Piala Dunia 2018

Bowo Alpenliebe dan Pentingnya Unjuk Gigi Pemain Muda di Piala Dunia

Remaja berusia 13 tahun itu mendadak tenar. Dengan nama panggung Bowo Alpenliebe, pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) bernama asli Prabowo Mondardo ini menjadi perbincangan banyak orang berkat aksinya di aplikasi Tik Tok. Terlepas dari beragam komentar masyarakat, kemampuan Bowo dalam mengambil momentum layak diapresiasi, yang sepatutnya dicontoh para pemain muda di Piala Dunia 2018.

Bowo dengan bermacam-macam gayanya di Tik Tok, sukses menggaet ratusan ribu penggemar. Dia yang dulunya bukan siapa-siapa, mendadak jadi terkenal dan untuk bertemu sapa dengannya saja, para penggemar wajib membayar 80-100 ribu rupiah. Apakah itu berlebihan? Tergantung dari sudut mana kita memandangnya.

Jika kita melihatnya sebagai anak sekolahan yang mematok harga terlalu tinggi untuk jumpa fans, oke alasan yang masuk akal. Tapi jika dilihat dari sisi ekonomi saat memanfaatkan momentum, sebagai salah satu manusia paling viral dan most wanted saat ini, Bowo memanfaatkan ketenarannya dengan tepat.

Hal yang sama berlaku di sepak bola, terutama bagi para pemain muda berlabel wonderkid. Tanpa disokong nama besar atau latar belakang karier yang bergelimang rekor, mereka secara lancang merangsek naik ke daftar pemain dengan nilai pasar tertinggi.

Hirving Lozano sebelum berangkat ke Rusia membawa banderol harga 25 juta euro. Kemudian setelah debutnya di Piala Dunia diwarnai dengan gol ke gawang Jerman, sang juara bertahan, nilai pasarnya langsung meningkat. Plus ditambah kesuksesan Lozano membawa Meksiko melaju ke fase gugur, harga Lozano saat ini ditaksir di atas 30 juta euro.

Sementara ito peningkatan Aleksandr Golovin lebih drastis lagi. Dengan predikat pemain berbakat dari CSKA Moskow, harga Golovin sebelum Piala Dunia berkisar 15 juta euro. Setelah laga pertama yang dilalui dengan satu gol tendangan bebas plus dua asis, dan membawa Rusia melaju ke perempat-final, harga Golovin langsung meningkat dua kali lipat, menembus 30 juta euro.

Peningkatan harga juga dialami oleh para pemain muda lainnya, Beberapa yang sempat kami rangkum adalah José Giménez (dari 45 juta euro ke 60 juta euro), Jesse Lingard (dari 31,5 juta euro ke 35 juta euro), Hakim Ziyech (dari 20 juta euro ke 25 juta euro), dan Juan Quintero (dari 3,5 juta euro ke 10 juta euro).

Baca juga: Para Pemain dengan Nilai Pasar yang Melonjak Selama Piala Dunia 2018

 

Memanfaatkan momentum

Bowo Alpenliebe dengan cerdik memanfaatkan Tik Tok untuk mendapat penghasilan, sembari meningkatkan popularitas. Dengan banyaknya remaja Indonesia usia 20 tahun ke bawah yang menggandrungi aplikasi tersebut, Bowo memanfaatkan momentum dengan totalitas berkarier sebagai artis Tik Tok.

Dengan “harga tiket” 80-100 ribu rupiah untuk berswafoto dan bertemu sapa, dilihat dari banyaknya penggemar yang datang, penghasilan Bowo bisa mencapai jutaan per harinya. Bahkan tidak menutup kemungkinan seorang Bowo yang masih berusia 13 tahun, bisa melebihi gaji karyawan di kota besar, hanya dengan sehari berswafoto ria dengan penggemarnya.

Tik Tok menjadi momentum ketenaran Bowo Alpenliebe, sekaligus menjadi titik balik dalam hidupnya. Dari yang sebelumnya anak sekolahan biasa, sekarang dibicarakan banyak orang, dan tinggal menunggu waktu saja ia hadir sebagai bintang tamu di acara talkshow televisi.

Memanfaatkan momentum itu tidak mudah. Selain harus cepat dan tepat, seseorang juga harus mempertimbangkan segala risikonya. Sebab, ketenaran yang didapat dari pemanfaatan momentum belum tentu bisa terus berlangsung bahagia. Terutama bagi para remaja, yang dalam pengambilan keputusan belum sematang orang dewasa.

Memphis Depay menjalani Piala Dunia 2014 dengan manis. Ia mencetak gol kemenangan via sepakan jarak jauh lawan Australia di fase grup, dan lagi-lagi menjadi penentu tiga poin lewat gol di injury time lawan Cile. Setahun kemudian ia pindah ke Manchester United dari PSV Eindhoven, tapi sekarang terdampar di Ligue 1 bersama Olympique Lyonnais, dan masih berusaha menghidupkan kembali kariernya.

Kemudian Kléberson dan El Hadji Diouf, yang sama-sama bersinar di Piala Dunia 2002, juga sama-sama gagal di Liga Primer Inggris. Kléberson yang berstatus juara dunia bersama Brasil sinarnya meredup di Manchester United, sedangkan El Hadji Diouf yang menggebrak bersama Senegal justru tidak bertaji di Liverpool.

Memanfaatkan momentum bagai dua sisi mata uang. Jika sanggup memelihara konsistensi, peningkatan karier yang akan didapat. Tapi jika ketenaran itu hanya berlangsung sesaat, atau hanya sebatas mencapai kata “viral”, nostalgia indah masa lalu yang akan lebih sering mengiringi hidup.

Jadi, pikirkan baik-baik ke mana kalian akan melangkah, wahai Hirving Lozano, Aleksandr Golovin, Hakim Ziyech, dan para wonderkid lainnya, termasuk Bowo Alpenliebe juga. Apakah akan mengikuti jejak Norman Kamaru atau Raisa, dua sensasi YouTube yang perjalanan kariernya bertolak belakang.