Atmosfer laga kedua Grup E antara Serbia melawan Swiss memanas. Bukan hanya karena keduanya memperebutkan salah satu tiket lolos ke perdelapan-final, tapi akibat intrik politik yang mencuat seputar asal-usul beberapa pemain.
Sebelum laga dimulai, unsur politis ini kembali memanas akibat aksi gelandang Swiss, Xherdan Shaqiri, yang memasang bendera Kosovo di sepatunya. Beberapa penggawa Die Nati memang merupakan imigran asal wilayah yang sedang berkonflik dengan Serbia tersebut. Selain Shaqiri, Valon Behrami juga masih berdarah Kosovo. Bahkan Granit Xhaka yang lahir dari orang tua berdarah Albania, masih memiliki keterikatan emosional dengan Kosovo. Ayahnya pernah dipenjara akibat berdemonstrasi menentang pemerintah Yugoslavia di Kosovo.
Ratusan ribu warga Kosovo memang mengungsi ke negara-negara Eropa Barat seperti Swiss dan Jerman pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. Hasilnya, nama-nama seperti Shaqiri, Dzemaili, dan Xhaka tumbuh besar membela tim nasional Swiss. Bahkan sebelum federasi sepak bola Kosovo diakui oleh FIFA dan UEFA pada musim semi 2016, sekitar 200.000 imigran Kosovo di negeri pegunungan Alpen menyuarakan dukungannya kepada Shaqiri dan kawan-kawan.
Sikap Shaqiri itu mendapat reaksi keras dari Serbia menjelang awal laga kedua Frup E ini. Salah satu yang bersuara paling keras adalah penyerang, Aleksandar Mitrovic. “Kenapa dia (Shaqier) tidak membela Kosovo saja?” cetus pemain yang baru saja membawa Fulham promosi ke Liga Primer Inggris ini kesal.
Reaksi lanjutan lebih panas lagi. Berbagai media di Serbia, baik daring maupun cetak, mengusung kata “Provokacija” (provokasi) untuk melukiskan persiapan tim nasional mereka melawan Die Schweizer Nati.
Maka, laga Swiss melawan Serbia sepertinya ramai ditonton di tiga wilayah utama, dari pub-pub dari Pristina, ibu kota Kosovo hingga Belgrade, lalu kota-kota besar Swiss seperti Zurich dan Jenewa. Citra Swiss sebagai negara ‘netral’ yang melekat selama ratusan tahun pun sedikit terkikis di laga ini, digantikan sentimen Kosovo yang bernafsu menyingkirkan ‘penindas’ mereka, Serbia.
Namun, nafsu para penggawa keturunan Kosovo untuk memberi pelajaran kepada Serbia tak diimbangi pemilihan pemain yang tepat oleh Vladimir Petkovic. Pelatih Swiss berdarah Bosnia itu tak memiliki amunisi seimbang di lini tengah untuk mengimbangi kualitas trio Sergej Milinkovic-Savic, Nemanja Matic, dan Dusan Tadic. Duet Behrami dan Blerim Dzemaili terlihat sudah usang. Xhaka dan Shaqiri juga kesulitan menembus pertahanan Serbia di babak pertama.
Dari pihak Serbia, Mitrovic sepertinya sangat menjiwai niat untuk memberi pelajaran kepada Shaqiri. Penyerang tinggi besar ini berulang kali terlihat mem-bully salah satu pemain terpendek di Piala Dunia 2018 tersebut. Mitrovic juga unggul bola-bola atas. Rajinnya Aleksandar Kolarov mengirimkan umpan-umpan lambung ke arahnya membuahkan hasil pada saat pertandingan baru berjalan lima menit.
Mitrovic mengungguli bek tengah Swiss, Fabian Schar, yang sepertinya memperoleh instruksi langsung untuk mematikan pergerakannya. Sundulan ujung tombak Serbia ini tak mampu ditahan kiper Swiss, Yann Sommer. Gol cepat ini membuat anak-anak Serbia bersemangat di sepanjang babak pertama. Kedua bek sayap senior Serbia, Branislav Ivanovic dan Aleksandar Kolarov, berkali-kali menekan Stephan Lichtsteiner dan Ricardo Rodriguez di kedua sektor bek sayap Swiss.
Sebagai sorotan utama di laga ini, Shaqiri tak bisa berbuat banyak di babak pertama. Namun, pecundang sebenarnya dari skuat Swiss adalah penyerang tunggal, Haris Seferovic. Pemain yang bermain di Benfica ini nyaris tak menyentuh bola sama sekali hingga babak pertama berakhir dengan keunggulan Serbia 1-0.
Di babak kedua, Petkovic terlihat menginstruksikan anak-anak asuhnya untuk lebih keluar menyerang. Ia memasukkan Mario Gavranovic menggantikan Seferovic yang bermain buruk. Pergerakan lini depan lawan yang makin dinamis terlambat diantisipasi pelatih Serbia, Mladen Krstajic. Sebuah kemelut di depan gawang Vladimir Stojkovic dimanfaatkan Xhaka dengan sebuah tembakan keras yang berbuah gol balasan Die Nati.
Jika babak pertama dikuasai Serbia, awal babak kedua terlihat dikuasai anak-anak Swiss. Shaqiri yang bermain lebih lepas sempat melepas tembakan keras yang tak mampu ditahan Stojkovic. Sayang, usahanya itu masih membentur tiang gawang.
Serbia hanya membuat satu tekanan berbahaya ke gawang Sommer selama babak kedua. Setelah itu, para penggawa keturunan Kosovo memimpin Swiss membombardir gawang Stojkovic. Saking tertekannya, Ivanovic nyaris membobol gawangnya sendiri di sepuluh menit terakhir laga. Gavranovic juga sempat melepas tembakan yang masih mampu ditahan Stojkovic.
Masuknya penyerang lincah keturunan Kamerun, Breel Embolo, menambah agresivitas serangan Swiss. Namun, Shaqiri-lah bintang di laga ini. Asis Gavranovic memanfaatkan posisi Shaqiri yang tak terkawal. Dengan penyelesaian akhir yang tenang, pemain Stoke City ini sukses mencetak gol kemenangan Swiss, sekaligus pernyatan ‘balas dendam’ para kerabatnya asal Kosovo yang selama ini ditindas Serbia.
Dengan hasil ini, Swiss lebih berpeluang untuk lolos ke 16 besar. Sedangkan Serbia harus menaklukkan Brasil di laga terakhir demi meraih tiket ke perdelapan-final.