang gemar memantik kontroversi lewat ucapan-ucapan pedasnya di hadapan media.

Buat Sarri sendiri, kesempatan untuk menukangi The Blues adalah berkah yang sungguh indah. Dengan status salah satu kesebelasan paling tangguh di Eropa, para pelatih sepak bola profesional tentu mengincar jabatan gaffer di tubuh Chelsea. Tak perlu kaget andai perasaan Sarri membubung ke angkasa kalau sudah dilantik secara resmi oleh pihak klub.

Ketimbang I Partenopei, kualitas skuat Chelsea memang satu level di atas klub yang menghuni Stadion San Paolo itu. Semenjak diakuisisi Abramovich per tahun 2003 silam, The Blues bersolek habis-habisan demi memenuhi keinginan masif sang pemilik, utamanya tentang raihan prestasi di atas lapangan hijau.

Dengan modal keuangan masif, permintaan Sarri buat memboyong pemain yang sesuai dengan kebutuhan taktiknya, bukan perkara sulit bagi Chelsea. Gelandang Napoli, Jorginho, kini santer diberitakan bakal menjadi rekrutan perdana Chelsea jelang musim 2018/2019 bergulir.

Hal demikian pasti memudahkan lelaki kelahiran Napoli itu buat membangun fondasi timnya guna bersaing dengan tim-tim tangguh lain seperti Arsenal, Liverpool, Manchester City, Manchester United, dan Tottenham Hotspur di Liga Primer Inggris.

Apalagi selama ini kita juga mengenal bahwa Sarri menggemari gaya permainan yang mengandalkan pressing tinggi sepanjang laga, kokoh di lini belakang, cair di sektor tengah serta tajam pada area depan dan dicatut media-media Eropa sebagai Sarrismo.

Di sisi lain, Abramovich sudah teramat beken sebagai sosok yang menggemari permainan menyerang. Ia bahkan tidak ragu untuk memecat pelatih yang mengusung gaya permainan menjemukan kendati cara itu menghasilkan banyak silverwares di ruang pamer trofi The Blues. Menguasai Inggris, Eropa atau bahkan dunia dengan gaya main menyerang adalah mimpi agung Abramovich bersama Chelsea.

Bersama klub London Barat ini juga, kesempatan Sarri untuk mengukir prestasi menjadi lebih besar. Tak peduli bahwa belantara Liga Primer Inggris, Piala FA, Piala Liga ataupun Liga Europa yang bakal dijalaninya nanti, sangat berliku dan menguras tenaga. Raihan gelar prestisius akan menghapus stigma miskin trofi yang selama ini lekat dengannya.

Namun di sisi seberang, sekali lagi, kalau sudah resmi dilantik Chelsea, tentu bisa mengirim Sarri yang tengah melayang-layang di udara, jatuh terhempas ke Bumi.

Alasannya apalagi kalau bukan tuntutan masif dari Abramovich mengenai gelar dan performa menawan tim kepunyaannya. Jika hal-hal seperti itu gagal dipenuhi Sarri, nasibnya pasti takkan berbeda jauh dengan 14 pelatih (termasuk para caretaker) lain yang membesut The Blues sejak diambilalih Abramovich: Dihadiahi surat pemberhentian tugas!

Sifat otoriter Abramovich membuatnya jadi seorang manager-eater (istilah yang digunakan untuk menggambarkan pemilik klub yang hobi menggonta-ganti pelatih) yang sama kejamnya dengan eks pemilik Palermo, Maurizio Zamparini.

Bila dirata-ratakan, durasi terlama seorang juru strategi duduk di kursi panas pelatih Chelsea adalah 3 tahun 3 bulan yang disandang Jose Mourinho pada periode pertamanya membesut The Blues (2004-2007).

Artinya, hantu pemecatan bakal setia mendampingi Sarri selama berkarier di Stadion Stamford Bridge. Entah diakibatkan performa tim asuhannya yang memble di atas lapangan atau karena friksi dengan skuat maupun sang pemilik klub.

Mengemban status manajer Chelsea adalah keunikan tersendiri, tantangannya kelewat menggoda untuk ditolak begitu saja tapi juga tak bisa sembarangan diterima. Butuh mentalitas kuat dari figur yang menakhodai The Blues guna mengarungi kompetisi yang diikuti seraya memanggul segala tekanan yang ada. Sarri, mungkin sudah mempersiapkannya secara paripurna.