Argentina baru saja menanggung malu setelah dihancurkan Kroasia di pertandingan kedua mereka di grup D Piala Dunia 2018. Bertanding di Stadion Nizhny Novgorod, La Albiceleste dibantai oleh Luka Modric dan kolega dengan skor mencolok, 3-0!
Pasca-laga, semua sorotan mengarah ke timnas Argentina. Jorge Sampaoli dituding sebagai pelatih yang tidak becus, yang tidak mampu untuk mengorganisir pemain dalam taktik yang baik. Lionel Messi dianggap tak memberikan 100% bagi negaranya. Max Meza dan Marcos Acuna disebut tak cukup baik untuk bermain untuk timnas Argentina, dan Willy Caballero dipertanyakan kapasitasnya sebagai kiper tim utama. Singkatnya, hasil memalukan yang didapatkan Argentina dalam pertandingan melawan Kroasia adalah buah dari kesalahan mereka sendiri.
Sah-sah saja tentunya memiliki anggapan di atas. Namun, sudah sepatutnya kita memberikan kredit yang besar dan standing ovation kepada timnas Kroasia. Bagaimana pun, di atas kertas, Argentina adalah tim yang dihuni oleh pemain-pemain berkualitas. Butuh tim yang luar biasa, baik secara taktikal maupun individual, untuk menghancurkan Argentina dengan skor jauh. Dan untungnya, Kroasia memiliki semua ini.
Kualitas di timnas Kroasia saat ini boleh dibilang sebagai salah satu yang terbaik dalam sepanjang sejarah sepak bola mereka, setidaknya setara dengan generasi emas di Piala Dunia 1998 yang kala itu berhasil menembus babak semifinal dan menjadi juara ketiga.
Kapasitas Luka Modric sebagai gelandang terbaik di dunia saat ini tentu tidak kalah, bahkan mungkin lebih baik dari Zvonimir Boban dan semua gelandang Kroasia 1998. Belum lagi mengingat Modric disokong oleh sederetan gelandang top, seperti Ivan Rakitic dan Marcelo Brozovic, hingga Mateo Kovacic.
Kualitas Mario Mandzukic sebagai juru gedor pun tak kalah dengan Davor Suker, sementara Vatreni saat ini memiliki Andrej Kramaric, Ivan Perisic, dan Ante Rebic sebagai penyerang yang mahir bermain melebar. Di lini belakang, Danjiel Subasic adalah kiper yang elite, sementara Dejan Lovren dan Sime Vrsaljko adalah bek yang bisa diandalkan.
Bahkan, pemain cadangan Kroasia 2008 pun tak bisa dipandang sebelah mata. Mereka masih memiliki pemain muda berbakat seperti Tin Jedvaj, Marko Pjaca, dan tentunya gelandang Real Madrid, Kovacic, yang bisa mengubah pertandingan ketika masuk di tengah laga berjalan.
Skuat Kroasia di Piala Dunia 2018 memang begitu kuat dan menakutkan. Namun, semua itu tak akan ada artinya apabila tak ada sistem yang tepat. Dalam hal ini, aplaus tentunya harus diberikan kepada Zlatko Dalic, pelatih kepala Kroasia. Mantan gelandang Vatreni ini masuk menggantikan Ante Cacic, pelatih Kroasia di Piala Eropa 2016 yang dianggap gagal. Dalic menemui tugas berat untuk membereskan kekacauan yang ditimbulkan Cacic. Hebatnya, pelatih berusia 51 tahun ini tak hanya mampu memperbaiki, namun juga meningkatkan performa Rakitic dan kolega.
Secara taktikal, skema 4-2-3-1 yang diterapkan Dalic tampak menjadi formasi yang sempurna bagi Kroasia. Dengan menggunakan Rebic dan Perisic sebagai dua pemain sayap yang bermain ke dalam, Vatreni tampak begitu fleksibel ketika menyerang. Mandzukic yang juga fasih bermain melebar (ia sering bermain sebagai penyerang sayap kiri di Juventus) kerapkali membuat lawan bingung dengan pergerakannya.
Belum lagi ditambah dengan dominannya duo Rakitic-Modric di lini tengah, yang dilindungi oleh Badelj di belakangnya. Tak hanya itu, duet Lovren dan Domagoj Vida di posisi bek tengah serta Vrsaljko dan Ivan Strinic di sisi sayap belakang membuat lawan mati kutu, terlebih Subasic juga mampu mementahkan lawan apabila empat bek di depannya berhasil ditembus.
Tak ayal, Kroasia berhasil mencetak lima gol dan tak kebobolan satu gol pun dalam dua pertandingan mereka di Rusia sejauh ini. Ditambah lagi, lawan mereka bukanlah tim ecek-ecek—Nigeria adalah salah satu langganan Piala Dunia dari Afrika dan Argentina adalah finalis di edisi 2014.
Selain urusan di lapangan, Dalic juga pelatih yang jempolan dalam soal manajemen tim. Sikap tegasnya kala memulangkan Nikola Kalinic terbukti tepat. Kalinic, yang menolak bermain saat Kroasia bertanding melawan Nigeria, langsung disuruh mengepak kopernya. Hebatnya, tak ada pergolakan yang terjadi di tim selepas diusirnya penyerang AC Milan tersebut. Justru, Kroasia tampak semakin solid dan menang telak di pertandingan kedua.
Dalic juga mahir membuat anak asuhnya rileks. Ia berhasil mengangkat beban dari pundak Mandzukic dan kolega kala menyebut Argentina sebagai lawan termudah Kroasia di fase grup karena tak ada yang bertaruh bahwa Vatreni akan menang. Hasil di lapangan menjadi bukti yang sahih.
Argentina memang menuai buah kekacauan atas apa yang telah mereka tanam sebelum putaran final berlangsung dan kala putaran final dimulai. Namun, kekalahan telah mereka atas Kroasia juga disebabkan oleh betapa hebatnya kualitas lawannya. Berbekal pemain papan atas dan pelatih berkelas, bukan tak mungkin Kroasia akan mengulangi prestasinya di tahun 1998 lalu.