Butuh hingga babak adu penalti untuk menentukan lolos ke babak 8 besar bagi armada Gareth Southgate. Setelah bermain imbang sama kuat 1-1 sepanjang 120 menit, keberuntungan masih memihak Inggris di babak 16 besar kali ini.
Ada dua kekhawatiran Inggris jelang laga babak 16 besar pertamanya dalam dua edisi Piala Dunia terakhir. Yang pertama catatan buruk jika laga harus berakhir ke babak adu penalti. Dari 7 adu penalti di turnamen besar Piala Eropa atau Piala Dunia, Inggris hanya mampu memenangi satu kali saja yaitu saat Piala Eropa 1996 melawan Spanyol. Ketakutan yang tidak terbukti di akhir pertandingan.
Sedangkan faktor kedua adalah lima dari sembilan lawan yang menggugurkan Inggris di fase gugur berasal dari Amerika Selatan. Tahun 1954 (Uruguay, 8 besar), 1962 (Brasil, 8 besar), 1986 (Argentina, 8 besar), 1998 (Argentina, 16 besar), dan 2002 (Brasil, 8 besar).
Kolombia sendiri terpaksa menepikan James Rodriguez untuk tidak menambah parah cedera gelandang Bayern München tersebut. Sebuah kerugian besar karena sepanjang 90 menit, jelas terlihat dua playmaker pengganti, Juan Cuadrado dan Juan Quintero sangat bingung untuk memecah pertahanan Inggris.
Salah satu pertandingan klasik ini sebenarnya lebih banyak memunculkan pertunjukkan debat antara wasit dan para pemain daripada peluang yang tercipta ke gawang. Tidak terhitung berapa kali perdebatan terjadi setiap kali ada pemain terjatuh atau pemain tidak puas dengan keputusan wasit. Total 8 kartu kuning dan 35 pelanggaran bisa menjadi gambaran bagaimana kerasnya laga ini.
Puncaknya ada di awal babak kedua, tepatnya di menit ke-54 saat Carlos Sanchez dinyatakan melanggar Harry Kane di kotak penalti. Keputusan wasit yang memberi penalti untuk Inggris tidak membuat para pemain kolombia puas. Sekitar tiga menit, sang kapten Radamel Falcao dengan beberapa rekannya berdebat ke wasit Mark Geiger untuk melihat VAR, namun sang wasit tak menggubris keinginan mereka. Pada akhir di menit ke-57, Kane mencetak gol pembuka Inggris.
The Three Lions sebenarnya tidak menampilkan permainan menarik di laga ini. Walau banyak memegang bola, namun para pemainnya seakan tidak mampu untuk menembus pertahanan Los Cafeteros yang tidak bermain ‘parkir bus’ sebagai mana tim-tim lain yang menghadapi klub besar. Total hingga 120 menit, Kane dan kolega hanya mencatat dua tembakan tepat sasaran, sudah termasuk gol dari titik putih.
Senasib dengan sang lawan, anak asuh Jose Pekerman seakan lupa cara menciptakan peluang bersih saat tidak bermain dengan seorang James Rodriguez. Pemain River Plate yang diincar Real Madrid, Quintero tidak mampu berbuat banyak padahal ia yang diberikan tanggung jawab lebih dalam kreasi peluang. Namun setidaknya, mereka lebih baik dengan catat 4 tembakan tepat sasaran selama 120 menit.
Setelah gol pertama, Southgate menginstruksikan untuk lebih banyak memainkan pola counterattack dan banyak membiarkan Kolombisa memegang bola. Pemain seperti Kane, Raheem Sterling, Jesse Lingard, dan Dele Alli bahkan beberapa kali terlihat berada tepat di depan kotak penalti Inggris.
Strategi tersebut bisa disebut sebuah kesalahan karena setelahnya Kolombia jauh memegang kendali permainan. Bahkan dalam 10 menit akhir, terhitung banyak peluang dari Los Cafeteros tercipta termasuk di menit 93, tendangan jarak jauh Mateus Uribe yang berbuah tendangan sudut, awal nahas bagi Inggris.
Juan Cuadrado yang ditunjuk jadi algojo mampu mengirimkan umpan sempurna ke depan gawang Inggris yang mampu disundul dengan sempurna juga oleh Yerry Mina, pahlawan Kolombia di 3 laga terakhir mereka. Termasuk satu-satunya gol saat berhadapan dengan Senegal di partai terakhir grup. Laga dilanjut ke babak extra time.
Di babak ini, baik Southgate dan Pekerman memilih untuk bermain ‘aman’ dengan tidak terlalu menggebu-gebu dalam menciptakan gol. Keputusan ini membuat pertandingan harus dilanjut ke babak adu penalti.
Di fase ini, keberuntungan jelas berpihak untuk Inggris. Setelah gagal di penendang ketiga atas nama Jordan Henderson, beruntungnya dua eksekutor Kolombia tersisa juga gagal. Sedangkan dua sepakan terakhir Kieran Trippier dan Eric Dier sempurna melesat ke gawang Ospina.
Lolos ke 16 besar merupakan pertama kali bagi Inggris sejak terakhir di Piala Dunia 2002 dan 2006.
Angin keberuntungan berpihak untuk Inggris
Di babak 8 besar, alih-alih bertemu negara berat, Inggris justru ‘hanya’ akan berhadapan dengan Swedia, lawan yang di edisi 2010 dan 2014 tidak lolos ke putaran final. Di atas kerta menilai secara komposisi pemain, Inggris unggul jauh dari Swedia.
Pada fase gugur kali ini, angin keberuntungan bisa disebut berpihak kepada Henderson dan kolega di mana secara hitungan mereka harusnya bisa mencapai partai puncak. Mari berandai-andai, jika Swedia mampu dikalahkan di perempat-final, maka saat semifinal Inggris akan bertemu antara Kroasia atau Rusia, dua lawan yang jelas Inggris masih unggul jika kembali menilik terhadap kemampuan individu pemain.
Namun sekali lagi, Piala Dunia kali ini bukan ajang pamer kekuatan individu. Fakta negara-negara besar unggul membuktikan jika di edisi kali ini, kolektivitas menjadi faktor penting sejauh mana sebuah tim melaju ke babak selanjutnya. Hal tersebut perlu diwaspadai oleh Inggris, karena jujur saja melihat performa melawan Kolombia Inggris masih bermain jauh di bawah standar Prancis atau Brasil bahkan Belgia, calon lawan mereka jika lolos ke partai puncak.