Berbicara tentang legenda Piala Dunia, pikiran kita pasti mengarah kepada Pele atau Diego Maradona. Namun, ada satu nama yang tidak boleh dipinggirkan berkat prestasinya tampil di tiga final Piala Dunia berturut-turut. Ia adalah Marcos Evangelista de Morais, atau yang lebih populer dengan nama Cafu.
Pemain belakang Brasil ini mengoleksi medali dari tiga final Piala Dunia berturut-turut, yaitu pada edisi 1994, 1998 dan 2002. Dua kali ia merengkuh trofi emas, yaitu pada tahun 1994 dan 2002, dan sekali sebagai runner-up, pada tahun 1998.
Salah satu bek kanan terbaik di era sepak bola modern ini lahir pada 7 Juni 1970, tepat ketika Pele, Jairzinho dan skuat Brasil lain mengalahkan juara bertahan Inggris untuk memenangi Piala Dunia 1970 di Meksiko.
Selain mencatat tiga penampilan di final Piala Dunia, Cafu juga sampai saat ini menjadi pemain paling banyak membela tim nasional Brasil, dengan jumlah 142 pertandingan resmi. Ia juga mencatat rekor 21 penampilan di Piala Dunia. Sebagai kapten, ia memenangkan Piala Dunia 2002 serta memimpin negaranya meraih dua gelar Copa America dan Piala Konfederasi.
Di level klub, pemain yang memulai karier di Sao Paulo ini juga merupakan legenda di Italia, di mana ia memenangkan Scudetto bersama AS Roma dan AC Milan. Para fans di Italia menjulukinya ‘Il Pendolino’ (Kereta Ekspres), karena kemampuan larinya yang sangat bertenaga.
Sebelum Cafu, beberapa pemain telah tampil di dua Piala Dunia. Banyak dari mereka – terutama dari tim Italia 1930-an dan tim-tim Brasil pasca-perang yang hebat – telah mengangkat trofi dua kali.
Banyak pengamat berpendapat bahwa Cafu sebenarnya menyamai, bahkan telah melebihi torehan Pele. Legenda Brasil ini memang mengoleksi tiga Piala Dunia, yaitu pada edisi 1958, 1962 dan 1970. Namun, edisi 1962 bisa diperdebatkan karena sang legenda terkena cedera dan absen dari sisa turnamen itu, sehingga tak tampil di final 1962 melawan Cekoslowakia.
Ketika tampil di Piala Dunia 1994 untuk pertama kalinya, sama sekali tak terpikirkan bagi Cafu untuk menyamai prestasi sang legenda. Ia tampil di turnamen di Amerika Serikat tersebut setelah membantu Sao Paulo mejuarai Copa Libertadores dan Piala Interkontinental.
Di laga final melawan Italia, Cafu belum dipercaya untuk tampil sebagai starter oleh pelatih Carlos Alberto Parreira. Nasibnya baru berubah ketika Jorginho harus ditarik keluar karena cedera pada menit ke-21. Sisanya merupakan sejarah, Cafu ikut serta mempertahankan clean sheet bagi Selecao sebelum mengalahkan Gli Azzurri lewat adu penalti.
Empat tahun kemudian, cerita sedikit berbeda. Menjadi tim yang sangat diunggulkan di Prancis 1998, Brasil harus menelan pil pahit setelah dihajar 0-3 oleh tuan rumah Prancis di laga final. Meski demikian, Cafu belajar banyak di kegagalan di laga puncak tersebut. Sudah menjadi pilihan utama dengan usia yang semakin matang, Cafu membawa penampilan terbaiknya di edisi 2002.
Hanya beberapa minggu setelah ulang tahunnya yang ke-32, Cafu memimpin Brasil ke final Piala Dunia 2002 di Jepang dan Korea Selatan. Bertindak sebagai kapten, ia memimpin rekan-rekannya membukukan kemenangan 2-0 yang mengesankan atas Jerman di Yokohama. Selecao pun resmi menjadi tim pengoleksi gelar Piala Dunia terbanyak sepanjang sejarah Piala Dunia dengan lima trofi.
Cafu masih mengapteni Brasil di Piala Dunia 2006. Namun, sang juara bertahan terhenti di perempat final. Saat itu, sang bek kanan yang sudah berusia 36 tahun tak lagi energik. Setelah turnamen, ia dan beberapa rekan seperjuangan seperti Roberto Carlos dan Ronaldo Luiz Nazario pun pensiun dari tim nasional. Meski demikian, gaya bermainnya menginspirasi lahirnya bek-bek sayap ofensif di Brasil seperti Dani Alves, Marcelo Vieira dan Douglas Maicon.
Sampai sekarang, rekor Cafu tampil di tiga final berturut-turut masih sulit dipecahkan, dan sepertinya akan sulit disamai selama beberapa dekade ke depan. Ia pantas disejajarkan dengan legenda Piala Dunia lainnya.