Piala Dunia 2018

26 Juni 2006: Furbizia Fabio Grosso Benamkan Australia

Tiap kali menonton pertandingan sepak bola yang melibatkan Italia, ada satu istilah khas Negeri Pasta yang acapkali berputar-putar di kepala bernama furbizia. Bagi kubu lawan, furbizia adalah perbuatan brengsek, culas, menghalalkan segala cara dan tak tahu malu.

Namun bagi gladiator-gladiator sepak bola Italia berikut tifosi-nya, furbizia tak ubahnya seni dengan nilai artistik tinggi. Sebuah tindak tanduk di atas lapangan yang sarat tipu muslihat layaknya keahlian para pesulap, penuh intrik dalam tontonan tapi sahih secara pertandingan.

Salah satu furbizia yang sulit hilang dari ingatan tentulah peristiwa di Stadion Fritz Walter pada 26 Juni 2006 silam. Kala itu, Australia dan Italia berjumpa dalam laga bertajuk babak 16 besar Piala Dunia 2006.

Wakil dari sepasang konfederasi berbeda ini dipertemukan oleh nasib lantaran kubu pertama melaju ke fase gugur usai finis sebagai runner up Grup F sedangkan pihak kedua berstatus kampiun Grup E.

Gli Azzurri yang ketika itu ditukangi oleh Marcello Lippi dan diperkuat talenta papan atas seperti Gianluigi Buffon, Fabio Cannavaro, Alessandro Del Piero hingga Andrea Pirlo jelas lebih difavoritkan. Akan tetapi, Socceroos garapan Guus Hiddink juga berambisi mengukir kejutan. Apalagi skuat mereka terbilang mumpuni sebab dihiasi figur-figur seciamik Mark Bresciano, Tim Cahill, Lucas Neill, dan Mark Viduka.

Semenjak wasit Luis Medina Cantalejo asal Spanyol memulai jalannya pertandingan, baik Australia maupun Italia berusaha amat keras untuk mengacak-acak pertahanan lawan. Namun Cannavaro dan kolega terlihat lebih dominan.

Meski begitu, sejumlah peluang yang Gli Azzurri peroleh, senantiasa nirhasil akibat mandulnya Alberto Gilardino dan Luca Toni. Beruntung, Socceroos tak sanggup memanfaatkan situasi tersebut guna memecah kebuntuan. Alhasil, babak pertama laga ini disudahi dengan skor kacamata.

Sadar bila tiket lolos ke perempat-final hanya bisa didapat dengan kemenangan, masing-masing pihak coba lebih agresif pada babak kedua. Nahas bagi Italia, di menit ke-51 mereka harus kehilangan Marco Materazzi. Bek tengah jangkung tersebut diacungi kartu merah oleh Cantalejo akibat melanggar Bresciano di dekat kotak penalti.

Walau demikian, sejumlah kalangan menyebut kalau kartu merah yang dihadiahkan kepada Materazzi cukup kontroversial sebab dari tayangan ulang, tungkai yang ia julurkan tidak menyentuh kaki Bresciano.

Bermain dengan 10 orang, bikin tekanan Italia ke gawang Australia menurun drastis. Kondisi seperti itu lantas dimanfaatkan Socceroos buat melancarkan teror yang lebih masif ke gawang Gli Azzurri. Akan tetapi, ketiadaan Harry Kewell yang absen gara-gara cedera, disinyalir sebagai penyebab kebuntuan utama Negeri Kanguru.

Sampai tiba di menit ke-90, belum ada gol yang tercipta pada laga ini. Kenyataan tersebut bikin masing-masing kubu terbayang fase perpanjangan waktu. Untuk Australia yang unggul jumlah pemain, keadaan itu barangkali tak terlalu merepotkan. Terlebih selama waktu normal, Hiddink baru menggunakan satu dari tiga jatah pergantian pemainnya.

Di sisi seberang, Italia niscaya khawatir andai memeras keringat lebih lama lagi karena selain merumput dengan 10 orang saja, Lippi juga sudah menghabiskan kuota pergantian pemainnya.

Berada dalam kondisi terjepit, Italia lantas mengeluarkan ajian sakti furbizia-nya guna menamatkan perlawanan Australia di menit pamungkas. Fabio Grosso yang merupakan bek kiri Gli Azzurri, melakukan penetrasi di area kanan pertahanan Socceroos.

Mulanya, ia sukses melewati hadangan Bresciano yang ngotot menghentikan pergerakannya. Sesaat berselang, giliran Neill yang coba menghadang dengan meluncurkan tekel. Namun dalam tempo sepersekian detik, Grosso mempertontonkan ‘sihirnya’. Alih-alih meloloskan diri dari gangguan Neill, ia justru memaksimalkan situasi tersebut dengan cara mengaitkan kaki di punggung sang lawan sembari menjatuhkan badan.

Melihat insiden itu, Cantalejo ‘terperdaya’ dan langsung menunjuk titik putih. Alhasil, para penggawa Australia komplain dengan keputusan kontroversial sang pengadil lapangan. Sayangnya, Cantalejo memilih abai dan tetap memberikan penalti kepada Italia.

Francesco Totti yang masuk pada babak kedua buat menggantikan Del Piero, maju sebagai algojo. Sepakan Totti yang mengarah ke kiri akhirnya membuahkan gol karena tak sanggup dibendung Mark Schwarzer. Pada menit ke-94, papan skor di Stadion Fritz Walter akhirnya berubah untuk kali pertama. Australia nol, Italia satu!

Tak lama kemudian, Cantalejo meniup peluit panjang tanda selesainya laga sehingga Gli Azzurri berhak melaju ke perempat-final. Sementara Socceroos terpaksa mendatangi toko suvenir lebih cepat buat membeli oleh-oleh sebelum mudik.

Hingga saat ini, perilaku Grosso di menit-menit akhir dari pertandingan itu masih dianggap suporter Australia bak tingkah laku iblis. Sebaliknya, tifosi Italia bakal mengenang furbizia itu laksana sikap suci para malaikat. Sebuah ciri khas yang akan selalu penikmat sepak bola dapati dari gladiator-gladiator sepak bola Negeri Pasta.